8. Proses pembelajaran perilaku jahat melalui persekutuan dengan pola-pola kejahatan dan anti kejahatan meliputi seluruh mekanisme yang rumit dalam setiap pembelajaran lainnya
9. Walaupun perilaku jahat merupakan penjelasan dari kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai umum tersebut sejak perilaku tidak jahat adalah sebuah penjelasan dari kebutuhan dan nilai nilai yang sama.
Pada kasus residivis,dapat dijelaskan bagaimana proses belajar yang dilakukan warga binaan untuk mengulangi kejahatannya (residivis). Mereka belajar bagaimana cara berperilaku jahat di dalam Lapas sehingga melanggar peraturan, menjadi orang yang 'bernyali', dan perilaku yang didefinisi menyimpang lainnya. Seiring dengan poin-poin Teori Asosiasi yang Berbeda, proses pembelajaran untuk menjadi anggota geng motor sebagai berikut :
1. Tingkah laku menjadi penjahat kambuhan atau residivis dipelajari. Ini terlihat dari usia-usia para residivis yang merupakan mantan warga biaan yang tergolong anak dan orang dewasa. Mereka mempelajari untuk menjadi sosok jahat dan tidak takut akan ancaman hukum. Mantan warga binaan yang telah mendapat pembinaan di lapas setelah menjalani masa pidana kembali ke masyarakat setelah itu melakukan lagi kejahatan masuk kembali ke lapas dan didalam Lapas perilaku jahat itu kembali dipeajari setelah menjalani pidana bersama sama wargabinaan lainnya.
2. Mereka belajar lewat komunikasi, saat para senior warga binaan lain menjelaskan hal-hal jahat apa saja yang harus dilakukan. Dalam proses komunikasi dan melakukan interaksi akan semakin jelas perilaku apa saja yang diinginkan dan tidak diinginkan dalam membentuk perilaku seseorang. Bagaimana pemahaman mereka dll. Contohnya saat warga binaan yang satu dengan warga binaan lainnya membandingkan bagaimana berkomunikasi dengan kelompok satu dan lainnya. Bahwa berbeda cara berkomunikasi saat dengan warga binaan dengan berkomunikasi dengan teman-teman biasa atau masyarakat biasa.
3. Proses pembelajaran pun semakin mantap dengan melakukan proses belajar di dalam kelompok. Bagaimana wargabinaan melihat kebiasaan-kebiasaan para kelompok dan cara mereka bersikap. Seperti perilaku mencuri, merampok, mencuri, aniaya dll. Semua tindakan itu dipelajari dan dipahami terlebih dahulu. Akan lebih intensif lagi proses belajar mereka karena mereka berada di suatu 'ruang' atau 'dalam bilik' yang dapat dipenuhi akan kebudayaan-kebudayaan perilaku jahat.
4. Â Memahami bagaimana mereka harus bersikap, memahami bagaimana mereka melakukan tindakan-tindakan pelanggarana hukum, seperti merampok, mencuri, berkelahi, balapan, menganiaya, dll. Memahami pula alasan mengapa mereka harus melakukan itu. Motivasi apa yang mendorong mereka, antara lain seperti 'kekuasaan' di jalanan, status sebagai 'jagoan', bisa mendapatkan kebutuhan hidup mereka dengan menjadi residivis atau penjahatn kambuhan dan lain-lain.
5.  Setelah paham dengan kebutuhan dan nilai dari perilaku tersebut, residivis  pun memiliki motivasi, dorongan dan kemauan untuk melakukan itu semua. Seperti mencuri, merampok, menganiaya, semua mereka berani lakukan. Mulai 'menghalalkan' cara-cara menyimpang seperti melanggar hukum. Sengaja melakukan tingkah laku kejahatan. Hal itu dilakukan antara lain untuk mendapat pujian dari sesama warga binaan.
6. Pola tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh para residivis yang notabennya ada juga anak atau orang dewasa, dipandang sebagai tingkah perilaku jahat. Ini dikarenakan mereka yang masih anak-anak melakukan tindakan-tindakan melanggar hukum. Karena definisi hukum bahwa tindakan mereka sebagai residivis salah, melanggar dan menyimpang, maka disebut tingkah laku delinkuen.
 7. Terdapat tingkah laku dan tindakan delinkuen yang terpola, yang terus dilakukan oleh para warga binaan untuk trus menunjukan eksistensi mereka. Terdapat waktu, intensitas, frekuensi mereka tersendiri dalam melakukan segala bentuk tindakan mulai dari belajar kembali melakukan kejahatan dari dalam Lapas. Semakin sering mereka melakukan tindakan-tindakan menyimpang ini, maka pengaruh tingkah laku jahat akan semakin kuat..
8. Dalam mempelajari tingkah laku jahat mereka juga mempelajari tingkah laku bukan kejahatan. Seperti didalam Lapas warga binaan mendapat pembinaan baik pembinaan kepribadian maupun pembinaan kemandirian.