Mohon tunggu...
Silvha Darmayani
Silvha Darmayani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Sastra Indonesia Universitas Andalas

Everything will be fine

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Eksistensi Sumbang Duo Baleh Bagi Perempuan Minang Kontemporer

17 Maret 2021   14:30 Diperbarui: 18 Maret 2021   06:11 3498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minangkabau memiliki tatanan, struktur, norma-norma hidup, dan sistem nilai dalam mengatur cara perempuan bersikap dan menjaga kehormatan dirinya. Sistem nilai ini disebut Sumbang Duo Baleh atau sumbang dua belas, yang berisi 12 butir sumbang. 

Dua belas perilaku sumbang yang harus dihindari oleh perempuan Minangkabau tersebut adalah sumbang  duduak, sumbang tagak, sumbang bajalan, sumbang kato, sumbang caliak, sumbang makan, sumbang  pakai, sumbang karajo, sumbang tanyo, sumbang jawek, sumbang bagaua, dan sumbang  kurenah.

Sumbang adalah perbuatan yang kurang baik, kurang terpuji dan harus dihindari oleh perempuan Minangkabau agar tidak mendatangkan malu bagi keluarga dan kaumnya. Perempuan yang melakukan "Sumbang Duo Baleh" dianggap tidak bertaratik dalam istilah Minang. 

Jika perilaku sumbang ini dapat dihindari, maka seorang wanita dapat dipandang baik dan dihormati  dalam suku dan kaumnya. Berkembangnya zaman dan semakin canggihnya teknologi menciptakan dampak yang signifikan terhadap karakterisasi perempuan dalam bertingkah laku, berbudi bahasa, dan berpenampilan. 

Perilaku sumbang akan membuat perempuan terjatuh ke dalam perilaku salah serta akan melemahnya harkat dan martabatnya sebagai wanita terhormat.

Derasnya arus globalisasi telah menggantikan ruang nyata ke dalam ruang semu, terlebih kecanggihan teknologi dewasa ini, internet, sosial media serta fitur-fitur terkait telah membawa perubahan sosial di tengah kehidupan masyarakat. 

Sederhananya, bisa kita lihat dari bagaimana masyarakat tempo dulu dalam bersosial, bertegur sapa, tersenyum ramah satu sama lain bila bertemu, berpapasan di jalan, tapi berbanding balik dengan sekarang, semua terpaku oleh benda pipih di tangan atau yang kita sebut android, bahkan terkadang, saat terantuk dengan orang sekalipun masih enggan untuk menyapa, inilah yang menjadi fundamental perubahan sosial di tengah masyarakat, sekaligus cikal bakal terkikisnya kebudayaan asli ke dalam bentuk lain sebagai kebudayaan baru. 

Tak ayal jika perempuan Minang kontemporer ikut terpengaruh dan terbiasa dengan modernitas yang kian maju ke depan. Tidak hanya itu, perubahan mengenai sikap juga turut meluntur, ketika makan misalnya, tak jarang kita dengar perempuan yang mencapak-capak, itu tidak baik, karena termasuk sumbang makan, pun ketika menyilangkan sendok dan garpu sehabis makan, itu hal yang dipantangkan dalam adat dan islam sebab cara itu hanya untuk agama lain. 

Lain pula ketika duduk, hendaklah perempuan duduknya bersimpuh bukan bersila seperti laki-laki, perempuan juga tidak boleh duduk mengangkang, di dekat tangga, di depan pintu karena itu termasuk sumbang duduk. 

Berpakaian bagi perempuan Minang hendaklah yang lapang-lapang, baju kurung, baju basiba, bukan pakaian ketat dan menunjukkan lekuk tubuh, sebab dapat mengundang pikiran buruk laki-laki, itu sumbang pakai. Pergaulan tanpa pernikahan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim adalah hal yang dilarang keras adat dan agama, sebab termasuk sumbang bagaua (pergaulan). 

Lalu, ketika berbicara, haruslah paham dengan Kato Nan Ampek, tahu dengan batas, tidak berbicara yang muluk-muluk, kalau tidak jelas ujung pangkal dan realitanya.  


Eksistensi Sumbang Duo Baleh saat ini menjadi topik yang hampir terlupakan, maka dari itu saya tertarik untuk mengkaji, mengulas serta bermaksud mengingatkan kembali. Ibaratnya seperti air yang menitik di atas batu yang keras, cepat atau lambat permukaan batu itu akan terkikis habis, sama halnya dengan yang terjadi sekarang. Konsentrasi saya adalah perempuan Minang kontemporer, sebab perempuan  adalah simbol yang terhormat dan harus dijaga. Malu seorang perempuan idealnya adalah malu suku atau kaumnya itu sendiri. 

