Mohon tunggu...
Silvester Deniharsidi
Silvester Deniharsidi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tinggal di Labuan Bajo

Tertarik pada isu-isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kebebasan Berpendapat Dan Pembatasannya Dalam Berdemokrasi

18 April 2022   23:42 Diperbarui: 19 April 2022   00:06 1200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu hasil perjuangan gerakan reformasi mahasiswa 1998 yang kita rasakan saat ini adalah lahirnya demokrasi yang di dalamnya warga negara diberi hak untuk bebas mengungkapkan pendapatnya. kebebasan berpendapat ini benar-benar kita rasakan saat ini. Kita bebas mengungkapkan pendapat baik dalam bentuk lisan maupun tulisan yang tidak mungkin kita nikmati pada rezim Orde Baru. Pada rezim Orde Baru, warga negara yang menyampaikan kritik kepada Pemerintah dianggap sebagai kejahatan dan mereka yang melakukannya diberi hukuman. Kebebasan berpendapat yang kita rasakan saat ini bukanlah sesuatu yang kita dapati dengan mudah, namun melalui perjuangan yang dibayar dengan nyawa dari mahasiswa gerakan 1998. Karenanya, kebebasan berpendapat ini haruslah benar-benar membatin di dalam setiap warga negara dengan penuh tanggung jawab.

Kebebasan berpendapat pertama kali dipelopori oleh orang-orang Yunani kuno.  Kata Yunani kuno untuk kebebasan berpendapat adalah parrhesia yang artinya berbicara terus terang. Istilah ini muncul pertama kali dalam sastra Yunani kuno pada sekitar akhir abad kelima sebelum masehi.  Kebebasan berpendapat (freedom of speech) merupakan bagian yang fundamental dari kehidupan demokrasi di Athena sebagai sebuah upaya perjuangan untuk melawan kekuasaan yang tirani. Saat itu, para penguasa memiliki kekuasaan yang sangat besar yang disalahgunakan yang merugikan rakyat. Kebebasan berpendapat ini telah diakui sebagai hak asasi manusia di dalam Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia oleh PBB. Di dalam pasal 19 Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak memandang batas-batas.

Setelah gerakan reformasi 1998 dengan turunnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, lima bulan kemudian, tepatnya pada bulan Oktober 1998, dewan perwakilan rakyat Indonesia menetapkan  Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Inilah undang-undang pertama yang menegaskan hak kebebasan berpendapat itu sebagai hak asasi manusia lahir di Indonesia. Di dalam pasal 1 angka satu (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 menegaskan Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kebebasan berpendapat (kemerdekaan) menyampaikan pendapat ini dapat dilakukan melalui unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum dan atau mimbar bebas. Hal ini juga diperkuat dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 (UU Nomor 39 Tahun 1999) Tentang Hak Asasi Manusia. Di dalam Pasal 25 UU Nomor 39 Tahun 1999 mengatakan setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada tahun 2000, Majelis Permusyawaratan Rakyat mengamandemen (kedua) UUD 1945 dan memasukan kebebasan berpendapat ini secara konstitusional di dalam UUD 1945. Di dalam Pasal 28F UUD 1945, hasil amandemen kedua menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Dengan dimuatnya hak ini ke dalam konsitusi negara, maka hak ini tidak mudah diutak-atik atau dihapus oleh kepentingan-kepentingan politik sesaat. Berbeda ketika hanya pada tingkat undang-undang, dimana masih ada kemungkinan, hal ini akan mudah diutak-atik di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat.

Dalam pelaksanaan kebebasan berpendapat saat ini, ada penilaian bahwa kebebasan berpendapat sepertinya sudah kebablasan atau sudah melampaui batas. Penilaian itu sah-sah saja. Namun hal yang perlu disadari bahwa kebebasan berpendapat itu merupakan ruang yang sudah pasti akan menimbulkan keriuhan, kebisingan bahkan kegemparan. Itu adalah konsekuensi yang harus kita nikmati sebagai negara demokrasi yang memberi hak kepada setiap warga negara untuk mengungkapkan pendapatnya. Ruang demokrasi yang baru kita nikmati kurang lebih baru berjalan dua puluh tahun. Ini ruang yang baru, yang akan terus menerus berproses.

Kebebasan berpendapat mungkin sedikit dirasakan tidak sesuai dengan budaya ketimuran kita. Dalam budaya kita, mengkritik orang yang lebih tua itu tidak sopan, apalagi mengkritik orang yang memiliki kedudukan atau kekuasaan. Anak harus patuh pada pandangan orang tua walaupun apa yang disampaikan itu sudah tidak sesuai konteks dimana kita hidup saat ini. Dulu, mengkritik raja adalah hal yang dilarang. Persis inilah yang terjadi pada rezim Orde Baru, memanfaatkan norma-norma seperti itu sebagai alat untuk mengekang, mengintimidasi dan mengontrol rakyatnya agar tidak mengganggu jalannya proses kepemerintahan. Siapa yang melakukan kritikan, siap menerima hukuman.

Saat ini kita sedang masuk ke dalam tahap pertama yakni merayakan ruang kebebasan berpendapat ini. Sama seperti merayakan sebuah kemenangan, orang akan merayakan kemenangan itu dengan segala keriuhan, kebisingannya bahkan akan mengganggu lingkungan sekitarnya. Tetapi ruang kebebasan berpendapat itu sendiri lebih dari sekedar merayakannnya, di dalamnya akan terus melangkah ke tahap selanjutnya yakni pembatinan nilai dari kebebasan berpendapat itu. Dalam tahap itulah, orang akan memahami dan mulai menemukan arti sesungguhnya menggunakan hak kebebasan berpendapatnya.

 

Pembatasasan pelaksanaan Hak Kebebasan Berpendapat

Memaknai dan melaksanakan hak kebebasan berpendapat ini bukanlah sesuatu yang mudah. Oleh karenanya kebebasan berpendapat itu perlu diatur batas-batasannya agar pelaksanaan hak itu tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain atau bagi negara itu sendiri. Tetapi batasan-batasan itu sendiri tidak boleh menghalangi pelaksanaan kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat itu harus diatur di dalam perundang-undagan yang setara. Pembatasan itu tidak boleh ditentukan oleh kekuasaan semata.

Pembatasan kebebasan berpendapat itu sudah diatur di dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku mulai dari UUD 1945 sampai dengan undang-undang. Di dalam UUD 1945, telah menegaskan prinsip pembatasan tersebut. Pasal 28J ayat (1)  UUD 1945 menegaskan kebebasan (termasuk kebebasan berpendapat) setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Lebih lanjut ayat (2) menegaskan pula dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Pada tingkat undang-undang, pembatasan itu telah diatur di dalam beberapa undang-undang seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi dan sebagainya. Secara umum pembatasan terhadap pelaksanaan hak kebebasan berpendapat itu mencakup; tidak melanggar hak orang lain,kesusilaan, termasuk dibatasi oleh ruang dan waktu.

Pembatasan terkait dengan hak asasi orang lain artinya kebebasan itu tidak boleh diartikan kebebasan yang mutlak untuk mengungkapkan pendapat sebebas-bebasnya yang mengandung fitnah, pencemarann atau merendahkan orang lain yang akan mengganggu harkat dan martabat seseorang. Fitnah adalah perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang. Semua orang pasti tidak mau difitnah. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menegaskan bahwa pencemaran nama baik merupakan suatu kejahatan. Pencemaran nama baik ini termasuk kategori penghinaan yang diatur  mulai dari Pasal 310 sampai dengan Pasal 321 KUHP.

Penghinaan itu dapat dilakukan dalam bentuk penistaan (smaad) baik secara lisan maupun tulisan dan juga dalam bentuk fitnah (laster). Penistaan atau menista itu adalah perbuatan yang menuduh seseorang telah melakukan suatu perbuatan yang memalukan, agar diketahui oleh umum baik secara lisan maupun tulisan. Misalnya kita menuduh seseorang berzina, mencuri dan sebagainya.  Tuduhan tersebut tentu menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Pasal 310 ayat (1) KUHP menegaskan barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Lebih lanjut ayat (2)  menegaskan jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pada era digital saat ini, kasus pencemaran nama baik ini marak terjadi. Banyak sekali masyarakat yang saling lapor karena melakukan pencemaran nama baik. Di dalam Pasal 27 ayat (3) junto Pasal 45 ayat (1)  UU ITE yang menegaskan setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik akan dikenakan pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 28 ayat (1) juga menegaskan agar tidak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Di negara kita saat ini marak kasus penistaan terhadap agama. Kebebasan berpendapat di muka umum, disalahartikan dengan bebas mengungkapkan pendapatnya untuk menghina atau menista agama-agama tertentu,  menyampaikan ujaran kebencian dan menghasut untuk menimbulkan kerusuhan melalui media-media sosial seperti youtube, twitter dan lain-lain.   

Kebebasan berpendapat itu juga dibatasi agar tetap menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum. Kita tidak boleh melaksanakan kebebasan berpendapat dengan mengganggu kepentingan umum. Misalnya kita melakukan demonstrasi dengan cara-cara merusak fasilitas umum. Merusak lampu-lampu jalan ataupun merusak tokoh-tokoh di sepanjang jalan pada saat melakukan demonstrasi atau pawai.

Kebebasan berpendapat itu juga dibatasi oleh ruang dan waktu. Khusus untuk kebebasan berpendapat di muka umum melalui kegiatan demonstrasi tentu tidak boleh dilakukan di tempat-tempat tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional. Juga tidak dapat dilakukan pada hari-hari besar nasional ataupun pada hari-hari raya. Misalnya, demonstrasi tidak dapat dilakukan pada saat perayaan hari Kemerdekaan Nasional pada 17 Agustus. Begitu pula pada saat hari raya keagamaan. Misalnya, demonstrasi tidak dapat dilakukan di Denpasar pada saat seluruh masyarakatnya sedang merayakan Nyepi.  

Kebebasan berpendapat itu juga dibatasi dari segi kesusilaan. Artinya kita tidak boleh melakukan kebebasan berpendapat itu dengan cara-cara yang melanggar kesusilaan seperti mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi Pasal 10 junto pasal 36 mengatakan setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Dengan memahami batasan-batasan tersebut, kebebasan berpendapat itu sangat penting bagi setiap warga negara. Dengan adanya kebebasan berpendapat yang tetap pada jalurnya, akan menciptkan proses terbuka terjadinya saling pertukaran pendapat, ide dan informasi. Hal ini terus dilakukan agar warga negaranya semakin cerdas berbangsa dan bernegara. Menjadi penting diperhatikan agar kebebasan berpendapat itu tidak disalahgunakan sebagai media untuk memecah belah bangsa, menghasut, mengungkapkan ujaran kebencian kepada suku, agama, ras dan golongan-golongan tertentu.

Dalam demokrasi, kebebasan berpendapat itu sangatlah penting dan karenanya tidak boleh ditiadakan. Kebebasan berpendapat merupakan suatu pendobrakan segala pengekangan dogmatis kekuasaan. Dengan adanya kebebasan berpendapat, warga negara akan memberi pengawasan terhadap jalannya kekuasaan yang cendrung disalahgunakan oleh para penguasa. Bayangkan saja, kalau tidak ada kebebasan berpendapat, maka para penguasa akan bebas menjalankan kekuasaannya sesuai dengan kepentingannya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun