Aku merasakan sukacita Tuanku. Ia semakin yakin untuk mencoba pekerjaan ini. Mrs. M pun sepertinya tertarik dengan Tuanku. Ketika kembali ke ruang tengah dan duduk di sofa, keputusan pun diambil. Tuanku akan mulai bekerja di hari Minggu, enam hari ke depan. Ia akan belajar dan mengamati H, mengasuh anak yang berinisial M K. Baru di hari Minggu berikutnya H akan mendapatkan waktu luang untuk bebas digunakan untuk kegiatan apapun. Dan di hari itu pula Tuanku akan memulai pekerjaan paruh waktunya untuk mengasuh anak. Aku akui, aku sendiri berharap cemas. Belum bisa kubayangkan bagaimana pekerjaan itu. Seberapa sanggup nantinya Tuanku menjalani pekerjaan ini. Kalaupun sanggup, seberapa lama Tuaku akan bertahan dengan pekerjaan ini, sementara ia juga harus kuliah.
"Aah, sudahlah," aku membatin, "Aku tidak bisa menolak keputusan apapun yang Tuanku ambil. Sejauh yang kami bisa, aku dan kembaranku akan mendukung dan memastikan Tuanku mendapatkan manfaat dari pekerjaan ini.
Aku dan kembaranku menjejak pelataran halaman, berjalan menuju gerbang dan berhenti untuk memberi kesempatan Tuanku menutup gerbang. Satu hal besar sudah Tuanku putusan, yang kelak akan berpengaruh besar pada hidupnya.** (Cimahi, 28 Mei 2021)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H