Mohon tunggu...
Budi Simm
Budi Simm Mohon Tunggu... petani -

a boy who like to learn

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bosen LGBT ganti PHN aja

20 Februari 2016   07:24 Diperbarui: 20 Februari 2016   07:33 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada artikel menarik,saya hanya berbagi aja,mari

Dukung PHN (Perilaku Hubungan Normal)

Tujuan baik tidak selalu baik efeknya, jika dilaksanakan dengan cara yang tidak tepat. Setidaknya ada berapa hal kenapa Anda harus menciptakan kata pengganti LGBT, misal PHN (Perilaku Hubungan Normal).

Ini alasannya :

Perulangan itu ibarat software yang di install di pikiran Anda. Istilah psikologinya adalah Afirmasi. Semakin sering nyebut LGBT semakin tertancap di pikiran pembaca/ follower Anda. Lama kelamaan akan menjadi sebuah kebiasaan . Ingat iklan biscuit di TV : “berapa lapis...? “otomatis Anda menjawab “ratusaaan”. Kenapa kok bisa hafal ? karena iklan nya dulu diulang terus menerus setiap hari. Sampe Anda bosen. Nominalisasi adalah penggunaan verba (kata kerja) atau adjektiva (kata sifat) sebagai nomina (kata benda). Lho LGBT kan bukan kata kerja? LGBT adalah bentuk nominalisasi terselubung. Apa yang membuat Seorang laki – laki di sebut Gay ? karena perbuatan / aktivitas yg dia lakukan kan?

Ketika kata kerja dibendakan maka akan melekatlah semua kata sifat & kata kerja di dalam kata tersebut.

Bayangkan Anda pertama kali mengenalkan suku pedalaman makan menggunakan sendok. Sendok (kata benda), maka suku pedalaman akan bertanya cara penggunaannya (kata kerja) & apa manfaatnya (kata sifat). Ketika dia mendapat jawaban, maka sepintas dia akan membayangkan di pikirannya. Saat anda menjawab: sendok itu seperti tangan, tapi lebih bersih. Seper-sekian detik si suku pedalaman akan membayangkan prosesnya.

Nah, Ketika Anda teriak–teriak LGBT, sebuah kosakata baru, seketika juga kata sifat & kata kerja (aktivitas LGBT) menjadi bahan pertanyaan untuk anak– anak dan menjadi visualisasi tersendiri untuk yang sudah tahu jawabannya. Dan semua itu akan melahirkan banyak pertanyaan lanjutan karena penasaran:

”emang LGBT itu ngapain aja sih?” ini akan ditanyakan oleh anak– anak atau remaja yang belum tahu apa itu LGBT. Dan kalau Anda orang tua ga bisa jawab, dia akan tanya temennya. Kalau temennya ga bisa jawab, dia tinggal googling. Hayyoooo

”kok bisa sih mereka jadi LGBT?”
pertanyaan “kok bisa” ini lebih berbahaya lagi, karena si penanya akan mencarikan alasan logis apa yang membuat orang menjadi LGBT . Anthony Robbins mengatakan “question is the answer “. Hati– hati dengan pertanyaan, karena otak kita pasti akan mencari alasan pembenaran.

Penolakan itu sifatnya sementara.

Ini yang lebih bahaya lagi. Tahun 1998 istilah KKN dipopulerkan oleh aktifis yang teriak – teriak “berantas KKN”. Tagline ini bahkan bisa menggerakan jutaan masa untuk menghentikan pemerintah yang berkuasa 32 tahun.

Tapi coba lihat efeknya 18 tahun kemudian. Apa KKN masih ada? Beberapa yang dulu teriak berantas KKN, sudah ada yang dipenjara karena kasus KKN. Saya tdk bahas politik atau penegakan hukum, karena bukan bidang saya. Semua berawal dari kata – kata yang menjadi pikiran. Pikiran menjadi tindakan. Tindakan menjadi Kebiasaan. Itu yang dikatakan Mahatma Gandhi.

Ini ada hubungannya dengan ilmu linguistik yang memprogram bahasa kita.

“Jangan bayangkan sebuah apel merah”

Apa yang muncul di pikiran Anda. Eh Malah membayangkan sebuah apel berwarna merah

“Gue udah capek hidup susah“

yang terbayang di pikiran malah gambaran, keadaan atau perasaan hidup susah.

“ STOP LGBT “

yang terbayang malah perilaku LGBT

Seperti hasil riset Maximilian Riesenhuber, PhD (Kepala GUMC Laboratory for Computational Cognitive Neuroscience) di Georgetown University Medical Center mengatakan bahwa neuron di otak kecil mengingat sebuah kata beserta ruang lingkupnya, suatu area yang disebut “kamus visual

Sementara kita bahas 3 dulu (walaupun ada 4 alasan lain yang membuat Anda mulai hari ini harus STOP sebar ANTI LGBT, GANTI dengan Dukung PHN (Perilaku Hubungan Normal)

Apa pula itu PHN (Perilaku Hubungan Normal) ?
Kenapa harus menggunakan kata Dukung PHN (Perilaku Hubungan Normal) ?

1. Anda akan menjadi juru kampanye untuk perilaku normal.

Kenapa ini disebut perilaku normal? Anda yang percaya nenek moyang kita adalah Adam & Hawa pasti percaya yang normal adalah Adam & Hawa. Bukan Adam & Jack atau Adam & Michael atau Adam & Udin.

Kalau kita percaya Adam &Hawa itu normal, harusnya kita juga berperilaku normal seperti nenek moyang. Karena disitu lah awal sifat genetik manusia berasal. Bohong aja riset yang bilang, ada gay itu bersifat genetik. Eh, mgkn bener buat peneliti itu, mungkin nenek moyangnya Adam & Jack. Hehe…

2. Kalau Anda sebar Dukung PHN (Perilaku Hubungan Normal) artinya perilaku hubungan di luar Pria – Wanita adalah TIDAK NORMAL.

Bukankah tidak ada orang yang suka dibilang tidak normal? Kata– kata normal sengaja dimasukkan ke dalam singkatan ini. Karena semua orang paham apa itu arti kata normal.

3. PHN (Perilaku Hubungan Normal) ini ketika dipopulerkan bahkan akan menjadi kajian baru.

Kenapa harus menikah dengan berlainan jenis? berikan alasan , refresh lagi indahnya pernikahan & bahagianya berkeluarga.

Para tokoh parenting dan public figure lebih baik jangan hanya menyuarakan ketakutan, tapi ganti dengan nikmatnya PHN (Perilaku Hubungan Normal). Ganti dengan indahnya PHN (Perilaku Hubungan Normal). Sehingga generasi muda termotivasi& bangga untuk selalu memiliki PHN (Perilaku Hubungan Normal).

STOP atau minimal kurangi menakuti– nakuti, GANTI dengan dukung PHN (Perilaku Hubungan Normal), sehingga orang tua punya panduan dalam mendidik anak untuk memiliki PHN (Perilaku Hubungan Normal)

HIDUP NORMAL......

Ini artikel yg menarik mari kita DUKUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun