Baca juga: Sejarah Singkat Kalender Masehi (Anno Domini)
Kanon 20 yang membahas tentang ketentuan Gerejawi menunjukkan bahwa Paus Sylvester I dan Kaisar Konstantin bertindak sebagai pemberi persetujuan diadakannya Konsili Nicea. Adapun Konsili Nicea dipimpin oleh Hosius dari Kordova, Vitus dan Vincentius (perwakilan Paus), Patriarkh (santo) Alexander dan Eustathius dari Antiokhia.
Kaisar Konstantin hanya bertindak sebagai tuan rumah di kota Nicea. Selain itu, Konsili Nicea dihadiri sekitar 300 orang uskup yang berusaha meluruskan ajaran Arius.[1]
Konsili Nicea mengecam ajaran Arius dan menegaskan Credo yang telah diwariskan oleh para rasul bahwa Kristus 'sehakekat dengan Bapa, Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar'. Hampir semua uskup yang hadir setuju dengan penegasan credo tersebut.
Ada 17 orang uskup yang enggan bersuara dan 2 orang uskup yang menolak menandatangani teks Credo. Dua orang yang menolak menandatangani yakni Theonas dari Marmarica dan Secundus dari Ptolemais. Hasil Konsili Nicea yang ditetapkan mencakup pernyataan iman dari 318 uskup dan 20 kanon.
Berikut adalah pernyataan Iman yang diwariskan para rasul yang ditegaskan kembali dalam Konsili Nicea:
Kami percaya akan satu Allah, Bapa yang Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, dan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan; dan akan satu Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah yang tunggal, yang dari Bapa, Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar.
Ia dilahirkan bukan dijadikan, sehakekat dengan Bapa; segala sesuatu dijadikan oleh-Nya. Untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita, Ia turun dari surge dan menjelma menjadi manusia, menderita dan bangkit pada hari ketiga, Ia naik ke surga, Ia akan datang kembali untuk mengadili orang hidup dan yang mati. Dan [aku percaya akan] Roh Kudus.
Dan barangsiapa yang berkata bahwa ada waktunya ketika Putera Allah tidak ada, atau sebelum Ia lahir Ia tidak ada, atau Ia diciptakan dari benda-benda yang tadinya tidak ada, atau bahwa Ia berasal dari hakikat yang berbeda dengan Bapa, atau bahwa Ia adalah makhluk ciptaan, atau Ia dapat berubah atau bertobat-semua yang serupa itu, Gereja Katolik dan Apostolik meng-anathema mereka.[2]
Baca juga: Latar Belakang Konsili Nicea (325) Seri II