Mohon tunggu...
Seno Rocky Pusop
Seno Rocky Pusop Mohon Tunggu... Penulis - @rockyjr.official17

सेनो आर पूसॉप जूनियर

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Katanya Surga Kecil, Nyatanya Hidup seperti Neraka

1 Maret 2023   23:25 Diperbarui: 24 Juli 2023   11:13 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak September tahun lalu (2022) selama hampir empat bulan, belum merangkai kata-kata seperti sediakala. Saya sangat merindukan suasana dan saat-saat duduk merenung dan membuka cakrawala berpikir yang luas untuk merefleksikan tangan dan menorehkan keniscayaan ini.

Siapa yang tidak kenal dengan keindahannya yang bagai serpihan surga. Sang Khalik menganugerahkan hutan hujan yang luas, kekayaan alam, melainkan juga keindahan alam: danau, pantai, pegunungan, hingga air terjun dan budaya lokal yang beragam. Tapi tahukah kamu, bahwa keindahan itu seakan seperti neraka.

Kata-kata ini seperti gula, tapi rasanya daun pepaya. Entah kenapa suasananya begitu terasa di sini? Sebelum jauh mengulik surga, seperti syair lagu "Nyanyian Sunyi" terdengar senandung yang selalu mengusik cara pandang orang melihat Papua. Perspektif inilah yang membuat orang tidak pernah adil dan damai melihat surga kecil.

Cara pandang yang telah bercokol lama di alam berpikir manusia, sejak reformasi hingga sekarang, menjangkiti seluruh masyarakat pribumi. Saya menyebut sudut pandang ini dengan istilah "Katanya surga kecil, nyatanya hidup seperti neraka" yaitu sebuah cara pandang amatir berdasarkan gejolak, tetapi nasib dan kehidupan terabaikan di atasnya.

Kenyataan yang terjadi memberikan dampak cukup dinamis dalam menggambarkan suasana surga. Kemelut ini sangat vital, karena menyangkut eksistensi dan ekspresi manusia. Pada hakekatnya sulit dipungkiri bahwa keadaan ini membawa problema yang dihadapi di Papua tidak sederhana, atau dalam bahasa lain bisa dikatakan sangat kompleks.

Bukan karena nuansa kehidupan surga yang relatif baru, melainkan juga lantaran kehidupan yang tidak bisa dipisahkan dari suasana euforia primordialisme dan imperialisme yang juga berpengaruh dan tumbuh bak jamur di musim hujan.

Kini, surga kecil terbelit banyak persoalan, mulai dari sosial-politik, ekonomi hingga sosial-budaya. Perwujudannya pun sangat nyata: malnutrisi, diskriminasi, rasisme, perlakuan tidak adil, pelanggaran HAM dan banyak lagi.

Sejauh mata memandang, banyak konflik yang belum berkurang drastis, namun secara umum malaikat maut sangat masif dalam melanggengkan produk kejahatan yang berdampak pada kehidupan manusia. Konsekuensi logis dari suasana euforia, tanpa tujuan yang jelas, sibuk berebut rante (rent seeking) dengan berbagai konspirasi.

Meski tanpa keadilan dan kebenaran bahkan kebebasan sekalipun, 61 tahun lamanya berpapasan untuk berekspresi, tetapi sayangnya cita-cita kedamaian dan kesejahteraan sosial tidak pernah terwujud. 

Upaya yang tidak memenuhi hak-hak dasar masyarakat sebagai manusia yang bermartabat dalam surganya, tersumbat oleh macetnya redistribusi sumber daya, kekayaan dan hak-hak dasar yang terkonsentrasi di tangan segelintir orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun