Mohon tunggu...
Raja mataniari
Raja mataniari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bebas

Penulis Realis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Awas, Ilusi Demokrasi Liberal

7 Desember 2017   01:01 Diperbarui: 7 Desember 2017   01:12 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah hampir menjadi azas yang pasti dalam menjamin terselengaranya tata sosial yang adil. Garansi untuk menjawab orientasi sejati rakyat dengan komponen tata laksana kehidupan adalah dengan hukum dan kebijakan yang tunduk pada konstitusi atau landasan bangsa. UUD tahun 1945 hari ini masih menjadi konstitusi bagi bangsa indonesia, orientasinya jelas untuk memajukan kehidupan sosial rakyat, dan bukan memajukan sekelompok elit saja.

Berbagai persoalan yang hadir saat ini adalah dampak dari semakin totaliternya penguasa dalam menentukan kehidupan sosial hari ini, dalam perspektif rakyat dilarang mengganggu lajunya kapital yang tertuang dalam berbagai investasi menjadi jauhlah kepentingan rakyat untuk menjawab segala kepentingannya sendiri. Terdesak dan tercerabut dari posisi sebagai subyek sosial menjadikan rakyat semakin jauh dari peran dan partisipasinya dalam kehidupan sosial.

Sebuah ironi dalam kemanusiaan menjadi nyata di Indonesia, ketika rakyat menyusun kemauannya sendiri dengan jalan organisasi, demonstrasi, dan advokasi persoalannya sendiri dihadapkan dengan refresif. Refresif dilakukan oleh penguasa dengan jalan penyelewengan kebijakan, intimidasi fisik, kriminalisasi sampai pada tuduhan memberontak. Adalah hal lazim hari ini gerakan rakyat di cap negatif seperti mengganggu ketertiban, memprovokasi rakyat, dan orang-orang yang kurang kerjaan menjadi ilusi yang hadir ditengah-tengah rakyat. Sehingga semisal mempertanyakan persoalan normatif di dalam kampus oleh mahasiswa dan siswa adalah hal tabu dan dilarang, padahal dalam konten demokrasi mahasiswa dan siswa adalah bagian dari pada rakyat yang hari ini juga belum mendapat akses pendidikan secara gratis seperti dijamin oleh konstitusi, pendidikan yang ilmiah dan demokratis seperti amanat pembukaan UUD 1945 dan orientasi pendidikan yang dipaksakan kepada kepentingan kapital.

Berbicara kritik atas pendidikan sering dijawab dengan pukulan dari satuan pengaman, dan disini sekali lagi adalah tragedi kemanusiaan. Satuan pengaman atau satpam itu sendiri anak dan bahkan dirinya sendiri masih belum mampu mendapat pelayanan pendidikan secara penuh. Dan ketika berbicara dengan birokrasi kampus dianggap bahwa mahasiswa dan siswa belum dewasa dan tidak boleh mengetahui proses pendidikan dari hulu ke hilir, dan itu adalah warisan feodal yang terus bertahan sampai sekarang.kenyataan adalah pendididikan berbasis kapital menghasilkan angka putus sekolah SD-SMA 11,42% ( data kementerian pendidikan dan kebudayaan)

Begitupun persoalan agraria mulai dari persoalan pertanian, kelautan dan angkasa menjadi menyedihkan karna banyak menciptakan konflik yang berujung pada penggusuran, perampasan bahkan sampai pembunuhan itu terjadi sangat tinggi angka konfliknya. Sekali lagi rakyat tidak dilibatkan dalam setiap keputusan agraria. Hasilnya adalah terjadi 450 konflik agraria sepanjang tahun 2016 dengan luasan wilayah 1.265.027 hektar dan melibatkan 86.745 KK yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Tahun sebelumnya tercatat hanya 252 konflik. (http://nasional.kompas.com/read/2017/01/05/15230131/konflik.agraria.naik.hampir.dua.kali.lipat.pada.2016)

Persoalan di kehidupan perburuhan juga tak jauh beda, mulai dari banyaknya hak normatif yang tidak langsung diberikan dari Upah, status kerja, keselamatan kerja sampai pada hak mendirikan serikat masih manjadi persoalan pelik.

Upaya menggembos hak mogok buruh juga sering dilakukan dengan intimidasi pemberangusan serikat, mutasi sepihak, Pemutusan Hubungan Kerja sampai pada intimidasi fisik yang dilakukan oknum-oknum reaksioner dan tidak jarang berujung kriminalisasi. Aksi Damai buruh ditahun 2016 untuk menolak kebijakan sesat PP No.78 tahun 2015 tentang pengupahan di bubarkan dengan cara yang brutal dan menimbulkan banyak korban luka, dan yang disalahkan adalah buruh. Sekali lagi tragedi kemanusiaan terjadi akibat totaliter dari demokrasi liberal.

Belakangan menjelang penyikapan oleh buruh dan Rakyat di Bulan perlawanan pada momentum hari buruh internasional dan hari pendidikan nasional, pemerintah melalui menteri ketenagakerjaan mengeluarkan surat tertanggal 11 April 2017 No. B.122/M.NAKER/PHI JSK-KKHI/IV/2017 untuk menghimbau Gubernur di seluruh Indonesia melarang aksi mayday dengan dalih hari libur nasional, terkutuklah penguasa hari ini. Rupanya demokrasi liberal semakin memperlihatkan wajahnya yang totaliter yang memonopoli semua wacana, persepsi dan pengartian kehidupan sosial.

Kehidupan sosial hati ini jelas memperlihatkan bahwa sistem demokrasi hanya mengajarkan tata sosial yang menindas dan demokrasi yang totaliter. Dibawah kepentingan kapital untuk menyelamatkan krisis ekonomi global menjadi penting dan ideologi penguasa saat ini, rakyat yang menjadi tumbal untuk kesekian kalinya.

Membangun Politik Alternatif dengan azas Demokrasi kerakyatan.

Kenyataan sosial diindonesia semakin memprihatinkan, idealnya Demokrasi mampu mendistribusikan produk-produk sosial sehingga mampu menjawab segala kebutuhan rakyat. Semisal kondisi di kota dan desa terdapat perbedaan yang sangat jauh, begitu pun realitas rakyat Indonesia timur dan Indonesia barat memiliki perbedaan hubungan sosial yang berhubungan erat dengan laju dan perkembangan cara produksinya. Laju gerak modal kapital akan mendorong produk sosial tidak lagi hanya berbicara kebutuhan subsisten semata, akan tetapi lebih dari itu. Kebutuhan publik untuk memajukan peradaban menjadi penting sehingga tidak hanya soal bisa makan, punya pakaian dan tempat tinggal tapi juga soal hajat publik seperti pendidikan, kesehatan, jaminan sosial sejati dan lain sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun