Dengan dampak-dampak buruk tersebut, negara-negara di dunia berusaha mencari energi alternative untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Dunia saat ini mendorong penggunaan energi hijau (green energy) ramah lingkungan karena tidak mencemari atau menambah polutan.Â
Energi hijau dipandang memiliki keunggulan antara lain dari aspek ketersediaan cukup melimpah, dapat diperoleh dengan biaya yang seimbang, penggunaannya mengurangi atau menghilangkan emisi gas rumah kaca dan dapat diisi ulang. Energi hijau ini dapat diperoleh dari sumber yang ramah lingkungan seperti  sinar matahari, angin, air, panas bumi dan bioenergi.
Tantangan Pemanfaatan Energi Panas Bumi di Flores
Tantangan terbesar pengelolaan energi panas bumi di Pulau Flores saat ini adalah adanya penolakan sebagian masyarakat di lokasi sumber panas bumi. Alasan penolakan pada umumnya didasari adanya pemahaman bahwa  pemanfaatan panas bumi akan merusak lingkungan, mengandung gas beracun hidrogen sulfida (H2S), dan mengganggu air permukaan.Â
Alasan-alasan penolakan tersebut dapat diterima karena masih banyak masyarakat yang belum memahami proses pengelolaan energi panas bumi dan beberapa wilayah pengelolaan panas bumi telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat setempat.Â
Misalnya kejadian kebocoran pada  Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang dikerjakan PT Sorik Marapi Geothermal Plant (SMGP).Â
Akibatnya, lima orang warga Mandailing Natal, Sumatera Utara meninggal dunia diduga akibat gas beracun dari kebocoran tersebut, serta puluhan warga harus dilarikan ke puskesmas. Kejadian tersebut menimbulkan, penggunaan energi panas bumi masih belum menjamin kenyamanan bagi masyarakat.
Pemanfaatan energi panas bumi tidak dapat disangkal akan tetap ada gangguan terhadap lingkungan sekitar, namun dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi panas bumi gangguan itu bersifat sementara.Â
Isu-isu yang terkait dengan pengelolaan panas bumi adalah gangguan terhadap lingkungan sekitar (flora dan fauna), gangguan terhadap atmosphere (polusi udara, suara, air hujan) daerah kawasan hutan akan berkurang dan terganggu (polusi tanah, erosi, stabilitas tanah berkurang) dan kualitas air di lingkungan sekitarnya berubah, dan gangguan terhadap masyarakat.Â
Gangguan terhadap lingkungan disebabkan karena adanya emisi karbon dioksida (C02). Emisi CO2 dari pembangkit panas bumi, meskipun tidak nol, namun sangat rendah dibandingkan pembangkit energi lain yang menggunakan energi fosil. Dampak proyek pengembangan geothermal umumnya sangat terlokalisir dan terkonsentrasi pada saat konstruksi serta mitigasi dapat dengan mudah diterapkan.
Terhadap fungsi hutan, Abimanyu (2010) menegaskan, tudingan bahwa kegiatan pengelolaan panas bumi akan menimbulkan kerusakan hutan sangat tidak berdasar mengingat kelangsungan pemanfaatan panas bumi juga sangat tergantung pada terjaganya kondisi hutan.Â