"Bisa-bisanya anak itu bohong." Pak Husni yang baru memasuki kantor guru berkata setengah mengeluh.
"Kejadian di lapang tadi?" tanya Pak Joni pada Pembina OSIS itu.
"Iya, dari awal aturan mainnya kan jelas. Pemain yang terdaftar tidak boleh diganti kecuali tidak masuk atau sakit. Penggantian pun mesti sepengetahuan wali kelas. Ini, jelas-jelas anaknya masuk dan sehat malah dikatakan tidak masuk."
"Lha, kok bisa. Memang dari awal tidak dicek?" tanya Pak Joni lagi.
"Ya itu tadi, OSIS juga tidak detil mengecek kehadiran. Ada siswa lain yang tahu kejadiannya dan lapor."
"Jadi didiskualifikasi?"
"Tidak ada pilihan. PR tuh buat Bu Wanti," kata Pak Husni ke Ibu Wanti yang baru masuk ruang guru.
"Futsal ya?"' tanya Bu Wanti. "Ini saya baru masuk kelas. Yang marah, nangis, kesel," ujar wali kelas itu."'Mau gimana lagi. Anak harus tahu aturan main. Mau menghargai. Ini mah sudah keterlaluan. Hampir saja saya meledak marah di kelas, kalau tidak ingat punya darah tinggi. Bisa stroke saya," omelnya.
Pak Joni tersenyum kecil. Ya, dia bisa memahami Bu Wanti. Dia pun wali kelas, yang harus mendampingi sekian puluh siswa dengan karakter yang berbeda, dan itu bukan pekerjaan mudah.
***
"Eko," Gilbert memanggil temannya ragu. Eko yang baru ganti baju berbalik. "Futsalnya sdh mulai," lanjut Gilbert.