Tidak dapat dielakkan, perilaku perempuan Minangkabau kontemporer mengalami pendegradasian, sadar atau tidak mengikuti tren-tren, fashion terbaru, life style, arus inilah yang mengikis nilai-nilai tradisional. Saat ditanyakan kepada perempuan Minang saat ini, banyak yang tidak mengetahui apa itu Sumbang Duo Baleh.  

Bagaimana mungkin perempuan kontemporer mampu meletakkan dua belas sumbang sebagai batasan yang harus dihindari, sedangkan hakikat dan makna sumbang saja mereka abai dan tidak tahu menahu. Mereka hanya tahu sosial media dengan ragam aplikasinya seperti facebook, instagram, whatsapp, line, twitter karena telah menjadi ruang baru bagi kehidupan mereka. 

Kehebatan teknologi inilah yang mendasari perubahan perilaku perempuan atau gadih Minang kontemporer, dan tidak bisa dipandang sebelah mata atau dibiarkan.


Beragam kasus Perempuan yang ditemukan, salah satunya dikutip dari Komnas Perempuan tentang penggerebekan perempuan yang dilacurkan (pedila) berinisial NN di sebuah hotel di Padang pada 26 Januari 2020 menjadi bahan pembicaraan publik dan media massa. 

Menyikapi pemberitaan penggrebekan tersebut, Komnas Perempuan menilai bahwa tindakan penggerebekan NN merupakan bentuk feminisasi moral yang berakibat kriminalisasi pedila. Dalam feminisasi moral, perempuan dijadikan tonggak moral masyarakat yang mana terkadang cara berpakaian perempuan, pedila, tempat karaoke dan penjualan miras disasar sebagai ruang-ruang maksiat yang harus dibersihkan. 

Berbagai kasus lain yang mengatasnamakan perempuan sudah tidak asing lagi terdengar di telinga, tentu hal ini harus ditangani secara bijak, karena jika tidak, akan berdampak pada perilaku yang menyimpang, pelecehan seksual, penyakit masyarakat, dan menenggelamkan entitas adat juga agama. 

Lalu siapa yang disalahkan atas penyimpangan ini? Kita tidak bisa menjustifikasi bahwa kesalahan mutlak berasal dari perempuan itu sendiri, tapi kita melihat dari pihak terkait yang berperan dalam membentuk karakter perempuan, keluarga sebagai garda utama yang harus membentengi akhlak, baik atau buruknya seorang anak, mengontrol sikap dan tingkah laku, pergaulan juga lingkungannya.

Di Minangkabau sendiri ada tiga orang pemimpin yang memilki andil dalam sistem norma di tengah masyarakat, mengontrol perilaku sosial masyarakat, dikenal dengan Tungku Tigo Sajarangan. Tiga unsur itu adalah Ninik Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai. Masing-masing mempunyai fungsi berdasarkan status sosial mereka di tengah masyarakat. 

Akan tetapi realitas sekarang menunjukkan sistem nilai yang telah beranjak, tidak lagi seperti dahulu yang bilamana seorang perempuan melakukan kesalahan, maka mamak-mamaknya (saudara laki-laki ibu) yang akan menunjukajarkan, menasehati, tapi kini, seolah-olah hanya angin lalu saja, dan berat melakukannya, mungkin karena merasa tidak pantas, perbedaan strata sosial, sehingga merasa tidak berwenang mengatur kemenakannya, dan membiarkan perilaku sumbang terus dilakukan. 

Begitu juga dengan Alim Ulama dan Cadiak Pandai yang mesti lebih kuat lagi menjadi tiang penyangga sistem budaya Minangkabau. Membangkitkan kembali batang tarandam, juga Bundo Kanduang, sebagai limpapeh rumah gadang, yang memiliki peran krusial (penting) dalam memberikan pengajaran kepada perempuan-perempuan Minang, serta menghidupkan kembali dua belas sumbang yang kini memudar eksistensinya.  

Sehingga menjadi dasar ilmu bagi perempuan, genggaman erat dan pijakan kuat ketika menapaki kaki di manapun perempuan Minang berada. Esensi perempuan di Minangkabau bukan berpatok dari cantik rupa yang dimiliki, kepintarannya, harta benda, namun sebaik-baik perempuan dilihat dari bagaimana perempuan itu bersikap, bertatakrama, memiliki adat, sopan santun, agamais, dan berbudaya.

TENTANG PENULIS:
Silvha Darmayani. Mahasiswa aktif Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas.
Alamat email: silvhadarmayani@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun