Itu saja, yang paling membosankan lagi adalah menunggu dosen datang untuk memberikan tugas, tanda tangan, konsultasi dan sebagainya. Parahnya lagi, malas dengan dua kata yang menjijikkan "DO" (Drop Out), meski hanya dua kata, tapi sakitnya sungguh menyiksa.
Susah bangat, memasuki nominasi intelektual, giliran sakit yang datang, yang paling terkenal di kampus adalah maag. Kadang-kadang disebut "Penyakit Mahasiswa". Apa yang bisa dibenarkan dan yang harus disalahkan? Sekali lagi, para pakar dinamika selalu berkontemplasi.
Sebenarnya, sungkan untuk berbagi rumor tentang kehidupan kampus. Tidak diajak untuk membenamkan sifat temperamental. Apalagi dengan judul di atas, bukan berarti mengukir cerita yang berbelit-belit. Berdasarkan fakta dari bagian tersebut, tajuk artikel yang muluk-muluk itu tidak banyak faedahnya.
Sama sekali tidak ada motif lain yang menonjolkan kausalitas ini. Mau bagaimana lagi, jika doi nihil sama sekali. Segala upaya hanya mubazir, sudah begitu proposal akan diremet-remet dan dibuang ke belakang, maka mustahil biayanya mahal.
Tapi tidak terdampar dalam posisi itu untuk bertemperamen. Bukan mahasiswa tanpa perjuangan. Harus agresif dan obsesif dalam mencari jalan keluar dari belenggu finansial. Padahal, kuliah dan perjuangan bukan untuk dirinya sendiri. Meskipun nantinya akan berguna bagi banyak orang.
Barangkali itu cukup. Selebihnya ada tangan lain yang terbuka menyambut dan memberikan kelegaan. Sang Khalik tentu mengetahui setiap pinta dan rintihan umatnya dalam menempuh perjuangan sejauh ini.
Tidak dihiraukannya pun, tidak masalah. Tapi jangan sungkan untuk mendengarkan drama, toh sering jadi bahan tontonan, ocehan dan luapan emosi di kampus. Berpura-pura tuli dan acuh tak acuh, menjadi diri sendiri tanpa berusaha menjadi orang lain.
Banyak energi yang terkuras berargumen dengan bagian keuangan, membuang-buang waktu tanpa titik temu. Meski lelah berjuang, asal pantang menyerah. Cukup, Be Yourself untuk mendidik diri sendiri. Jadilah kampus dengan bangunan hidup
Payah-payah dilamun ombak, tercapai juga tanah tepi
Petitih ini memberikan refleksi yang membangkitkan spirit untuk terus bertahan perjuangan. Bahwa "tidak ada yang seperti itu, tidak ada masalah, ada masalah dengan diri sendiri, hanya akan ada".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H