Puluhan pemuda Desa Sakita yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Peduli Desa Sakita, Kecamatan Bungku Tengah, Kab Morowali melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Desa Sakita. (Kamis, 09/09/2021)
Aksi demo yang dilakukan oleh aliansi pemuda tersebut sebagian dianggap miring oleh masyarakat. Padahal aksi tersebut dimaksudkan untuk menyuarakan kepentingan masyarakat desa Sakita sendiri.Â
Mereka melakukan aksi tersebut, tidak bertujuan untuk menurunkan Kepala Desa dari jabatannya, melainkan sebagai bentuk tabayyun untuk meluruskan segala bentuk persoalan yang termuat dalam tuntutan mereka itu.
Sayangnya, sebagian masyarakat menilai salah terkait aksi demo yang mereka lakukan. Bahkan, sebelum aksi demo digelar, masyarakat yang membela Kades memandang remeh terkait demonstrasi tersebut.
Aliansi pemuda itu bergerak karena mereka peduli dengan desa mereka sendiri. Mereka tidak angkat suara jika tidak ada sesuatu yang aneh terjadi di dalam desa mereka. Dan apa yang mereka pertontonkan adalah sebagai bagian dari kebebasan berpendapat yang telah dilindungi oleh undang-undang. Mereka seharusnya didukung, bukannya malah di judge yang tidak baik dan tidak sesuai fakta ada.
Aksi mereka  mencetak sejarah baru di desa ini, dan ini merupakan sebuah era kemajuan bahwa pemuda di desa ini berani untuk menyuarakan aspirasi mereka sekalipun mereka tinggal di perkampungan yang paling ujung.
Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk kekecewaan mereka terhadap kepemimpinan Kepala Desa Sakita, Abd. Hidar yang telah menjabat selama dua tahun dengan janji-janji yang tidak terealisasikan secara nyata.
Banyaknya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh aparat desa, mulai dari tidak adanya transparansi penggunaan Anggaran Dana Desa (ADD), serta pelayanan Pemdes yang dianggap tidak memenuhi Standar Operasional Prosedur (SOP).Â
Dugaan kurangnya transparansi ADD Â dinilai dari beberapa kegiatan Pemdes Sakita yang dipertanyakan. Mereka menuntut pembangunan desa yang dilakukan Pemdes secara ugal-ugalan tanpa memperhatikan kewajiban pembangunan seperti pemasangan palang untuk kegiatan pembangunan jalan tani, kemudian WC lapangan yang sampai hari ini masih dipertanyakan mengenai papan proyek atau transparansi anggarannya.Â
Hal ini sesuai dengan UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan pemerintah desa berdasarkan asas keterbukaan dan akuntabilitas.
Tidak hanya itu, mereka juga menyesalkan mengenai pengambilan kebijakan Pemdes yang merugikan kepentingan umum. Adapun tuntutan-tuntutan lain diantaranya:
Penolakan penurunan status hutan lindung yang ditetapkan oleh Kades Sakita yang dianggap kontroversi.Â
Penolakan Kades terhadap bantuan pembangunan jembatan Tompaika dari pihak TNI (Koramil/Kodim).
Pelayanan masyarakat yang tidak memenuhi Standar Operasional Prosedur (SOP), seperti penetapan jam kerja Pemdes yang tidak sesuai SOP.
Tidak mampu menyelesaikan masalah dan melakukan tindakan diskriminatif yang meresahkan masyarakat, sesuai PERDA Kab.Morowali No.5 Tahun 2020, pasal 81 ayat 3 Poin K yang menyebutkan bahwa Kepala Desa berkewajiban menyelesaikan perselisihan di masyarakat.Â
Adapun masalah yang belum terselesaikan diantaranya adalah masalah sengketa lahan sepak bola, sengketa lahan masyarakat, dan masalah pengadaan tong sampah  yang sampai sekarang belum terealisasikan.
Sarmin selaku koordinator lapangan Aliansi Pemuda Peduli Sakita (APPS) menyatakan terkait hasil aksi kemarin; "Kami berharap sistem pemerintah desa bisa lebih mengedepankan masyarakatnya, serta bisa menerima saran-saran dari masyarakat, kemudian sistem pelayanan untuk masyarakat sebaiknya tidak bertempat di rumah Pak Kades, dan Sekdes.Â
Ada fasilitas negara yang harus digunakan yakni  Kantor Desa.Â
Dan mengenai jam kerja Pemdes yang tidak disiplin yang seharusnya aparat harus berada di Kantor Desa sesuai jam operasionalnya yaitu mulai dari pukul 08:00-16:00 WITA".
"Kemudian untuk masalah transparansi anggaran diharapkan agar pemerintah desa bisa lebih terbuka kepada masyarakatnya, karena itu adalah hak masyarakat untuk mengetahui ADD, dan terkait masalah pembebasan lapangan sebaiknya cepat diselesaikan. Kasihan masyarakat, khususnya anak muda yang gemar dalam berolahraga tidak bisa menggunakan lapangan tersebut karena masih bermasalah dengan pihak pemilik tanah. Kami harap, pemerintah desa harus secepatnya menyelesaikan masalah lapangan tersebut, ketika persoalan tersebut tidak bisa terselesaikan, lebih baik mundur dari kursi jabatannya", tegasnya.
Selama berlangsungnya aksi demonstrasi kemarin, aksi berjalan dengan penjagaan ketat oleh pihak Kepolisian. Penyampaian orasi yang dilakukan oleh massa aksi tersebut  membuat Kepala Desa Sakita, Abd. Hidar angkat bicara.Â
"Terkait transparansi anggaran itu bukan wewenang saya, itu urusan Sekdes dan bagian keuangan". Ucapnya;
Setelah dilakukannya audiensi oleh Kepala Desa, dihasilkan kesepakatan bahwa mereka siap untuk melaporkan ADD 2020 dan 2021 (tahap awal) pada bulan Oktober mendatang di hadapan seluruh masyarakat Sakita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H