Zik, di atas langit kau tak henti mengalihkan pandang matamu, berlinang seperti mencipta sungai yang kau sendiri bermandikan airnya di sana.
Kau juga melihat satu merpati menyenyumi dari arah paling jauh, berbisik dengan lembut. Namun tidak satupun yang dapat mendengar, kecuali hanya kau, adik kau, juga kakak laki-lakimu.
"Sudah waktuku pulang. Dan kau takkan kubiarkan sendirian. Sebab yang jatuh dan mengalir dari langit bukanlah hujan. Tapi air mataku sendiri. Peluklah, rasakanlah, biar kau tak merasa sepi lagi."
Zik, kau tak henti-henti menatap langit tinggi, membiarkan hujan membasahi tubuhmu, tubuh adikmu, kakakmu.
Zik, jika kau dapat meminta langit menjadi lebih rendah untuk kau jarah. Dapat kupastikan, inginmu untuk selalu beranjangsana ke awan-awan putih, mencari kehangatan yang lindap dari tubuhmu. Sembari ingin memeluk merpati yang sekarang menatap di rumah baru.
Riau, Agustus 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H