Mohon tunggu...
Simon Ono Sutono
Simon Ono Sutono Mohon Tunggu... Guru -

Guru Bahasa Inggris di Bandung yang senang menemukan keindahan dalam membaca dan menulis juga antusias mempelajari hal-hal baru seperti mengolah bahan makanan untuk keluarga dan kegiatan cinta lingkungan seperti pengelolaan takakura, biopori, sampah organik dan berkebun.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Angklung, Kesenian Kampung yang Tidak Kampungan

19 Maret 2019   13:08 Diperbarui: 19 Maret 2019   15:08 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Salah satu universitas negeri di Bandung bahkan menciptakan rekor MURI dengan pertunjukan angklung yang melibatkan ribuan mahasiswanya. Jumlah pemain yang besar inilah yang menjadi laboratorium peserta didik untuk belajar hidup bersama -- bermasyarakat. 

Dalam memainkan musik angklung tiap pemain terikat dan terbatas hanya memainkan nada sesuai dengan angklung yang dipegangnya. Jika pemain melenceng dari batasan ini maka akan berbuah ketidakharmonisan. 

Improvisasi individu sebagaimana dalam aliran musik tertentu untuk memunculkan keunggulan pribadi akan merusak permainan secara keseluruhan. Hal ini menegaskan pembelajaran angklung memfasilitasi para siswa menjadi pribadi yang tidak semata berorientasi 'aku' tetapi 'kita'. Tanpa mengecilkan potensi individu, para pemain angklung justru 'menghancurkan' ego untuk menjadi kelompok yang padu. 

Filosofi pembelajaran angklung lainnya terkait dengan pembelajaran estetika berkesenian kampung yang tidak kampungan. Meski pembuatan angklung dikerjakan di daerah pinggiran kenyataannya angklung dimainkan di tempat-tempat bergengsi seperti istana negara, kedutaan maupun gedung pertunjukan. 

Dari jenis lagu yang dimainkan angklung diatonis Daeng Soetigna dapat memainkan beragam aliran musik. Dari segi kolaborasi, angklung terbuka untuk dimainkan dengan berbagai alat musik, baik asli Indonesia maupun luar Indonesia. 

Penggunaan drum yang identik dengan musik pop, sebagai contoh, kerap digunakan untuk mengiringi permainan angklung. Dengan kata lain pertunjukkan musik angklung relatif fleksibel seturut minat para pemain dan penikmatnya.

Pembelajaran angklung juga mengajarkan identitas kebanggaan kebangsaan. Klaim negeri jiran atas angklung yang memunculkan beragam reaksi akan terus tertulis dalam sejarah angklung dan sekaligus memberikan pencerahan betapa kaya bangsa ini atas kreativitas dan warisan budaya yang perlu dikelola dengan bijak. 

Kebanggaan peserta didik sebagai bangsa salah satunya  bisa dipupuk dan dikembangkan melalui aneka pengalaman berinteraksi langsung dengan budaya bangsa, salah satunya angklung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun