Mohon tunggu...
Raja mataniari
Raja mataniari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bebas

Penulis Realis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendidikan Indonesia dalam MP3EI, MEA dan Krisis Dunia

26 November 2017   23:44 Diperbarui: 27 November 2017   00:12 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arus ekonomi dan politik yang bernafaskan pasar bebas menjadi satu persoalan bagi pendidikan Indonesia. Bagaimana tidak, segala kebijakan pendidikan mengalami banyak perubahan sejak Pasar Bebas menghinggapi Indonesia mulai masa orde baru. Jika pada masa orde lama pendidikan di siapkan untuk menciptakan manusia yang bermental merdeka dan Revolusioner tidak begitu ketika masa orde baru. Semangat untuk berdaulat di tanah airnya sendiri tidak mengalami frekuensi yang sama pada masa orde baru. 

Semangat pasar bebas menjadi "Tuhan" baru di era orde baru ini. Situasi Dunia paska Perang dunia II dan di lanjutkan pada perang Dingin antara 2 kutub yaitu kubu timur di wakili uni Soviet dan negara Tirai lainnya menjadi sekutu dengan rival Amerika Serikat berserta negara bebas lainnya menjadi konconya, ternyata mampu menyeret indonesia kepada ketidak mandirian. Terbukti indonesia harus mampu merangkul 2 kutub ini dan dimanfaatkan untuk membangun indonesia, sehingga 2 kutub ini bersaing secara tertutup di indonesia, dan kemenangan akhirnya di raih oleh kubu liberalis yang bersemangat Free Marketnya Kapitalisme. Setelah peristiwa 1 oktober 1965, modal asing mulai masuk dengan gegap gempita ke indonesia. Hal ini di tandai 2 tahun setelah tragedi yakni pada 1967 melanggenglah dengan lahirnya regulasi UU penanaman Modal asing No.1 tahun 1967 tanpa batasan terhadap usaha - usaha yang vital. 

Di tengah semangat Developmentalisme paska perang dunia ke dua, Indonesia menjadi lahan empuk koorporasi global, lebih lanjut indonesia semakin terjebak dalam jaring pasar bebas sejak Suharto yang di daulat menjadi Bapak pembangunan secara sembrono memasukkan indonesia dalam agenda GATT pada tahun 1994. Yang mana GATT (General Agreements of Trade and Tariff) adalah biang kerok kekacauan di Negara-Negara yang baru dan Telah Merdeka. 

Kekuatan penuh bank Dunia, IMF dan lembaga keuangan lainnya, PBB yang menjadi forum status quonya pemenang perang dunia ke II melembagakan Ajang Pertemuan GATT menjadi WTO. Sejak saat itu berbagai agenda pasar bebas (Free Trade Area) di berbagai belahan dunia, di Amerika Utara ada NAFTA, di Eropa yang terlebih dahulu membuat corak ini dengan Masyarakat Ekonomi Eropa, lalu yang teranyar di kawasan Asia Tenggara adalah ASEAN FTA yang akan bertransformasi menjadi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Sejak saat itu seluruh sendi Ekonomi dan Politik Indonesia mulai bergeser ke arah Liberalisasi atau pada masa orde baru yang terkenal dengan Istilah Swastanisasi.

Hal di atas perlu disampaikan dalam tulisan ini sebagai pijakan pemikiran tulisan ini dalam menganalisa kondisi pendidikan yang telah menggeser makna penting pendidikan yang dapat menjemput masyarakat yang arif dan sejahtera. Sehingga kita dapat melihat bagaimana pendidikan dimanfaatkan oleh kelompok dan kelas berkuasa untuk mendapatkan tujuan mereka.

Semangat Pendidikan yang asli dari perintis Republik ini kian jauh dari harapan mereka. Jika Ki Hajar Dewantara, Tan Malaka, KH Ahmad Dahlan serta tokoh pendidikan lainnya memulai pendidikan dengan turut serta masyarakat secara jujur dan wajar tidak begitu dalam perkembangannya ketika di kuasai oleh kelompok yang berposisi sebagai pendukung Semangat Pasar Bebas.

Pada masa orde lama dari 1945 hingga 1966 pendidikan masih dipakai oleh sukarno untuk mendukung semangat revolusi kemerdekaan. Sehingga kondisi ekonomi yang masih merangkak membutuhkan sumber daya manusia yang berilmu pengetahuan dalam menunjang kondisi ekonomi tesebut, sehingga hasil kerja sama politik di manfaatkan untuk mengambil ilmu pengetahuan dari barat yang di praktekkan dengan mengirim pelajar-pelajar keluar negeri seperti, Amerika Serikat, Uni Soviet, Cina dan negara lain yang mempunyai hubungan baik dengan Indonesia. Di masa Orde Baru, pendidikan digunakan untuk menyukseskan agenda Developmentalisme yang menggenjot pembangunan infrastruktur secara besar-besaran. 

Mulai dari 1967 sampai 1999 pendidikan dimanfaatkan untuk indoktrinasi semangat pasar bebas, intervensi militer dengan dwi fungsi ABRI cukup signifikan mempengaruhi pemerintah dan terkhusus kementerian Pendidikan. Munculnya gerakan yang meminta mundur sukarno tidak terlepas dari bagaimana militer menyetir pendidikan yang akhirnya melahirkan kesatuan-kesatuan aksi yang di pelopori oleh mahasiswa, pelajar dan pemuda untuk mengahncurkan sisa-sisa paham komunisme dengan memberangus organisasi, atibut dan kader-kadernya. Pada fase selanjut Proyek P4 (Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila) dijadikan cara indoktrinasi terhdap semangat Pasar Bebas nan liberal yang kemudian mampu menjadikan pendidikan gaya kerajaan yang anti-kritik sehingga jauh dari kata ilmiah, obyektif dan berkesinambungan. 

Pada tahun 1978 gerakan mahasiswa yang saat itu jadi corong kritik pendidikan indonesia dihadapkan pada sikap anti demokratik yang menelurkan kebijakan NKK/BKK ( Normalisasi kehidupan kampus/Badan Koordinasi Kampus) yang menghilangkan suara mahasiswa dengan menghapus dewan mahasiswa yang akhirnya mahasiswa dikungkung suaranya. Sedangkan pendidikan dasar dan menengah masih terus di cekoki oleh doktrin P4. Pendidikan yang kehilangan independensinya mulai di komersilkan Sejak 1999, dengan dikeluarkannya PP No.60 dan 61 Tahun 1999 tentang BHMN, gelombang swastanisasi mulai merambah kampus. Pilot projeknya adalah UI, ITB, IPB, dan UGM.

Pada fase ini kita lihat pendidikan di stir untuk kepentingan pembangunan ala barat yang menjunjung tinggi azas free marketnya Adam Smith. Sedari awal pendidikan saat ini tidak mengajarkan bagaimana memahami fungsi pendidikan sebenarnya. Sehingga kaum terpelajarnya hanya mereka yang lahir dari rahim pendidikan barat, misalkan BJ Habibie yang kemudian menjadi Wakil dan menggantikan Suharto setelah kelengserannya pada 21 mei 1998 adalah insan yang di didik secara ilmiah di negara Jerman. Sedangkan mereka yang belajar di Indonesia dibesarkan layaknya katak dalam tempurung tanpa dapat melihat bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan di dunia. Inilah yang terjadi kala pemerintah suharto mengedepankan kondusifitas untuk memenuhi industri asing di Indonesia. Hingga akhirnya indonesia Kolaps dan mengalami krisis pada tahun 1998.

Pendidikan masa orde Reformasi ternyata tidak terlalu mendapat penerangan layaknya pola demokrasi yang tirainya sedikit terbuka. Di era Presiden Gusdur, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono hingga Joko widodo sama sekali sifat pendidikan tidak menyentuh arti sebenarnya. Misalkan beberapa kebijakan yang lahir berurutan di masa pemimpin-pemimpin ini mulai dari UU Sisdidiknas No.20 tahun 2003, UU BHP No.9 tahun 2008, UU PT No.12 tahun 2012 dan berbagai UU dan Peraturan lainnya yang dilahirkan untuk menunjang pendidikan yang berkesesuaian dengan kondisi global saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun