Mohon tunggu...
Seno Rocky Pusop
Seno Rocky Pusop Mohon Tunggu... Penulis - @rockyjr.official17

सेनो आर पूसॉप जूनियर

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stigma Kelam yang Menjamur

4 Oktober 2023   23:08 Diperbarui: 5 Oktober 2023   01:24 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Stigma kelam ini muncul karena adanya stereotip negatif terhadap orang Papua dan setiap orang berusaha menjatuhkan dan menjauhkan diri dari kelompok masyarakat tersebut. Stigma "orang gunung dan pantai" merupakan jarak sosial yang terjadi karena masyarakat menganggap suatu kelompok sebagai "orang lain" dan "tidak seperti kita".

Sederhananya, stereotip rasialis tentang "orang gunung dan pantai" merupakan pandangan negatif yang tetap terhadap suatu kelompok atau golongan sebagai bentuk penilaian yang tidak seimbang atau tidak objektif, dipengaruhi oleh kecenderungan untuk menggeneralisasi tanpa deferensiasi. Pada fenomena tersebut, sebagian permasalahan ternyata sesuai dengan fakta yang terukur.

Terkadang kita tidak pernah menyadari menyebut "orang gunung dan pantai" dengan sendirinya terus melanggengkan stigma, hal ini tentu mempersulit dan mempersempit pemahaman orang untuk mencari keadilan restoratif. 

Faktanya stigma tersebut mengacu pada stereotip, terutama stereotip distigmatisasi yang merupakan inti permasalahan dalam penggunaan istilah tersebut.

Mengapa tidak menggunakan kata yang lain? Ketika orang menyadari konotasi "orang gunung dan pantai". Bisakah kita menggunakan istilah lain? Sebagai istilah umum dengan nama daerah. 

Kita harus menyebutnya dengan istilah yang elegan dan penuh hormat, bukan dengan istilah yang mau membedakan dan memecah belah persatuan dan keutuhan orang Papua.

Manusia bisa dengan sengaja menciptakan stigma dan stereotip untuk mengkotak-kotakkan orang Papua. Namun dengan penuh kesadaran kita perlu memilah jastifikasi orang dengan pemikiran rasional kita, agar tidak terjerumus pada konsep pemikiran tersebut yang justru mengundang malapetaka. Kita perlu menghilangkan prasangka buruk terhadap sesama orang Papua.

Kita tidak bisa mendefinisikan orang atau kelompok tertentu berdasarkan kelebihan dan kekurangan. Kita tidak bisa menggambarkan seseorang sebagai "pengguna koteka" tetapi "orang yang menanam labu". 

Mendefinisikan suatu keadaan dan kenyataan hidup berarti mengubah cara pandang tersebut dan tidak harus menghubungkan dirinya dengan stereotip negatif yang melekat pada diri sendiri sebagai label identitas.

Melawan stigma dan stereotip tidaklah mudah. Tetapi, bukan berarti kita membiarkan hal tersebut melenggang bebas begitu saja dalam dinamika kehidupan orang Papua. Pelan tapi pasti, anggapan bahwa "orang gunung dan pantai" sebagai label negatif harus dilepaskan secara perlahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun