Mohon tunggu...
Silvarani
Silvarani Mohon Tunggu... -

Writer: Novel: Ada Apa Dengan Cinta?, Love in Paris, Love in London, Bintang Jatuh, Soulmate On The Backstage, 3 Srikandi, L'Eternita Di Roma, L'Amore Di Romeo, Soulmate on The Backstage, Stories From The Past, Super Didi, and coming soon novels. Non-Fiction: Safe & Fun Traveling to Japan for Girls, 999+ Kosakata Prancis-Indonesia-Inggris

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Janji Kelingking #SchoolFlashFiction

6 Februari 2014   16:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:05 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Haduh! Dia jadi benci atau jijik sama aku nggak ya?!
***

Aku mengunci diriku di toilet anak cowok. Aku tak tahu harus berlari kemana lagi. Aku benci dengan diriku sendiri. Rasanya aku ingin jadi orang lain saja.

Semua anak laki-laki di kelas 6B nyebelin semua! Aku bener-bener malu sama Nesya. Memangnya kenapa kalau aku suka dia?!

Nesya memang bukan anak yang paling pintar di kelas. Ia juga bukan cewek yang paling pintar di kelas. Akan tetapi, ia termasuk pintar di kelas.

Aku memang bukan yang paling bodoh di kelas. Aku juga bukan cowok yang paling bodoh di kelas. Akan tetapi, aku merasa termasuk bodoh di kelas.
***
"Malik! Coba kamu kerjakan soal KPK dan FPB ini di papan tulis!" saat pelajaran Matematika berlangsung, pak guru memintaku untuk menjawab soal. Saking bodohnya, aku yang sudah maju ke depan kelas tak bisa mengerjakan. Kapur putih yang kugenggam hanya kuputar-putar dengan jari. Hampir lima menit aku termenung.

"Kamu gimana?!" pak guru melotot "Nesya! Coba kamu kerjakan soal di papan tulis!"

"Ehem! ehem! ehem! ehem!" situasi kelas mulai nyebelin karena aku dan Nesya sama-sama berada di depan kelas. Rese banget temen-temen! Pada bengek apa?!

Nesya berdiri di sampingku. Kuberikan kapur papan tulis padanya. Begitu ia menerimanya, ia langsung mengerjakan soal itu. Decitan kapur yang terdengar begitu cepat mengartikan bahwa soal itu mudah baginya. Semakin lancar terdengar, semakin besar rasa maluku.
***
Suatu siang di jam istirahat, aku menghampiri Nesya yang sedang menikmati bekal makanannya. Dua sahabatnya sedang jajan di kantin dan meninggalkannya sendirian. Ini saatnya kudekati dia.

"Eh Nesya! Gue boleh nanya sesuatu nggak?" aku duduk di bangku siswa yang berada tepat di depannya.

"Eh Malik! Kok nggak ikutan anak cowok main bola di lapangan?"

"Males! Pasti disuruh jadi kiper! Terus kalo bolanya lolos, dimarain mulu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun