Mohon tunggu...
Siko Dian Sigit Wiyanto
Siko Dian Sigit Wiyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Fungsional Pranata Humas Ahli Muda

Praktisi Humas Pemerintah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ternyata Menaikkan Harga BBM Bersubsidi Itu Tepat

31 Desember 2022   19:21 Diperbarui: 31 Desember 2022   19:34 1103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak argumen mengenai subsidi BBM berseliweran di media, media online maupun media sosial pada sekitar akhir Agustus yang lalu. Namun, masih banyak yang tidak berdasarkan pemahaman yang benar seperti pertanyaan kenapa harus mengeluarkan uang untuk subsidi padahal kita penghasil minyak. Meski Indonesia ini punya sumur minyak, tapi sudah jadi net importir. 

Sejak tahun 2008 Indonesia resmi menjadi net importir. Itu akibat tingginya konsumsi yang tidak dibarengi dengan produksi (esdm.go.id). Jadi pemerintah harus mengeluarkan uang.

Meski harga minyak turun tetap saja harga minyak dalam asumsi APBN hanya sekitar 63 USD/ barrel. Asumsi tersebut diambil berdasarkan informasi pada tahun lalu, sebelum konflik Rusia-Ukraina meletus. Asumsi dasar harga minya mentah merupakan modal awal pemerintah dalam menyusun APBN.

Harga minyak mentah pada akhir Agustus seperti Brent masih di sekitar angka US$ 104 per barrel. Ini belum karena faktor nilai tukar dan ketidakpastian akibat konflik Ukraina-Rusia. Rusia merupakan eksportir minyak mentah kedua terbesar setelah Arab Saudi (katadata.co.id, 2020). 

BBM jenis Pertalite dan Solar relatif aman dengan ketahanan masing-masing mencapai 18 dan 21 hari (Bisnis.com, 29 Agustus 2022). Relatif aman sampai beberapa hari ke depan bukan sampai akhir tahun.

Bagaimana anggaran subsidi dan kompensasi APBN 2022 yang dikatakan sebesar Rp502,4 triliun? Kan katanya saat subsidi itu diberikan asumsi harga minyak mentah sudah USD 100 per barel? Perlu diketahui, perhitungan subsidi tidak hanya masalah harga minyak mentah, tapi juga nilai tukar dan volume barang bersubsidi. 

Volume BBM bersubsidi yang tidak cukup sampai akhir tahun ini, membuat pemerintah harus berpikir ulang. Pemerintah sudah berupaya maksimal agar BBM tidak naik agar inflasi terjaga. Ini demi menjaga momentum pemulihan setelah pandemi Covid-19.

Secara sederhana apa sih yang membedakan Subsidi dengan Kompensasi? Tujuan keduanya sama, yakni agar BBM tertentu harganya lebih terjangkau. Dalam APBN, "subsidi" masuk dalam jenis "Belanja Subsidi" sedangkan "kompensasi" masuk dalam "Belanja Lain-Lain". Kenapa demikian? Karena ada mekanisme yang berbeda dari mulai pengakuan, penghitungan dan, pembayarannya.

Kompensasi ini sebagai subsidi implisit, sementara anggaran subsidi disebut sebagai subsidi eksplisit. Subsidi ada pagu yang tidak bisa dilewati berdasarkan tahun anggaran berjalan. 

Jadi kalau habis dana subsidinya, harga BBM dengan mekanisme subsidi kembali ke harga pasar atau tidak ada di pasaran. Pertalite sendiri misalnya harganya sudah dipatok Pemerintah Rp7.650 per liter. Karena berbagai faktor tadi mekanisme pembayaran seperti kompensasi lebih memadai.

Kompensasi dibayarkan setelah ada audit dari Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit untuk 1 tahun anggaran setelah Menteri Keuangan berkoordinasi dengan Menteri ESDM dan Menteri BUMN dalam menyusun kebijakan dana kompensasi. 

Dengan kata lain, pemerintah juga mempunyai kewajiban untuk membayarkan dana kompensasi untuk tahun anggaran sebelumnya. Itulah kenapa anggaran kompensasi meningkat tajam.

Pemerintah semakin pro rakyat. Banyak anggaran pro rakyat pada APBN 2022 sebagai contoh, Anggaran Kesehatan Rp255,4 Triliun, Anggaran Perlindungan Sosial Rp431,5 Triliun, Anggaran Pendidikan Rp542,8 Triliun, Anggaran Infrastruktur Rp365,8 Triliun, Anggaran Ketahanan Pangan Rp92,3 Triliun. Tidak percaya, ini link-nya 

Sekarang Pemerintah menambah Bantalan Anggaran Perlindungan Sosial. Hal itu dalam rangka untuk membantu kelompok menengah ke bawah terhadap dampak kenaikan BBM bersubsidi, pemerintah sudah melakukan realisasi bantuan tambahan sebesar Rp23,1 Triliun per 14 Desember 2022. 

Realisasi tersebut terdiri dari Rp12,4 Triliun BBM bersubsidi, Rp8,8 Triliun Bantuan Subsidi Upah, dan Rp4,6 Triliun untuk dukungan APBD (Data dari Konferensi Pers APBN KiTA Desember 2022).

 Meski harga tetap dinaikkan pada akhirnya, tapi belanja subsidi BBM tetap ditambah. Belanja subsidi dan kompensasi BBM menjadi Rp650 Triliun. Jika tidak dinaikkan harganya, maka APBN akan semakin jebol. Banyak yang dulu mengira kenaikan tersebut akan memicu dampak inflasi. Namun dengan koordinasi yang kuat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta Bank Indonesia, inflasi cukup terkendali. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Indeks Harga Konsumen (IHK) pada November 2022 terkendali dan masih berada di bawah prakiraan awal. Inflasi IHK secara tahunan tercatat 5,42% (yoy), sehingga dapat dikatakan inflasi terkendali.

Siko Dian Sigit Wiyanto
Pranata Humas Ahli Muda

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun