Mohon tunggu...
Silpiah
Silpiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sarjana Akuntansi - NIM 43223110028 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 14 - Diskursus Korupsi Pajak : Antara Res Privata dan Res Publica

13 Desember 2024   08:10 Diperbarui: 13 Desember 2024   08:10 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Modul : Prof Apollo
Modul : Prof Apollo

Modul : Prof Apollo
Modul : Prof Apollo

Modul : Prof Apollo
Modul : Prof Apollo

Modul : Prof Apollo
Modul : Prof Apollo

Modul : Prof Apollo
Modul : Prof Apollo

Modul : Prof Apollo
Modul : Prof Apollo

Modul : Prof Apollo
Modul : Prof Apollo

Modul : Prof Apollo
Modul : Prof Apollo

Modul : Prof Apollo
Modul : Prof Apollo

Modul : Prof Apollo
Modul : Prof Apollo

Modul : Prof Apollo
Modul : Prof Apollo

Modul : Prof Apollo
Modul : Prof Apollo

Pendahuluan

Korupsi pajak merupakan salah satu masalah krusial yang mempengaruhi kestabilan ekonomi dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Pajak adalah sumber utama pendapatan negara yang seharusnya digunakan untuk kemakmuran rakyat secara luas. Namun, korupsi dalam pengelolaan pajak menyebabkan adanya penyalahgunaan dana publik, yang pada akhirnya berdampak pada ketidakmampuan negara memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Dalam diskursus ini, dua konsep yang sering dipertentangkan adalah res privata dan res publica---sektor privat dan sektor publik.

What: Apa Itu Korupsi Pajak?

Korupsi pajak mengacu pada tindakan manipulasi atau penyalahgunaan wewenang oleh individu, pejabat pajak, atau entitas swasta untuk menghindari kewajiban pajak atau memanipulasi perhitungan pajak demi keuntungan pribadi. Tindakan ini termasuk suap, penggelapan, penipuan pajak, serta penyalahgunaan pengembalian pajak atau anggaran yang dikumpulkan dari sektor pajak. Fenomena korupsi pajak tidak hanya menimbulkan kerugian finansial bagi negara, tetapi juga merusak sistem keadilan dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah.

Dalam konteks res privata dan res publica, korupsi pajak dapat dipahami melalui konflik antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Berikut adalah penjelasan bagaimana korupsi pajak terjadi dalam kedua wilayah ini:

1. Korupsi Pajak dalam Res Privata

Res privata mengacu pada wilayah kepentingan individu atau kelompok tertentu, terutama dalam hal harta pribadi, bisnis, dan keuntungan ekonomi. Dalam konteks korupsi pajak, res privata menggambarkan tindakan di mana individu atau kelompok berupaya mempertahankan atau meningkatkan kekayaan pribadi mereka dengan menghindari atau memanipulasi kewajiban pajak.

Contoh korupsi pajak dalam res privata:

Penghindaran Pajak: Individu atau perusahaan berusaha mengurangi beban pajak mereka dengan cara-cara ilegal, seperti menyembunyikan pendapatan, memalsukan laporan keuangan, atau memanfaatkan celah hukum yang ada.

Suap Pejabat Pajak: Untuk mendapatkan keringanan pajak atau menghindari pemeriksaan yang lebih ketat, individu atau perusahaan memberikan suap kepada petugas pajak.

Di sini, res privata mengedepankan keuntungan pribadi di atas kepentingan umum. Pajak yang seharusnya menjadi kontribusi kepada negara untuk kepentingan bersama malah disalahgunakan demi keuntungan individu atau sekelompok orang.

2. Korupsi Pajak dalam Res Publica

Res publica adalah wilayah yang mewakili kepentingan publik atau masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal pengelolaan pajak, res publica berarti bahwa pajak yang dikumpulkan dari masyarakat harus digunakan untuk kepentingan bersama, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik lainnya.

Namun, dalam konteks korupsi pajak, pejabat atau institusi publik yang memiliki wewenang dalam  pengelolaan pajak dapat menyalahgunakan kekuasaan tersebut untuk keuntungan pribadi atau kelompok mereka. Korupsi dalam res publica terjadi ketika:

Penyalahgunaan Anggaran: Pajak yang dikumpulkan untuk kepentingan umum justru digunakan oleh pejabat untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, bukan untuk pembangunan atau kesejahteraan masyarakat.

Pengelolaan yang Tidak Transparan: Kurangnya transparansi dalam penggunaan dana pajak, misalnya ketika alokasi anggaran tidak jelas atau dilaporkan secara tidak akurat, memungkinkan terjadinya korupsi dalam pengelolaan pajak di level publik.

Korupsi dalam res publica menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah karena pajak yang seharusnya digunakan untuk kemakmuran umum malah tidak mencapai tujuan tersebut. Akibatnya, pelayanan publik yang buruk dan pembangunan yang terhambat.

Korupsi pajak dalam res privata dan res publica menggambarkan ketegangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Di satu sisi, individu atau kelompok berusaha mempertahankan kekayaan mereka dengan cara-cara ilegal, sementara di sisi lain, pejabat publik yang seharusnya mengelola pajak untuk kepentingan bersama justru menyalahgunakan kekuasaan tersebut untuk keuntungan pribadi. Kedua bentuk korupsi ini menghambat tujuan dari sistem perpajakan, yaitu redistribusi kekayaan dan penciptaan kesejahteraan sosial.

What: Mengapa Korupsi Pajak Terjadi?

Korupsi pajak terjadi karena berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal melibatkan lemahnya sistem pengawasan, kurangnya transparansi dalam pengelolaan pajak, dan adanya celah dalam regulasi yang memungkinkan terjadinya manipulasi. Sementara itu, faktor eksternal bisa mencakup tekanan politik, ekonomi, atau budaya di mana praktik korupsi dianggap sebagai sesuatu yang wajar atau bahkan menjadi norma sosial.

Korupsi pajak terjadi karena berbagai alasan, baik dari sisi sistemik maupun faktor individu. Berikut adalah beberapa penyebab utama mengapa korupsi pajak terjadi:

1. Lemahnya Sistem Pengawasan dan Penegakan Hukum

Salah satu penyebab utama korupsi pajak adalah lemahnya pengawasan terhadap proses pengumpulan dan pengelolaan pajak. Ketika tidak ada sistem pengawasan yang kuat, pejabat atau wajib pajak bisa dengan mudah melakukan manipulasi tanpa khawatir akan ketahuan. Selain itu, jika penegakan hukum terhadap pelaku korupsi tidak konsisten atau sanksi yang diberikan tidak berat, hal ini tidak menimbulkan efek jera, sehingga korupsi pajak terus berlanjut.

2. Kurangnya Transparansi dalam Pengelolaan Pajak

Transparansi dalam sistem perpajakan sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan. Ketika sistem pajak tidak transparan, masyarakat tidak dapat memantau bagaimana pajak yang mereka bayarkan digunakan. Hal ini menciptakan celah bagi pejabat atau institusi untuk menyalahgunakan dana publik. Transparansi yang rendah memudahkan terjadinya praktik korupsi karena aliran dana tidak dapat dengan mudah ditelusuri oleh publik.

3. Adanya Celah dalam Hukum Pajak

Celah dalam peraturan perpajakan juga menjadi penyebab terjadinya korupsi pajak. Wajib pajak atau pejabat pajak dapat memanfaatkan kekosongan atau kelemahan dalam undang-undang untuk menghindari atau memanipulasi pembayaran pajak. Ini bisa terjadi karena peraturan pajak yang kompleks dan tidak jelas, yang membuka peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk mengakali sistem.

4. Motif Keuntungan Pribadi dan Keserakahan

Korupsi pajak sering kali terjadi karena adanya motivasi pribadi untuk memperoleh keuntungan finansial yang besar. Para pelaku korupsi, baik itu individu, perusahaan, maupun pejabat pemerintah, ingin memperkaya diri sendiri atau kelompoknya dengan memanipulasi kewajiban pajak. Keserakahan, tanpa memikirkan dampak terhadap negara dan masyarakat, menjadi pendorong utama terjadinya korupsi pajak.

5. Budaya Korupsi

Di beberapa negara atau lembaga, korupsi telah menjadi praktik yang dianggap lazim. Budaya korupsi yang mengakar di masyarakat atau instansi pemerintahan membuat praktik korupsi pajak sulit diberantas. Jika korupsi sudah dianggap hal biasa, individu yang bekerja di sektor pajak mungkin merasa tidak ada risiko yang besar ketika melakukan kecurangan, karena lingkungan sosial mendukung tindakan tersebut.

6. Tekanan Politik dan Ekonomi

Korupsi pajak juga bisa terjadi karena adanya tekanan dari kelompok politik atau kepentingan ekonomi tertentu. Misalnya, pejabat pajak atau pemerintah mungkin dipaksa untuk memberikan keringanan pajak kepada perusahaan besar atau pihak-pihak yang memiliki pengaruh politik, sebagai imbal balik atas dukungan atau keuntungan tertentu. Hal ini menciptakan hubungan simbiosis yang korup antara sektor swasta dan pejabat publik.

Secara ontologis, korupsi pajak sering kali terjadi di wilayah res privata yang memprioritaskan kepentingan individu atau kelompok kecil, mengabaikan res publica, yang dalam hal ini adalah kepentingan umum. Keserakahan, keinginan untuk memperkaya diri sendiri, dan lemahnya integritas moral merupakan akar dari tindakan korupsi ini. Seperti yang ditegaskan dalam modul Prof. Apollo, konflik antara res privata dan res publica menjadi inti dari diskursus etika dalam administrasi publik.

How: Bagaimana Korupsi Pajak Dapat Diatasi?

Korupsi pajak hanya dapat diatasi melalui reformasi sistemik yang mencakup pembenahan regulasi, peningkatan transparansi, dan pemberian sanksi tegas bagi pelaku korupsi. Ada beberapa langkah penting yang dapat diambil untuk meminimalisir korupsi pajak:

1. Penguatan Sistem Pengawasan: Pemerintah perlu memperkuat sistem pengawasan internal di lembaga pajak dengan menerapkan teknologi canggih seperti big data dan artificial intelligence untuk memantau aliran dana dan mendeteksi anomali dalam laporan pajak.

2. Peningkatan Transparansi: Setiap transaksi dan penggunaan dana publik, terutama dari hasil pajak, harus dipublikasikan secara terbuka kepada masyarakat. Dengan begitu, warga negara bisa turut serta mengawasi penggunaan dana tersebut.

3. Pendidikan Anti-Korupsi: Pendidikan tentang pentingnya integritas dalam pengelolaan pajak harus diberikan sejak dini, baik di lingkungan pendidikan formal maupun di lingkup pekerjaan. Hal ini penting agar masyarakat memahami peran vital pajak bagi kemakmuran negara.

4. Sanksi yang Lebih Tegas: Penegakan hukum yang tegas dan konsisten terhadap pelaku korupsi pajak juga harus diutamakan. Sanksi yang berat akan memberikan efek jera kepada para pelaku.

5. Penerapan Prinsip Res Publica: Pemerintah perlu menekankan pentingnya semangat res publica dalam setiap kebijakan fiskal yang dibuat. Setiap pengumpulan dan penggunaan pajak harus didasarkan pada kepentingan publik yang lebih luas, bukan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Peran Etika dalam Pengelolaan Pajak

Etika memainkan peran yang sangat penting dalam pengelolaan pajak, baik dalam kerangka pribadi (res privata) maupun publik (res publica). Dalam konteks res privata, etika berhubungan dengan keputusan individu untuk membayar pajak atau memanipulasi kewajiban pajaknya demi keuntungan pribadi. Etika pribadi ini memengaruhi pola pikir masyarakat terhadap kewajiban pajak dan kewajiban sosial secara lebih luas. Dalam masyarakat yang tidak memegang teguh prinsip etika yang baik, seperti kejujuran dan tanggung jawab sosial, praktik korupsi pajak akan lebih mudah berkembang.

Sementara itu, dalam res publica, etika memiliki peran ganda. Di satu sisi, etika dalam ruang publik berfungsi sebagai panduan dalam pembuatan kebijakan yang mencerminkan kepentingan umum. Di sisi lain, etika publik juga mengatur bagaimana pemerintah dan masyarakat berinteraksi terkait dengan penggunaan dana pajak yang dikumpulkan. Misalnya, pengelolaan dana pajak yang tidak transparan atau penyalahgunaan anggaran negara yang dipungut dari pajak akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan dan pajak itu sendiri. Pemerintah harus dapat menjaga integritas dalam setiap langkah kebijakan fiskal yang diambil.

Dalam hal ini, sebagaimana dijelaskan oleh filsuf seperti Immanuel Kant dan John Stuart Mill dalam modul Prof. Apollo, terdapat dua pendekatan etika yang perlu dipahami dalam konteks pajak: etika kewajiban dan etika utilitarian. Etika kewajiban, yang sering dikaitkan dengan pandangan Kantian, menekankan bahwa individu memiliki kewajiban moral untuk mematuhi hukum pajak sebagai bagian dari kewajiban mereka terhadap masyarakat. Di sisi lain, etika utilitarian yang dipopulerkan oleh Bentham dan Mill menekankan hasil atau konsekuensi dari tindakan tersebut---bahwa membayar pajak harus menghasilkan manfaat terbesar bagi kesejahteraan bersama. Kedua pendekatan ini dapat saling melengkapi, namun dalam praktiknya, kadang-kadang terjadi ketegangan antara keduanya.

Daftar Pustaka

Apollo, Prof. (2019). Ruang Publik dan Res Publica: Pajak dan Administrasi Negara. Jakarta: Penerbit Apollo.

Bell, Daniel. (2000). The End of Ideology. Harvard University Press.

Fukuyama, Francis. (1992). The End of History and The Last Man. Free Press.

Piketty, Thomas. (2014). Capital in the Twenty-First Century. Harvard University Press.

Weber, Max. (1978). Economy and Society: An Outline of Interpretive Sociology. University of California Press.

Yamin, Moh. (1945). Pidato di Sidang BUPKI. Arsip Nasional Republik Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun