Kemajuan teknologi informasi pada masa kini tidak dapat dibendung. Setiap orang dapat memperoleh informasi melalui media digital, baik informasi positif maupun negatif. Salah satu informasi negatif yang disebarkan melalui akun facebook adalah tentang pernikahan suku Nias.
Akun facebook yang bernama Maskuddin Harahap membuat pernyataan: "Jika orang Nias menikah, maka pengantin perempuan terlebih dahulu 'ditiduri' oleh ayah dari pengantin laki-laki pada malam pertama atau dengan kata lain, keperawanan pengantin perempuan itu terlebih dahulu "dinikmati" oleh ayah dari pengantin laki-laki". Tentu pernyataan itu tidak benar dan sama sekali tidak ada dalam pernikahan suku Nias.
Baca juga :Rumah Adat Suku Nias
Terhadap tudingan seperti tersebut di atas, kiranya perlu diluruskan atau dibetulkan. Dalam konteks ini, penulis sekaligus menunjukkan kesaksian dari Dr. Niru Anita Sinaga, SH., MH, seorang suku Batak yang menikah dengan orang dari suku Nias. Niru Anita Sinaga sendiri menikah dengan Ir. Tiberius Zalukhu dan dikaruniai dua orang anak.
Pada 25 Maret 2017, sebuah diskusi digelar di Jakarta dengan tema "Mengenal Budaya Suku Nias" yang diketuai oleh Bruno Adolf Richard Telaumbanua. Diskusi tersebut dihadiri oleh Pastor Johannes Hammerle, OFMcap (Budayawan sekaligus pendiri Museum Pusaka Nias), Dr. Drs. Sadieli Telaumbanua, M. Pd (Akademisi), Dr. Hilmar Farid (Dirjen Kebudyaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI), Firman Jaya Daeli (Tokoh Masyarakat Nias), dan Dr. Niru Anita Sinaga, SH., MH (isteri dari salah seorang tokoh masyarakat Nias).
Baca juga :Kabupaten Nias Darurat Lampu Jalan
Dalam diskusi itu, Niru Anita Sinaga lebih banyak memberikan kesaksiannya bahwa gosip tentang pernikahan suku Nias telah didengar sejak lama, bahkan sejak pacaran dengan suaminya. Banyak teman-temannya yang menyampaikan tuduhan negatif terhadap pernikahan suku Nias.
Mereka berusaha meyakinkan Niru, bahwa pacaran dengan orang Nias adalah salah. Bahkan orang tua Niru tidak setuju jika ia pacaran dengan orang Nias. Ternyata orang tua Niru memiliki pandangan yang sama dengan teman-temannya, yaitu tuduhan adanya tindakan menyimpang dalam pernikahan suku Nias.
Namun, Niru tidak menghiraukan ucapan orang tua dan teman-temannya. Ia mempunyai keyakinan, "bila jodoh itu berasal dari Tuhan, maka tentu yang terbaik", tegasnya.
Baca juga : Mitos Masyarakat Nias
Hingga Niru menikah dengan Ir. Tiberius Zalukhu, masih ada anggota keluarga yang menanyakan hal-hal negatif tentang Suku Nias.
Dr. Niru Anita Sinaga, SH., MH sama sekali tidak khawatir dan curiga karena melihat suaminya sangat baik, sejak mereka pacaran. Bahkan mereka tinggal di rumah mertua, beberapa bulan setelah menikah. Tujuan mereka adalah menyesuaikan diri dengan adat istiadat keluarga suaminya, serta masyarakat dan Gereja. Justru Niru mengenal kehidupan sosial masyarakat dan kehidupan rohani yang baik melalui keluarga mertuanya.
Niru merasakan betapa mertua laki-laki dan perempuan sangat mengasihinya. Ia tidak pernah merasakan hal-hal negatif seperti tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh sebagian orang. Selama hampir 30 tahun menikah ia mengalami hal-hal positif. Ia tidak pernah mendengar dan melihat adanya kebiasaan tersebut dalam masyarakat Nias.
Ia mengajak masyarakat Nias agar tidak takut terhadap isu-isu tersebut. Apabila ada teman-temannya dari Suku Batak yang bertanya tentang isu itu, ia selalu bertanya balik, 'apakah mereka bertanya dalam keadaan waras atau tidak?'
Apabila tuduhan miring, terhadap adat pernikahan suku Nias itu benar adanya, maka ia duluan yang melaporkan ke polisi. Ia bahkan menyarankan agar masyarakat Nias tidak perlu menanggapi tuduhan-tuduhan semacam itu.
"Jangan membuang-buang energy yang tidak perlu" kata intelektual itu dengan tegas. Ia menegaskan bahwa tuduhan-tuduhan yang sering dilontarkan itu tidaklah benar dan sangat melukai perasaan orang suku Nias. Maka diharapkan masyarakat berhati-hati dalam menyampaikan pendapat tentang adat istiadat suku Nias.
Sumber:
Buku 'Mengenal Budaya dan Kearifan Lokal Suku Nias', karya Silvester Detianus Gea dan H. Lisman B.S. Zebua (YAKOMINDO, 2018).