Mohon tunggu...
Si Murai
Si Murai Mohon Tunggu... Editor - Itu, burung kecil berekor panjang yang senang berkicau!

“Do not ask who I am and do not ask me to remain the same. More than one person, doubtless like me, writes in order to have no face.” ― Michel Foucault

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Belajar dari Keluarga Bloom

17 Februari 2019   09:03 Diperbarui: 17 Februari 2019   09:28 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya rasanya marah saat itu. Bukan karena tersinggung saya tidak berhasil mencapai impian, melainkan lebih karena kesal dan tidak tahu harus berbuat apa menanggapi kerdilnya cara berpikir manusia yang sedang euforia atas pencapaiannya dengan melihat keluhan orang lain sebagai sesuatu yang layak untuk disudutkan atas nama kutipan-kutipan penyemangat hidup. Tidak ada yang salah dengan kutipan: You only live once, but if you do it right, once is enough. Tapi, peran setiap manusia itu berbeda-beda, bukan? Saya harap, saat ini ia sudah lebih paham.

Film Wish I was Here sangat menggugah kesadaran saya. Di sana tergambar peliknya menjadi manusia dewasa yang telah menikah dan mempunyai anak. 

Di satu sisi, ia berhak atas dirinya sendiri, tapi secara bersamaan ia juga punya tanggung jawab terhadap orang lain, terhadap perannya bagi orang lain dan bukan melulu tentang dirinya sendiri. Ada anak, ada suami, ada istri, ada orang tua, ada adik, ada kakak, ada keluarga, ada saudara, ada pekerjaan, ada impian. Semua itu adalah bagian dari diri seorang manusia dewasa. Menyadari keadaan ini akan membuat kita lebih berpikir strategis dan prioritas. Hidup dalam rumah tangga, sejatinya akan membentuk seorang manusia pada kedewasaan.

Hal menarik lainnya dari film ini adalah cara berkomunikasi antaranggota keluarga Bloom. Sebagai keluarga, Aidan, Sarah, dan kedua anak mereka cukup kooperatif. Komunikasi berjalan lancar dan terbuka. Orang tua mengarahkan anak secara dewasa. Tidak ada dramatisasi dalam kehidupan mereka, semua serba pada porsinya, secukupnya, dan saya rasa itu bisa dicontoh.

Saya merekomendasikan film ini untuk ditonton di momen valentine mengingat banyak hal yang bisa bikin kita merenung, seperti saya, dan memaknai kembali apa itu cinta, pernikahan, kehidupan... Sebagai manusia, ada masanya ketika mungkin impian kita akan berbenturan dengan realitas, terutama jika kita telah menikah dan punya anak. Tapi, itu tidak boleh membuat kita menyerah pada komitmen yang telah kita buat sendiri. Justru, di situlah tantangan hidup! Sekarang, hidup tanpa tantangan, di mana kenikmatannya? Pada akhirnya, yang harus saya tekankan, terlebih untuk diri sendiri: idealisme hanya ada pada konsep, praktiknya, yang dibutuhkan manusia hanyalah improvisasi! Keep struggling and playing with your kids. *meluk anak dan suami. 

*Tulisan ini merupakan suntingan dari tulisan awalnya yang ditulis di blog pribadi penulis tentang film tersebut dapat di baca di sini.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun