b. Kapitalisme dan Kebebasan
Tatanan ekonomi memainkan peranan rangkap dalam memajukan masyarakat yang bebas. Di satu pihak,kebebasan dalam tatanan ekonomi itu sendiri merupakan komponen dari kebebasan dalam arti luas; jadi, kebebasan dibidang ekonomi itu sendiri menjadi tujuan. Dipihak lain, kebebasan dibidang ekonomi adalah juga cara yang sangat diperlukan untuk mencapai kebebasan dibidang politik. Pada dasarnya hanya ada dua cara untuk mengkoordinasikan aktivas jutaan orang dibidang ekonomi. Cara pertama ialah bimbingan terpusat yang melibatkan penggunaan paksaan-tekniknya tentara dan negara totaliter yang modern. Cara lain adalah kerjasama individual secara sukarela-tekniknya adalah adanya sebuah sistem pasar. Selama kebebasan untuk mengadakan sistem transaksi dipertahankan secara efektif, maka ciri pokok dari usaha untuk mengatur ekonomi melalui sistem pasar adalah bahwa ia mencegah campur tangan seseorang terhadap orang lain. Jadi terbukti bahwa kapitalisme adalah salah satu perwujudan dari kerangka pemikiran liberal.
Tokoh yang mempengaruhi liberalisme klasik dalam perkembangannya dapat dikatakan cukup banyak seperti:
Martin Luther (Tokoh Reformasi Agama)
Pada akhir abad ke-15, muncul seorang tokoh Gereja asal Jerman bernama Martin Luther (1546), kemudian diikuti oleh John Calvin (1564), lalu John Nouks (1572). Mereka melakukan perlawanan terhadap gereja Katolik yang kemudian mereka beri nama Protestan.
Gerakan reformasi agama yang dilakukan oleh Luther ini memiliki pengaruh besar dalam sejarah liberalisme selanjutnya. Rumusan pemikiran luther dapat disimpulkan menjadi beberapa poin berikut:
- Otoritas agama satu-satunya adalah teks-teks Bible dan bukan pendapat tokoh-tokoh agama
- Tidak mengakui terhadap sistem kepausan gereja yang berposisi sebagai kedaulatan Tuhan
- Menegasikan keyakinan pengampunan atau tidak diampuni (dari institusi gereja)
- Ajakan kepada liberalisasi pemikiran, keluar dari tirani tokoh agama dan monopoli mereka dalam memahami kitab suci, klaim rahasia suci serta pengabaian peran akal atas nama agama.
Gerakan ini disebut sebagai gerakan liberal karena ia bersandar kepada kebebasan berfikir dan rasionalisme dalam menafsirkan teks-teks agama.
Perlawanan terhadap gereja dan feodalisme terus berlanjut di eropa. Runtuhnya feodalisme menutup abad pertengahan dan abad selanjutnya disebut dengan abad pencerahan (Enlightment). Beberapa tokoh pemikiran muncul. Di Perancis, J.J. Rousseau (1778) dan Voltaire (1778) adalah diantara pemikir yang perannya sangat berpengaruh. Karya-karya mereka berdua menjadi inspirasi gerakan politik Revolusi Perancis pada tahun 1789, puncak dari perlawanan hegemoni feodal.
Namun, gerakan yang tadinya sebagai reformasi agama, pada perkembangan selanjutnya menjadi perlawanan terhadap gereja yang mengarah pada atheisme. Para pemikir dan filsuf Perancis rata-rata adalah para atheis yang tidak mengakui keberadaan agama. Sejarah panjang agama Kristen dari sejak penyimpangan dan perubahan ajaran hingga perang agama meletus akibat reformasi Luther yang memunculkan kejenuhan yang berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap agama. Kebebasan rasional (akal) secara mutlak akhirnya menjadi ciri utama dari gerakan ini.
Jhon Locke dan Hobbes; Konsep State Of Nature yang berbeda
Pada Abad Ke 16 dan 17 muncullah tokoh liberalisme klasik yaitu Locke dan Hobbes. Kedua tokoh ini berangkat dari sebuah konsep yang sama yakni sebuah konsep yang dinamakan konsep negara alamiah atau yang lebih dikenal dengan nama konsep State Of Nature. Namun dalam perkembangannya, kedua pemikir ini memiliki pemikiran yang sama sekali bertolak belakang satu sama lainnya. Jika ditinjau dari awal, konsepsi State Of Nature yang mereka pahami itu sesungguhnya berbeda sekali. Hobbes (1588-1679) berpandangan bahwa dalam “State Of Nature”, individu itu pada dasarnya jelek (egois) sesuai dengan fitrahnya. Namun, manusia ingin hidup damai. Oleh karena itu mereka membentuk suatu masyarakat baru, suatu masyarakat politik yang terkumpul untuk membuat perjanjian demi melindungi hak-haknya dari individu lain dimana perjanjian ini memerlukan pihak pihak ketiga (penguasa). Sedangkan Jhon Locke (1632-1704) berpendapat bahwa individu pada State Of Nature adalah baik, namun karena adanya kesenjangan akibat harta atau kekayaan, maka khawatir jika hak individu akan diambil oleh orang lain sehingga mereka membuat perjanjian yang diserahkan pada oleh penguasa sebagai pihak penengah namun harus ada syarat bagi penguasa sehingga tidak seperti “membeli kucing dalam karung”. Dari hasil pemikiran Hobbes dan Locke, mereka sudah memiliki bentuk akhir dari sebuah penguasa/pihak ketiga (negara), dimana Hobbes berpendapat akan timbul Negara Monarkhi Absolute sedangkan Locke, Monarkhi Konstitusional. Bertolak dari itu semua, kedua pemikir ini sama-sama menyumbangkan pemikiran mereka dalam bentuk konsepsi individualisme. Inti dari terbentuknya negara, menurut Hobbes adalah demi kepentingan umum (masing-masing individu) meskipun baik atau tidaknya negara itu kelak semua tergantung pemimpin negara. Sedangkan Locke berpendapat, keberadaan negara itu akan dibatasi oleh individu sehingga kekuasaan negara menjadi terbatas –hanya sebagai “penjaga malam” atau hanya bertindak sebagai penetralisasi konflik.