Mohon tunggu...
Vsiliya Rahma
Vsiliya Rahma Mohon Tunggu... Lainnya - Seseorang yang suka bermain dengan kata (🕊ϚìӀѵìą འ ą հʍ ą ա ą է ì🕊)

Manusia yang tak luput dari dosa dan hina

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Penyair Tanpa Bayaran

5 Desember 2020   21:43 Diperbarui: 5 Desember 2020   22:42 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Cerita  Mini

Langit terlihat terang tanpa awan hitam meski di tengah malam, bulan bersinar terang benderang menyorot sang bumi yang terlihat amat kecil dipandangannya. Ribuan bintang bercahaya di antara sang bulan, berkelap-kelip bagai sang intan berlian. Indah tapi tak terjangkau, terlihat kecil tapi  sebenarnya besar. Sungguh indah ciptaan Tuhan, ada rahasia dibalik rahasia yang sulit dipecahkan.

Seorang pria tengah duduk beralaskan tikar dan beratap langit malam di depan sebuah gubuk sederhana tempatnya berlindung. Matanya tak lepas memandang sang langit malam yang dihiasi oleh rembulan dan ribuan bintang. Tubuhnya menggigil kedinginan akibat embusan angin malam yang seakan menusuk kulit hingga ke tulang. Dengan berbekal sarung tipis ia menutupi seluruh tubuhnya dari embusan angin malam yang semakin kencang. Sesekali ia mengosok-gosokkan kedua telapak tangannya untuk mendapatkan kehangatan dan menyeruput teh hangat yang menemaninya memandang langit malam.

Seorang wanita datang dan ikut duduk di samping sang pria itu. Hening, keadaan begitu hening tak ada yang ingin memulai obrolan. Sang pria masih asyik memandangi langit malam, sedangkan sang wanita sibuk dengan lamunannya. Senyum yang sedari tadi terus terbit di wajah pria itu kini memudar digantikan dengan tatapan sendu memandang langit malam.

“Lihatlah bulan yang bersinar terang itu, bukankah ia bak ratu yang dikelilingi oleh rakyatnya?” ucap pria itu, masih memandang langit. Sang wanita hanya diam memandang pria yang kini telah menjadi suaminya itu.

“Akh, aku sungguh khawatir. Bagaimana nasib bulan saat tak ada satu bintang pun yang terlihat, apakah ia masih terlihat seperti seorang ratu?”

“Mengapa kau memikirkan nasib sang bulan? Pikirkan saja bagaimana kita hidup kedepannya nanti, jangan membuatku menyesal karena meninggalkan orang tuaku dan memilih hidup bersamamu,” jawab sang wanita kesal.

Pria itu hanya menghela napas panjang setelah istrinya pergi meninggalkannya masuk ke dalam gubuk. Tiba-tiba langit malam yang bertabur bintang itu menghilang begitu pula dengan sang bulan yang digantikan dengan sang surya yang bersinar begitu teriknya.

“Apa yang terjadi?” tanya pria itu pada angin yang berembus.

Hening, tak ada jawaban yang ia terima. Titik-titik air dari langit kini mulai berjatuhan, membasahi tubuh juga tikar yang ia gelar. Pria itu mendongakkan kepala, di atas sana matahari bersinar terik, tapi kenapa bisa ada hujan?

“Mas! Bangun!” Suara cepreng menusuk telinga tiba-tiba terdengar

“Sinta, apa yang terjadi?” tanya sang pria setelah membuka mata. Wanita bernama Sinta itu mengerutkan keningnya.

“Memangnya apa yang terjadi?” tanya wanita itu balik.

“Akh, sudahlah lupakan saja!” Sinta hanya mengangguk.

“Lalu apa yang kau lakukan di sini? Bukankah kau bilang akan pergi ke rumah ibumu, atau ... kau berubah pikiran dan membatalkan perceraian kita?” tanya Ardi

Sinta hanya menggeleng, dia tak mengatakan sepatah kata pun. Wanita itu memilih berjalan meninggalkan Ardi, sedangkan Ardi, dia hanya mengekorinya.

Sinta saat ini tengah sibuk membongkar lemari yang ada di kamarnya, memilah baju dan memasukkannya ke dalam tas. 

"Lebih baik kau jual saja salah satu ginjalmu jika kau ingin aku membatalkan perceraian kita. Setidaknya hasil penjualan itu bisa untuk biaya makan selama setahun untukku," ucap Sinta sebelum pergi meninggalkan rumah Ardi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun