Pengalaman masa lalu membentuk asosiasi antara situasi tertentu dengan respons emosional tertentu. Misalnya, mendengar tangisan mungkin memicu rasa simpati karena asosiasi dengan pengalaman masa lalu.
3. Perspektif Kognitif
Kemampuan untuk memahami sudut pandang orang lain secara sadar, yang memungkinkan empati yang lebih kompleks.
4. Resonansi Emosional
Melalui resonansi emosional, seseorang dapat merasakan emosi orang lain sebagai respons otomatis terhadap pengalaman mereka.
Empati dan Moralitas
Menurut Hoffman, empati adalah salah satu dasar utama dari moralitas. Ia percaya bahwa kemampuan untuk merasakan penderitaan orang lain dapat memotivasi individu untuk bertindak secara altruistik dan mencegah perilaku yang merugikan. Namun, Hoffman juga menyoroti bahwa empati tidak selalu menghasilkan perilaku moral. Empati dapat bias, seperti lebih cenderung merespons penderitaan orang yang dekat dengan kita daripada orang yang tidak kita kenal.
Untuk mengatasi bias ini, Hoffman menekankan pentingnya pendidikan moral yang dapat memperluas cakupan empati. Misalnya, anak-anak dapat diajarkan untuk melihat pentingnya membantu orang lain, bahkan mereka yang tidak mereka kenal, melalui cerita atau pengalaman nyata.
Kesimpulan
Teori empati Martin Hoffman menunjukkan bahwa empati adalah proses yang kompleks dan berkembang seiring waktu. Empati tidak hanya melibatkan respons emosional, tetapi juga kemampuan kognitif untuk memahami perspektif orang lain. Dengan memahami tahapan dan mekanisme empati, kita dapat lebih baik mendukung perkembangan empati pada anak-anak dan memanfaatkan empati sebagai dasar untuk membangun masyarakat yang lebih peduli dan berkeadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H