Sadisnya, ketimpangan ini tidak hanya tercermin pada tingkat kekuasaan diatas tanah ini, tetapi juga pada kesenjangan, antara si kaya dan si miskin. Melalui ketimpangan dan kemiskinan yang lahir dari rahim yang sama: sistem ekonomi dan politik menyebabkan kekayaan dan sumber daya tidak terdistribusi secara merata.
Surga kecil ini belum berhasil menghadirkan rasa aman dan nyaman, ruang berekspresi bagi masyarakat pribumi dibungkam. Komitmen pembangunan berbasis kearifan lokal, yakni penghormatan terhadap hak asasi manusia, nilai religius, demokrasi, hukum dan budaya masyarakat terabaikan dan tercabik-cabik.
Terhambatnya pemenuhan hak dasar membuat pembangunan dan pengembangan masyarakat Papua seolah berjalan di tempat. Kononnya di surga, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa mereka dahaga, kelaparan, sakit, terlunta-lunta di jalanan, kurang berpendidkan bahkan sama sekali tidak produktif dan tertinggal oleh kereta kemajuan.
Tampak pula, ketimpangan, kejahatan dan kemiskinan telah mencerminkan ketidakadilan dalam distribusi hak dan kesempatan untuk mengembangkan diri dan memperbaiki masa depan. Itu akan memperkeruh keadaan. Tanpa intervensi pemangku kepentingan, belenggu akan terus berlanjut dari generasi ke generasi.
Tidak hanya disebut sebagai surga kecil tetapi juga dianggap sebagai paru-paru dunia. Namun sayangnya ada kekhawatiran yang terpampang di sini, paru-paru semakin remuk, surga yang sedikit lagi akan hampa. Lantas bagaimana nasibnya? Apakah negeri ini dicintai karena materi, fisik atau hati?
Tidak peduli apapun itu, dengan segala kenikmatan kekal abadi yang terkandung di dalamnya, siapa yang tidak mau surga? Tentu tidak ada, semua menginginkannya, mengharapkannya, merindukannya bahkan mengupayakannya. Bagaimana agar bisa mendapat kehidupan yang layak.
Sepintas jejak surga kecil yang tercabik, menyimpan ribuan cerita, keringat dan kemelaratan manusia yang banyak menyisakan luka, sebagai pujian atau pun penghinaan. Jikalau bukan karena kebodohan dan kerakusan! Surga itu terancam, segalanya akan berdiam diri menyaksikan kedatangan kiamat kecil di atas tanah ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H