"Nggak.." sangkalnya pelan.
      Lala terkikik melihat sikap temannya. Namun mendadak ia terdiam. Ia menyikut temannya dengan mata memberikan isyarat. Mareta mengikut isyarat temanya dan sontak ia mencondongkan tubuhnya berusaha agar tidak terlihat.
      "Santai saja kali, tidak usah membungkuk. Mereka tidak akan melihat kita kok," ujar Lala. Gadis itu berdiri.
      "Mau kemana?" tanya Mareta
      "Penasaran saja pengen tanya Armand. Kamu tidak banyak cerita soal dipanggil Bu Sekar. Kali dia mau cerita."Â
      "Ngapain lagi ketemu dia?" Usaha Mareta menghalangi Lala sia-sia. Gadis itu sudah menjauh dan hilang di balik rak buku
      Mareta gelisah menunggu temannya. Niatnya untuk menyusul Lala ia urungkan. Alhasil berkali-kali ia menengok ke arah perginya Lala. Namun gadis itu tak juga muncul. Kekesalannya berganti keheranan melihat teman Armand keluar dari barisan rak disusul Armando dan langsung melewati pintu keluar. Namun tidak dengan Lala. Baru saja Mareta berdiri hendak mencari Lala, gadis itu menampakkan batang hidungnya dari balik rak.
      "Kemana saja kamu?" semprot Mareta.
      "Jangan banyak tanya. Ikut aku," ujar Lala. Setengah memaksa tangannya menarik tangan Mareta. Mareta mengurungkan protesnya melihat raut muka Lala. Ia mengekor, tidak berkata apa-apa.
      "Sewaktu aku nguping mereka, aku ingat bawa HP. Jadi kurekam sebagian pembicaraan mereka." Lala berkata setelah tiba di tempat yang ia maksud.Â
      "Sekarang coba dengarkan ini," lanjutnya. Mareta tidak membantah. Ia kenakan earphone yang disodorkan temannya. Raut wajahnya berubah. Ia menoleh pada Lala dengan kening berkerut. Tidak berapa lama ia kembalikan earphone tersebut kepada temannya. Ia tidak berkata apa-apa. Tangannya menopang dagu.Â