Ajarannya tidak hanya ditujukan kepada masyarakat Jawa pada masanya, tetapi juga menjadi panduan hidup bagi banyak orang yang ingin mencapai keseimbangan dalam hidup dan menghindari godaan duniawi.
Ki Ageng Suryomentaram tidak hanya dikenal karena ajarannya yang dalam, tetapi juga karena sikapnya yang bijaksana dalam melihat kehidupan dan menerapkan kebijaksanaan tersebut dalam berbagai aspek kehidupan, baik sosial, spiritual, maupun pribadi. Ajarannya memfokuskan pada keseimbangan batin, pengendalian nafsu, dan penerapan nilai-nilai moral yang tinggi dalam kehidupan sehari-hari.
PENJELASAN 6 SA
Ajaran "Enam SA" adalah enam prinsip yang diajarkan oleh Ki Ageng Suryomentaram untuk mencapai keseimbangan batin. Setiap prinsip ini bertujuan untuk membimbing individu dalam menjalani kehidupan dengan lebih bijaksana dan menghindari godaan yang bisa menjerumuskan mereka pada perilaku yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.
1. Sa-butuhne (Sebutuhnya): Kata sebutuhne berasal dari bahasa Jawa yang mengandung makna segala sesuatu yang diperlukan dalam hidup. Dalam ajaran ini, sabutuhne mengajarkan pentingnya hidup sesuai dengna kebutuhan menghindari berlebihan segala hal. Ini bukna berarti hidup dalam kekurangan, tetapi lebih kepada hidup dengan kecukupan dan tidak berambisi untuk memperoleh lebih dari yang diperlukan.Â
Prinsip ini mengajarkan bahwa setiap kebutuhan harus dipenuhi sesuai dengan kebutuhan yang sebenarnya, tanpa berlebihan. Kelebihan dalam kebutuhan materi bisa memicu ketamakan, yang berujung pada korupsi.
2. Sa-perlune (Seperlunya): Saperlune juga berhubungan dengna prinsip kesederhanaan. Dalam ajaran ini kita diajarkan untuk tidak berlebihan dalam segala hal, baik dalam harta, kehormatan, maupun kesenangan. Sapurlune berarti kita hanya mengambil dan menikmati apa yang memang diperlukan dan seharusnya. Dalam konsep ini kesederhanaan adalah kunci utama. Hidup harus dijalani dengan kesederhanaan.Â
Setiap tindakan harus dilandasi oleh kebutuhan yang wajar dan sesuai dengan keadaan. Prinsip ini mengingatkan kita untuk tidak menuruti nafsu yang berlebihan. Sebagai contoh dalam kehisupan bermasyarakat, seseorang yang menerapkan seperlunya akan menajga keharmonisan hubungan tanpa terlalu mencari perhatian atau pengakuan. Mereka akan hidup secara wajar, tanpa berlebihan dalam segala hal.
3. Sa-cukupe (Secukupnya): Sacukupe adalah ajaran untuk menerima kehidupan dengan apa adanya dan merasa cukup dengan apa yang sudah diberikan oleh Tuhan. Dalam konsep ini, hidup yang penuh rasa syukur dan kepuasan batin dianggap sebagai kebahagiaan sejati. Ajaran ini mengajarkan bahwa dengan memiliki rasa cukup dalam diri, seseorang tidak akan merasa kekurangan meskipun dunia sekitar terus berubah dan menuntut lebih.Â
Dengan kata lain, kita tidak akan terjebak dalam perasaan tidak puas yang terus-menerus mencari lebih banyak, melainkan belajar untuk merasa cukup dengan apa yang ada.Mengajarkan pentingnya merasa cukup dengan apa yang dimiliki, tanpa harus mengejar lebih banyak lagi. Keserakahan sering kali menjadi pemicu utama korupsi, dan prinsip ini mengajarkan untuk tidak terjebak pada ambisi yang merugikan.
4. Sa-benere (Sebenernya): Sabenere atau "sebagaimana mestinya." Kata ini mengandung makna yang dalam dan merujuk pada prinsip hidup yang sesuai dengan kenyataan atau keadaan yang sebenarnya, tanpa menyembunyikan atau memanipulasi apa pun. Dalam konteks ajaran spiritual dan moralitas Jawa, sabenere mengajarkan agar seseorang hidup dengan kejujuran, kesadaran diri, dan penerimaan terhadap kenyataan hidup.