Mohon tunggu...
Seno Rocky Pusop
Seno Rocky Pusop Mohon Tunggu... Penulis - @rockyjr.official17

सेनो आर पूसॉप जूनियर

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Miskin di Tanah Surga, Kaya di Tanah Padi

19 April 2024   14:18 Diperbarui: 19 April 2024   14:59 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tidak dapat mempercayai mata ketika aku melewati jalan tanah antara surga dan padi. Sulit bagi aku membayangkan betapa buruknya kehidupan, komplikasi dan realitas yang dialami separuh populasi di bumi Cenderawasih.

Ketika kesenjangan antara kaya dan miskin terus melebar, semakin jelas bahwa perampingan dan mempertahankan gaya hidup yang lebih sederhana menjadi semakin pragmatis.

Orang-orang terpesona oleh gagasan nasib dan takdir yang menarik, menantang, dan abadi sepanjang sejarah. Fundamentalitas ini mengacu pada gagasan bahwa kehidupan Sweetland mengikuti jalur yang tetap dan tidak dapat dihindari.

Meskipun gagasan tentang nasib dan takdir sering berubah dari waktu ke waktu, beradaptasi dengan banyak budaya dan kepercayaan, kombinasi misteri dan daya tariknya terus memikat pemikiran dan imajinasi manusia.

Setiap orang dalam hidup ini, baik kaya maupun miskin, membuat mereka sulit menyerah dan mujur. Namun cerita yang tertulis di sini menunjukkan mengapa orang "Miskin di Tanah Surga, Kaya di Tanah Padi" adalah masalah pola pikir dan kehidupan.

Mengapa demikian, karena dengan pola pikir dan kehidupan yang benar, orang dapat mengatasi tantangan, bertumbuh dari pengalaman baru, dan menghadapi dunia dengan sikap positif.

Aku tidak condong pada satu sisi paradigma pemikiran dan narasi kehidupan yang mengatakan bahwa hidup di tanah padi jauh lebih baik daripada hidup di tanah surga. Aku yakin kita semua yang menjalani realita kehidupan ini pasti merasakannya. Aku tahu itu, karena aku berkontemplasi.

Aku tidak akan berbicara banyak tentang tanah surga, lebih banyak lagi yang akan kita tanyakan tentang tanah yang terkoyak? Aku cuma mau bilang, padahal tanah surga aku tidak merasa tidur di kasur, rasanya masih tidur di atas rumput duri.

Realitas hidup, pengalaman baru, permasalahan baru, dan dinamika manusia, semua datang tanpa diundang, bahkan pergi tanpa pamit. Menunjukkan bahwa terkadang segala sesuatunya terasa janggal dan tidak nyaman, namun apa yang kita dapatkan dan rasakan sebagai imbalannya seratus persen sepadan. 

Fakta ini adalah contoh sempurna mengapa tinggal di tanah surga merupakan suka duka luar biasa yang mengubah hidup. Karena kesempurnaan tanah surga bukanlah pencapaian akhir, melainkan konsistensi dalam perbaikan diri.

Ada yang menarik dari cerita ini yang ingin aku bagikan. Aku menghadiri kegiatan Launching Buku dan Bedah Buku, Senin 9 Oktober 2023 di Aula Lantai 3 Grha Oikumene Kantor PGI Jakarta Pusat. Buku ini merupakan sebuah karya pemikiran Th. Sumartana tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan dengan judul "Demokrasi Indonesia: Persimpangan Antara Pluralisme Agama dan Politik Negara" yang ditulis oleh Viktor Rimbeth.

Berbagai narasumber diundang dalam kegiatan tersebut, salah satunya yang diundang adalah Sekretaris Pengurus Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Abdul Mu'ti. Dalam pemaparannya, ada sebuah ungkapan yang paling berkesan bagi aku ketika beliau mengatakan "Miskin di tempat lain lebih bermartabat, daripada miskin di tempat sendiri, karena itu menjadi tantangan yang harus selalu kita perjuangkan". Aku seolah mendapat inspirasi dari idiom ini untuk bisa mengartikulasikan kata-katanya.

Aku mencatat dengan cermat dalam sebuah memo ponsel, kemudian aku mencoba merefleksikan dan memahami pemikiran-pemikiran tersebut dan mengkorelasikannya dengan dinamika kehidupan Sweetland.

Bukan mustahil hal ini menjadi suatu misteri, karena kita tidak bisa serta merta menyimpulkan bahwa miskin dan kaya sebagai nasib atau takdir. Gagasan ini sering kali tumpang tindih dan mempunyai dampak perbedaan yang mencolok.

Hidup ini sangat menarik dan menantang, ada pepatah Melayu yang bisa membuat kita berpikir lebih keras "Dari pada hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri", artinya sebahagia apapun hidup di tanah orang, masih lebih bahagia hidup di tanah sendiri. Pepatah ini sangat kontras dengan dinamika dan realitas kehidupan Sweetland.

Pepatah Melayu tersebut seolah menjustifikasi kemiskinan di tanah surga. Kemiskinan yang terjadi secara artifisial, dimana kehidupan manusia di bumi Cenderawasih dimiskinkan dan termiskinkan. Hujan emas dari tanah surga selalu mengairi tanah padi. Realitas ini sangat menyebalkan dan membuat Sweetland terhina, lemah, melarat dan termarginal.

Hujan batu bagi Sweetland adalah simbol penghinaan dan ketidakberhargaan. Ironisnya, justru kekayaan tanah surga digali demi memperkaya tanah padi. Yang terjadi dan bertahan sepanjang sejarah umat manusia adalah kelaparan batu di tanah surga dan kenyang emas di tanah padi. Sayangnya, orang menarasikan dan menafsirkan kehidupan Sweetland dengan kesesatan berpikir (logical fallacy) yang tidak valid dan tidak relevan.

Kemiskinan merupakan aib terbesar di tanah surga akibat perbuatan manusia yang menyimpang. Pemicu kemiskinan di tanah surga bukan hanya kekayaan alamnya saja, namun juga faktor ekonomi, kondisi struktural dan sosial politik, serta kondisi kultural yang direkayasa dan dimanipulasi untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok tertentu dan menurunkan taraf hidup orang pribumi. Sweetland dihiasi dengan integritas yang tidak saleh dan tidak terhormat. Alangkah mengenaskannya, tanah padi dikayakan dan terkayakan, dan menyerah pada keserakahan dan kebodohannya.

Apa yang terjadi di tanah surga adalah potret kehidupan di bumi Cenderawasih, yang miskin dan termiskinkan. Kelak tentu akan menginspirasi banyak orang diluar sana yang mungkin belum pernah merasakan hidup di tanah surga agar lebih tangguh menghadapi segala hal.

Meskipun kita tidak punya banyak hal dan tumbuh besar di tanah surga yang jarang bahagia. Niscayalah kita bisa mengubah Sweetland menjadi lebih baik. Realitas ini juga akan membuat orang lebih berani, percaya diri, dan penuh kasih sayang untuk terus belajar dan menata kehidupan yang berkelanjutan.

Karena menjadi miskin atau kaya bukanlah takdir, melainkan nasib, dan nasib tersebut bisa berubah, tergantung orang itu sendiri. Apakah orang tersebut menjadi miskin atau kaya? Sebab perkara takdir bukanlah sesuatu yang perlu diperdebatkan.

Standar yang ditetapkan bagi manusia adalah takdir. Sedangkan hasil yang diterima manusia adalah nasib. Manusia tidak bisa mengetahui takdir, namun nasib adalah konsekuensi yang bisa dilihat dan dirasakan.

Seorang mukmin tentu meyakini bahwa segala ketetapan Tuhan dalam hidupnya adalah yang terbaik baginya. Meski ada yang menyenangkan dan menyedihkan. Menjadi kaya atau miskin adalah testing dari Sang Pemilik Kehidupan. Setiap orang diuji, mampukah ia bersabar mensyukuri kekayaan yang dimiliki? Ataukah ia tetap miskin karena tidak mampu bersabar menghadapi kemiskinan yang terjadi?

Menjadi kaya tidak selalu merupakan keberuntungan. Sebaliknya, menjadi miskin juga tidak selalu merupakan kemalangan. Kekayaan bisa membawa keberuntungan jika mampu membuat pemiliknya bersyukur. Kekayaan akan menjadi malapetaka jika pemiliknya terjerumus ke dalam jurang kesombongan.

Demikian pula kemiskinan akan menjadi kemalangan ketika timbul rasa dengki, atau parahnya lagi mengutuk takdir. Kemiskinan justru bisa menjadi berkah tatkala si miskin menjauhi kesombongan dan mendapat pahala yang besar atas kesabarannya menghadapi kenyataan hidup.

Hidup di tanah surga tentu merupakan sebuah takdir. Orang bisa kaya atau miskin, bodoh atau pintar, sukses atau gagal, nasibnya bisa berubah. Tapi takdir tidak bisa diubah. Tuhanlah yang menentukan takdir, maka Tuhan jugalah yang berkuasa mengubahnya, artinya takdir baru bagi kita. 

Nasib pun akan berubah ketika kita memiliki sikap positif dalam bertindak. Takdir dan nasib yang menyenangkan atau menyebalkan. Apaun keadaannya tetaplah bersyukur. Segala sesuatu ada waktunya dan semua akan indah pada saat itu. Apapun keadaanya, teruslah berjalan dan semuanya pasti akan baik-baik saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun