Lagu ini menggambarkan apa yang sedang aku rasakan saat ini, semua yang selama ini menyesakkan hatiku, membuat mataku tak ingin terlelap cepat, selalu menunggu larut menghantarkan jiwaku ke alam mimpi.
Biasanya rasa yang selama ini kumiliki selalu kuutarakan dalam bentuk puisi, sengaja kumainkan jemari, menekan tombol-tombol huruf yang berbaris menjadi kata, setidaknya mampu membuatku melepaskan dan melampiaskan rasa. Jujur aku ini termasuk orang yang tidak bisa menjaga, menutup rapat-rapat perasaan, bisa-bisa makhluk Adam itu --jika peka-- mengerti jelas apa yang kurasa terhadapnya.
Kembali ke lagu Simfoni Hitam. Ingin sekali kuberikan ke dia lagu ini, ingin sekali rasanya dia mendengar sedikit saja apa yang aku rasakan selama ini. Memang belum lama, tapi rasanya hatiku sudah terlanjur dalam mengukir indah namanya.Pernah sekali kutuliskan sebuah puisi untuknya berjudul Entah, mungkin dia menjadi salah satu pembacanya tapi dia tak pernah tahu tahu kalau puisi itu untuk dirinya. Untuk dia yang membuatku belakangan ini menjadi seseorang yang selalu galau. ckckck...
Hahaha, bahasanya galau. Tapi memang benar begitu kenyataannya.
Simfoni Hitam memang hanya sekedar lagu sederhana, tapi kesederhanaannya itu yang secara megah menyuratkan isi hatiku. Benar selama ini diam-diam aku mengagumi dirimu, yang begitu cepatnya mencuri hatiku yang masih ragu memiliki rasa untuk siapa. Tapi pertemuan itu menggoda hatiku yang masih ingin berkelana, saat ini tertambat pada dirimu, entah untuk sementara atau selamanya.
Sebenarnya aku tak pernah membayangkan kalau kamu adalah sosok laki-laki yang akan pernah menempati bangku kosong dalam hatiku. Aku sendiri tak pernah percaya akan rasa ini, tapi aku salah telah membiarkan hati ini bermain-main.
Hingga setiap malamnya aku hanya bisa mencoba hadirkan bayangmu dalam mimpiku, hanya bisa kulihat gambar dirimu, semua hanya bisa kulakukan diam-diam tanpa sepengetahuanmu.
Tapi tak kupungkiri, aku juga selalu bertanya apa kamu juga akan melakukan apa yang kulakukan, setidaknya apakah aku pernah kau pikirkan walaupun itu hanya sejenak, secepat detik berganti? Tanpa kamu jawab seharusnya sudah aku mengerti, tak pernah sedikit pun aku terlintas dalam benakmu.
HUAHAHAHA... NGENES AMAT!!
Mungkin aku yang salah telah membiarkan rasa terlarang ini terus menancapkan akarnya, mengikat, menjerat, dan selalu menyesakkan. Rasanya kalau rasa dalam hati ini berbentuk lembaran dalam buku ingin sekali kucarik lembarannya, kurobek, kuremas, kubakar, dan kuguyur dengan air sisa abu yang ada, hingga tak ada lagi abu kenangan yang tersisa. Dan buku tetap menjadi buku, mungkin hanya lembarannya saja yang berkurang tapi semua tetap rapih, tak ada lembaran kisah yang masih harus terpaksa disimpan dan perih jika membuka dan membacanya lagi. Sayang itu hanya khayalan. Karena pada kenyataannya hatiku bukan lembaran, bukan sebuah buku.
Baru-baru ini aku menyadari bahwa kamu yang kuimpikan tak pernah mengerti apa yang kurasa, meski selalu kutitipkan rindu ini dalam setiap doa dan sujudku --aku memang bukan manusia yang pandai dalam berdoa, sebaik manusia yang lebih baik dariku-- terlihat 'ramah' terhadap seorang wanita yang cukup ku tahu dia cantik wajah dan peringainya. Sadar aku, lelaki mana yang tak cinta akan dirinya. Aku pun sebagai wanita mengaguminya, aku banyak belajar darinya, bukan untuk menjadi dirinya tapi aku belajar menjadi wanita yang lebih baik setidaknya seperti dirinya. Karena aku pernah dengar, lihat, dan tahu kalau laki-laki yang baik akan mendapatkan wanita yang baik pula, begitupun sebaliknya.