Mohon tunggu...
Silvester Deniharsidi
Silvester Deniharsidi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tinggal di Labuan Bajo

Tertarik pada isu-isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gerakan Mahasiswa sebagai Kelompok Penekan di Tengah Oposisi yang Melemah

23 April 2022   10:00 Diperbarui: 23 April 2022   10:03 2055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada 11 April 2022, mahasiswa yang tergabung di dalam Badan Eksekutis Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) turun ke jalan. Demonstrasi mahasiswa juga berlanjut sampai dengan 21 April 2022. 

Dalam demonstrasinya, mahasiswa tersebut menyampaikan tuntutan menolak wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden. 

Menurut mahasiswa, penundaan pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden tidak sesuai dengan Konstitusi. Di dalam UUD 1945 telah diatur masa jabatan presiden itu hanya dua periode. Wacana perpanjangan Presiden tiga periode dipandang tidak sesuai dengan Konstitusi.

Demonstrasi yang dilakukan oleh masasiswa saat ini harus diberi apresiasi karena mahasiswa telah memberikan suatu proses pembelajaran demokrasi kepada rakyat Indonesia. Demonstrasi mahasiswa tersebut menunjukan mahasiswa memiliki sensivitas yang tinggi untuk melihat realita politik kekuasaan di negeri ini.

Gerakan Mahasiswa Sebagai Kelompok Penekan Di Tengah Oposisi Yang Melemah 

Demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut dapat dilihat dari perspektif teoritis kelompok penekan (pressure group) dalam politik demokrasi. 

Dalam dua kali pemilihan presiden, masyarakat terbelah antara pendukung Jokowidodo dan Prabowo. Yang keluar sebagai pemenang dalam pemilihan tersebut adalah Jokowidodo. 

Pendukung Presiden Jokowidodo akan mendukung  kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden. Sedangkan yang mendukung Prabowo akan menolak dan mengkritisi semua kebijakan Presiden Jokowidodo. 

Dalam konteks demokrasi, kondisi seperti ini belum dapat menghadirkan diskursus demokrasi di ruang publik yang akan melatih warga negaranya berdialog secara objektiv dan kritis terhadap penyelenggaraan kekuasaan. Semuanya terjebak dengan subjektivitas terhadap pilihan sendiri.

Presiden Jokowidodo mempunyai keunggulan dalam membangun koalisi yang begitu kuat baik pada periode  pertama maupun yang kedua. Partai yang kalah pun dirangkul oleh Presiden Jokowidodo ke dalam koalisi. Hampir tidak ada partai oposisi yang kuat, yang bertindak sebagai partai penyeimbang guna mengkritisi kebijakan Presiden. 

Partai-partai yang kalah dalam pemilihan presiden sangat diharapkan menjadi partai oposisi yang berperan sebagai oposan terhadap kekuasaan. Tetapi itu tidak muncul karena partai-partai yang kalah malah tergelincir ke dalam kepentingan politik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun