Mohon tunggu...
Silvany Dianita
Silvany Dianita Mohon Tunggu... Psikolog - Pranata Humas Ahli Muda BPSDM Kemendagri dan Psikolog Klinis

When you care for yourself first, the world will also find your worthy of care.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Sehat Mental Saat Isolasi Mandiri

27 Februari 2022   11:32 Diperbarui: 3 Maret 2022   15:00 1026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi memakai masker di rumah demi mencegah penularan Covid-19.(SHUTTERSTOCK)

Periode masa pandemi Covid-19 yang sudah memasuki usia 2 tahun sudah banyak membawa perubahan kepada setiap lini kehidupan. Terlebih setiap orang harus "dipaksa" oleh keadaan untuk membatasi aktivitas sosialnya. 

Aktivitas sosial merupakan sebuah faktor penting untuk dapat selalu bergerak dalam kehidupan bermasyarakat dan tentu saja hal tersebut dapat menjadi modalitas utama bagi kerekatan manusia untuk mencapai aktualisasi diri, ekspresi emosi, maupun mengimplementasikan ide pikiran secara langsung. 

Namun, apa yang terjadi saat ini tidak dapat lagi dibendung oleh semua kekuatan manusia selain harus mampu beradaptasi dengan segala konsekuensi di dalamnya.

Kemunculan virus Covid-19 pada akhir Desember 2019 di kota kecil bernama Wuhan, Tiongkok. 

Pada waktu itu, Indonesia masih dalam posisi yang merasa tenang dan terkesan kebal terhadap virus yang ada. Kasus pertama virus Covid-19 masuk ke Indonesia tercatat pada tanggal 2 Maret 2020. 

Presiden Joko Widodo didamping oleh Menteri Kesehatan Terawan saat itu menyebutkan bahwa virus ini telah masuk melalui orang Indonesia yang pulang dari Jepang. 

Pemerintah masih gamang dalam menyikapi masuknya virus tersebut ke Indonesia yang kemudian semakin lama pertambahan kasus mencapai lonjakan yang tak terbendung, menyebabkan banyak orang yang telah terinfeksi, banyak keluarga yang mengalami duka, penurunan nilai ekonomi di masyarakat, melembungnya tenaga kesehatan dalam menangani pasien yang datang ke rumah sakit. 

Di tengah ketidakpastian dan guncangan saat itu, kita menjadi sangat tergantung kepada Pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang tentunya dapat menopang kehidupan, Indonesia mengalami masa sangat sulit dan kesedihan yang luar biasa.

Saya mengamati beberapa kondisi saat itu, pemerintah Indonesia mengeluarkan langkah utama pencegahan virus Covid-19 mulai dari pembatasan masuk ke Indonesia, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), hingga penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dengan skala mikro hingga ke RT dan RW. Dan, kebijakan-kebijakan lainnya yang silih berganti demi melakukan pencegahan penyebaran virus.

Persepsi saya saat terjadi pandemik Covid-19, tentunya hampir sama dengan kebanyakan orang, yaitu mengalami gangguan kecemasan, panik, khawatir, dan ketakutan. 

Setiap hari melihat tayangan televisi, media sosial, bahkan berita-berita yang sulit dibedakan kebenarannya. 

Pada masa itu pun, banyak dunia usaha, pekerjaan, maupun sekolah mulai berubah kondisinya. Setiap orang harus merasa "dirumahkan" dan dibatasi setiap gerakannya dengan alasan potensi bahaya akibat Covid-19.  

Ketika Pemerintah mulai menjadikan sektor kesehatan sebagai prioritas penanganan pandemi Covid-19, pada saat yang sama, masih banyak masyarakat yang tidak percaya akan keberadaan virus ini. 

Hal ini disebabkan karena adanya aturan yang ketat dari pemerintah untuk menerapkan protokol kesehatan dan pembatasan aktivitas masyarakat.

Tekanan pembatasan aktivitas masyarakat memberikan potensi masalah kepada masyarakat utamanya terhadap kualitas kesehatan mental. Orang-orang terpaksa menghentikan setiap aktivitasnya di luar rumah, bahkan harus isolasi diri ketika terinfeksi virus ini. 

Berdasarkan pengalaman, kondisi tersebut bukanlah hal yang mudah dijalani terutama bila belum pernah memiliki pengalaman sebelumnya. 

Bayangkan, seseorang yang terinfeksi wajib menjalani isolasi mandiri selama 10 hari dan harus jauh dari orang-orang sekitarnya. Isolasi mandiri dilakukan agar dapat memutus mata rantai penularan agar tidak menularkan orang lain.

Pengalaman saya terhadap isolasi mandiri adalah hal yang kedua kalinya. Pengalaman pertama terjadi pada tanggal 8 Juli 2021 di mana kondisi saya terkonfirmasi positif Covid-19 dengan kategori Orang Tanpa Gejala (OTG) dan tetap menjalani isolasi mandiri selama 10 hari. 

Kondisi kedua adalah seperti yang terjadi saat bulan Februari 2022, kali ini saya terkonfirmasi positif Covid-19 dengan gejala ringan. 

Hal apa yang bisa dilakukan selama isolasi mandiri? Jawabannya adalah perlu menyehatkan mental, dan meningkatkan produktivitas.

Bagaimana caranya agar bisa lakukan hal tersebut, berdasarkan pengalaman, maka terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan agar kita tetap bisa sehat mental di saat kondisi isolasi mandiri, yaitu:

Pertama, pastikan memiliki tempat isolasi mandiri yang baik. Hal ini bukan dilihat dari seberapa besarnya rumah kita, namun seberapa efisiennya lokasi tempat isolasi bisa memungkinkan seseorang menjadi jauh lebih sehat, seperti memiliki ruangan khusus yang terpisah dari kerabat atau orang di sekitar yang dilengkapi dengan ventilasi yang baik, memiliki kamar mandi terpisah,

Kedua, lengkapi diri dengan informasi yang jelas terkait pedoman isolasi mandiri dari Kementerian Kesehatan, informasi ini bisa diakses langsung ke laman websitenya.

Ketiga, konsumsi obat-obatan yang telah dianjurkan oleh dokter saat isolasi mandiri, kepatuhan kita terhadap anjuran dokter dapat mempercepat pemulihan kita dari infeksi virus.

Keempat, tetap berkomunikasi walau sedang isolasi. Kondisi pandemik memang mempengaruhi komunikasi kita secara langsung, namun perkembangan teknologi tidak membatasi kita untuk tetap menjaga interaksi dengan orang lain. 

Hal ini sangat baik karena ekspresi emosi dalam diri bisa memberikan kelegaan kepada seseorang yang sedang mengalami kekhawatiran dan kecemasan saat isolasi mandiri.

Kelima, jaga pikiran tetap positif. Pikiran yang terbangun secara konstruktif dapat memberikan imun yang baik. 

Banyak cara sederhana yang bisa dilakukan agar pikiran bisa positif, antara lain bisa relaksasi sederhana di tempat tidur, yoga, menulis, membaca, bahkan kita bisa berikan apresiasi terhadap diri sendiri saat melewati hari-hari dengan baik.

Keenam, bagi ide, gagasan, dan buah pikiran melalui tulisan (journaling). Terapi menulis dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengurangi kondisi psikologis saat seseorang berada dalam kondisi yang tidak biasanya, di antaranya kondisi cemas, takut, stres, bingung, depresi. 

Hal yang bisa dilakukan adalah menuliskan pengalaman yang tidak menyenangkan tersebut untuk bisa dilakukan afirmasi yang positif sehingga kondisi imun menjadi lebih optimal.

Ketujuh, istirahat yang cukup. Tentunya kalau kondisi kita sedang kurang prima, jalan terbaik untuk memulihkan energi adalah melalui istirahat yang cukup.

Kedelapan, tetap produktif dan kreatif. Isolasi mandiri bukan berarti harus jadi lemas dan tidak bisa melakukan apa-apa. 

Produktivitas yang baik akan membantu kita dalam menyesuaikan diri dengan keadaan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menyusun aktivitas pekerjaan harian, memfokuskan diri terhadap hal-hal yang bisa dilakukan dan tidak dilakukan, merapikan ruangan kerja atau ruang kamar secara khusus, berolahraga, dan sebagainya.

Kesembilan, konsumsi makanan bergizi dan sehat secara seimbang. Pola makan yang sehat dan seimbang bukan hanya dibutuhkan saat isolasi mandiri saja, kita sendiri perlu mulai memiliki kesadaran akan hal tersebut agar menjadi gaya hidup sehat. 

Konsumsi makanan yang bergizi turut berkontribusi dalam menjaga kesehatan mental baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kesepuluh, berjemur dan hirup udara segar. Terkadang hal ini kita abaikan ketika kita merasa kondisi sehat, namun dalam kondisi apa pun, sinar matahari dan udara yang telah Tuhan sediakan ini perlu kita manfaatkan untuk diri kita sehingga dapat membantu peningkatan kualitas kesehatan mental.

Kesebelas, saling memberikan dukungan terhadap sesama. Efek memberikan dukungan terhadap sesama kita dapat memberikan pemulihan kita secara psikologis, karena pada dasarnya orang lain membutuhkan rasa kasih sayang dan perhatian. Jadi, jangan sungkan ya untuk memberikan dukungan kepada orang lain, kita tidak merasa sendirian.

Kedua belas, hati gembira adalah obat yang manjur. Hal ini penting sekali. Emosi kegembiraan dapat menghalau kita dari stres yang menjadi sumber penyakit. 

Emosi kegembiraan bukan hanya meningkatkan kesehatan fisik, namun juga meningkatkan harapan pemulihan saat kondisi kurang prima.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Hal-hal di atas sudah saya jalankan dalam kondisi isolasi mandiri maupun ketika dalam kondisi sehat. Sesungguhnya, kita memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan perhatian khusus terhadap kondisi kesehatan mental. 

Kesehatan mental itu sangat penting diperhatikan. Kesehatan mental yang baik dapat memberikan pandangan yang positif terhadap diri sendiri maupun orang lain. 

Kesehatan mental harus dijaga dengan melakukan pengelolaan stres yang baik. Stres sebenarnya baik, kuncinya adalah belajar menerima masalah sebagai bagian dari hidup. 

Semangat selama menjalani masa isolasi mandiri dan setelah pulih, jangan jadi lengah, tetap menjadi pola hidup sehat sebagai panduan menjalani kehidupan sehari-hari. 

Semoga bermanfaat dan salam sehat untuk kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun