Mohon tunggu...
Silvany Dianita
Silvany Dianita Mohon Tunggu... Psikolog - Pranata Humas Ahli Muda BPSDM Kemendagri dan Psikolog Klinis

When you care for yourself first, the world will also find your worthy of care.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

Apakah Curhat dengan AI Lebih Efektif?

29 Desember 2024   13:00 Diperbarui: 30 Desember 2024   10:39 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi artificial intelligence (AI).(iStockphoto/David Gyung)

Meskipun AI menawarkan banyak peluang, teknologi ini menghadapi beberapa hambatan utama. Kurangnya empati sejati adalah salah satu tantangan terbesar. AI mungkin dapat memberikan tanggapan yang tampak empatik, tetapi respons ini sering kali tidak mampu menangkap nuansa emosional yang kompleks, terutama dalam kasus trauma atau masalah personal yang mendalam. Selain itu, masalah privasi data pengguna menjadi perhatian serius. 

Dalam interaksi dengan platform AI, pengguna sering kali berbagi informasi yang sangat sensitif. Jika data ini tidak dikelola dengan baik, risiko kebocoran informasi dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap teknologi ini. Sebuah laporan dalam jurnal Ethics in Artificial Intelligence (2023) menyoroti perlunya regulasi yang ketat untuk memastikan keamanan data pengguna.

AI juga menghadapi keterbatasan dalam menangani kondisi kesehatan mental yang kompleks. Teknologi ini dirancang untuk menangani masalah-masalah ringan seperti stres atau kecemasan. Namun, dalam kasus seperti gangguan bipolar, skizofrenia, atau PTSD, AI tidak memiliki kapasitas untuk memberikan pendekatan holistik yang dibutuhkan oleh setiap individu. Dalam situasi seperti ini, intervensi langsung oleh profesional kesehatan mental tetap sangat penting. 

Tantangan ini semakin diperparah oleh kemungkinan bias algoritma yang muncul dari data yang digunakan untuk melatih sistem AI. Bias ini dapat menyebabkan respons yang tidak akurat atau bahkan merugikan bagi pengguna dengan latar belakang budaya, bahasa, atau pengalaman yang berbeda dari data pelatihan utama.

Dengan semua keterbatasan tersebut, penting untuk diakui bahwa AI bukanlah solusi tunggal untuk semua masalah kesehatan mental. Sebaliknya, teknologi ini seharusnya dipandang sebagai alat pelengkap yang dapat membantu meningkatkan akses dan efektivitas dukungan kesehatan mental, tetapi tetap dalam kerangka yang diawasi oleh profesional terlatih.

Dalam menghadapi tren penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam kesehatan mental, langkah awal yang harus dilakukan adalah meningkatkan literasi digital masyarakat. Literasi ini tidak hanya mencakup pemahaman teknis tentang cara kerja AI, tetapi juga wawasan tentang batasan teknologi ini dalam konteks kesehatan mental. 

Masyarakat perlu menyadari bahwa meskipun AI mampu memberikan dukungan awal seperti pengelolaan stres atau kecemasan ringan, teknologi ini tidak dapat menggantikan keahlian dan empati manusia dalam menangani kasus yang lebih kompleks atau membutuhkan pendekatan individual.

Peran Profesional Kesehatan Mental dalam Ekosistem AI

Peran profesional kesehatan mental, seperti psikolog dan psikiater, tetap krusial dalam ekosistem ini. Psikolog berperan dalam memberikan terapi berbasis pendekatan empiris seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT), sedangkan psikiater memiliki keahlian dalam menangani gangguan mental yang lebih berat melalui terapi dan pengobatan farmakologis. 

Dalam konteks kolaborasi dengan AI, profesional kesehatan mental dapat memanfaatkan teknologi ini sebagai alat bantu untuk diagnosis awal, pelacakan kemajuan terapi, atau memberikan intervensi yang lebih terarah. Namun, AI tidak dapat memberikan pemahaman mendalam tentang konteks emosional atau sosial yang hanya dapat diperoleh melalui hubungan langsung antara terapis dan klien.

Dengan memanfaatkan AI secara bijaksana, kita dapat menciptakan ekosistem kesehatan mental yang lebih inklusif dan efektif. Teknologi ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan mental, terutama di daerah yang kekurangan profesional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun