Mohon tunggu...
Seno Rocky Pusop
Seno Rocky Pusop Mohon Tunggu... Penulis - @rockyjr.official17

सेनो आर पूसॉप जूनियर

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Terbiasa dengan Arang

2 November 2023   01:40 Diperbarui: 11 November 2023   15:58 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama 25 tahun aku sering berpindah-pindah, meski dalam suasana baru, tempat ini masih terasa sama seperti tempat lain yang terus memberikan inspirasi tersendiri untuk menulis tentang rasisme terhadap manusia setengah binatang yang hidup di surga yang terlantar.

Kemana pun kita pergi, identitas kita tidak akan pernah berubah. Orang berkulit hitam tidak bisa merubah warna kulitnya menjadi putih, merah atau biru, itu adalah ciptaan Tuhan yang universal dan langgeng, kita patut mensyukuri apa yang melekat pada diri kita.

Setiap orang dengan warna kulitnya tidak bisa mengadu pada Tuhan. Mengapa menciptakan aku dengan arang? Ataukah Tuhan ubah warna kulitku? Ataukah menciptakan aku lagi dalam rupa lain? Itu pertanyaan diluar akal sehat, kita tidak bisa mengubah kodrat manusia dengan sesuka hati atau menghina kodrat manusia sebagai ciptaan Tuhan yang tidak baik.

Terlepas dari itu, ada cerita menarik di balik warna kulit yang ofensif. Aneh rasanya, ketika aku yang tidak terbiasa dengan kereta api bertemu dengan mereka yang tidak terbiasa dengan pesawat terbang. Itu sesuatu yang membuatku tertawa bahagia. Perbedaan yang mencolok memang bisa kita temukan, namun ada pemikiran yang sangat sulit diatasi dalam melihat perbedaan tersebut.

Setelah berkemas aku meninggalkan rumah dan berjalan di alun-alun kota. Nampaknya orang-orang ramah berseliweran di sana, namun pikiran dan perasaan mereka sangat destruktif. Saat aku lewat, aku mendengar kata-kata yang tidak asing di telingaku, kata-katanya terdengar seperti ini "Ehh... Ada Kereta Hitam Lewat". Aku berusaha membahagiakan diri dengan kata-kata yang kudengar sebagai sajak indah yang menyambutku di tempat ini.

Aku tak ambil pusing memikirkan kata-kata itu, tapi aku justru menikmati menebar senyuman kepada mereka, setiap hari aku terbiasa dengan kata-kata itu. 

Bagi aku, stereotip, stigma, rasis dan diskriminasi ibarat lagu yang harus diputar, didengar atau bahkan dinyanyikan. Kalaupun dirasa bosan, Anda bisa menggantinya atau jika dirasa sama sekali tidak ada faedahya, Anda bisa membuangnya begitu saja.

Citra putih mungkin merupakan sesuatu yang baik, sedangkan citra negatif "hitam" adalah sesuatu yang buruk dan asing, atau bahkan dianggap alien. Jika ada orang yang merasa bahwa "kita" bersama adalah bagian dari dunia yang ideal, bersama sebagai manusia yang sama di mata Tuhan dan dunia. 

Harus ada langkah untuk membangun kembali perspektif kita terhadap kesetaraan manusia yang sengaja dihilangkan oleh konsep ras. Karena ras bukanlah takdir yang harus diterima, melainkan konstruksi sosial yang harus di bongkar.

Rupanya, pikiran negatif dan perasaan beracun yang keluar dari mulut sangat problematis karena melambangkan "Black Label" yang mengandung unsur rasis. Ujaran kebencian sangat sensitif menyerang seseorang. Sebuah sudut pandang yang sangat konyol dan mendiskreditkan, semua orang di dunia harus tahu bahwa diskriminasi rasial adalah musuh kita bersama.

Meskipun mungkin mudah untuk menganggap ungkapan itu bodoh, dalam banyak hal, memang demikian. Sayangnya, terkadang masalah rasisme lebih buruk dari yang kita bayangkan dan berbahaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun