Mohon tunggu...
Siko Dian Sigit Wiyanto
Siko Dian Sigit Wiyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Fungsional Pranata Humas Ahli Muda

Praktisi Humas Pemerintah

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Memahami Tujuan Pajak dan Utang untuk Masa Depan Indonesia

25 Desember 2021   17:31 Diperbarui: 25 Desember 2021   20:21 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pajak merupakan instrumen penerimaan negara. Peran pajak dewasa ini semakin penting sebagai bentuk alat distribusi pendapatan. Pajak pada umumnya digunakan negara untuk menarik uang dari masyarakat yang mampu dan menyalurkannya ke kelompok masyarakat yang membutuhkan baik secara langsung maupun tidak langsung. 

Tentunya pemerintah tidak sembarangan mengambil pajak dari masyarakat. Pajak tidak diambil secara pukul rata. Pemerintah tidak represif sampai-sampai mengambil pajak tapi kelompok usaha tesebut tidak bisa berkembang. Dalam itung-itungan perusahaan, yang menjadi sumber dana ekspansi perusahaan selain utang adalah laba bersih yang sudah dikurangi dengan beban bunga dan pajak.Pajak yang baik adalah pajak yang adil. 

Salah satu impelementasi prinsip itu ialah adanya Pendapatan Tak Kena Pajak (PTKP). Berdasarkan  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian PTKP, PTKP paling paling sedikit adalah sebesar Rp54.000.000,- setahun atau sebesar Rp4.500.000,- per bulan. Itu belum yang punya istri dan anak. Ini baru satu sisi keadilan pajak di Indonesia. Selain itu, pajak penghasilan saat ini menganut empat jenjang sebagai penerapan pajak progresif dengan skema perhitungan yang berlapis pula.

Masalah tax ratio Indonesia tidak perlu terlalu dipermasalahkan dalam jangka pendek karena ada tujuan yang lebih besar pada jangka panjang. Perlu dipahami dalam setiap pengambilan kebijakan publik terdapat trade off. Tidak ada kebijakan yang menyenangkan semua orang, adanya kebijakan yang diambil berdasarkan pertimbangan terbaik. 

Dari Laporan Kinerja Pajak Tahun 2020, disebutkan ada tiga kebijakan pajak untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga dan melindungi pelaku usaha berpenghasilan rendah sehingga dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tercapai.

Tiga kebijakan tersebut ialah penyesuaian besaran PTKP, penyesuaian batasan pengusaha tak kena pajak (PKP) dan tarif pajak khusus bagi UMKM yakni 0,5% dari omzet. Tujuannya tidak lain agar pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang menjadi lenbih Seperti yang penulis sampaikan sebelumnya bahwa pengusaha butuh ekspansi, salah satunya dari laba bersih setelah dikurangi pajak yang harus dibayar.

Di sisi lain, ada kebutuhan yang mendesak bagi pemerintah untuk mencapai Indonesia maju pada tahun 2045. Hal itu karena bonus demografi. Apakah Indonesia mau seperti Korea Selatan yang berhasil memanfaatkan bonus demografinya atau justru gagal seperti Brazil, itu tergantung kebijakan fiskal dan dukungan semua kalangan. Pada tahun 50-an, Korea Selatan dan Indonesia sama-sama negara miskin, tapi saat masuk tahun 90-an mereka menjadi negara maju karena memanfaatkan bonus demografinya.

Poin penting dalam pemanfaatan bonus demografi adalah kualitas sumber daya manusianya yang didukung oleh pembangunan infrastruktur yang memadai, terlebih Indonesia merupakan negara kepulauan. 

Dengan kata lain, pembangunan fisik dan manusia ini kedua hal yang penting. Pembangunan fisik seperti infrastruktur konektivitas dan sarana dan prasarana layanan publik menjadi sangat penting. Pembangunan manusia diantaranya kesehatan dan pendidikan menjadi sesuatu yang tidak bisa ditunda karena produktivitas dan daya saing sumber daya manusia bertumpu pada kedua hal tersebut.

Berbicara mengenai bonus demografi berarti berbicara mengenai umur, sedangkan umur manusia tidak bisa dihentikan sementara waktu (pause). Kita  bisa kita menabung terlebih dahulu karena umur terus berjalan. Untuk itulah kenapa diperlukan defisit anggaran. Pembiayaan defisit justru untuk menghindari biaya yang lebih tinggi di masa depan. Biaya bunga yang harus dibayar tentu tidak akan sebanding dengan kegagalan dalam mempersiapkan sebuah generasi.

Kalau kita melihat kebijakan pemerintah secara keseluruhan, kebijakan fiskal defisit saat ini menyasar dua hal besar. Pertama agar kalangan usaha terjaga ekspansinya dengan Pemerintah tidak menarik pajak yang sangat tinggi. Ekspansi ini penting karena berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Ekspansi juga penting untuk memberikan stimulus agar daya saing produk baik barang maupun jasa meningkat.

Kedua ialah kebijakan fiskal defisit untuk mengakselerasi peningkatan konektivitas antar wilayah dan menaikkan indeks pembangunan manusia. Konektivitas antar wilayah semakin meningkat dengan adanya pertumbuhan yang masif seperti jalan tol dan jalan nasional, bandara, dan jalur kereta api antara tahun 2014 sampai tahun 2020. Pembangunan infrastrutkur ini selain mempercepat mobilitas penduduk, juga mempercepat mobilitas barang termasuk menurunkan biaya logistik.

Pada tahun 2014, indeks pembangunan manusia (IPM) mencapai 68,90 persen. Pada 2020, IPM 71,94 persen. Kenaikan ini menunjukkan bahwa kenaikan belanja fungsi kesehatan dan pendidikan efektif dalam meningkatkan pencapaian pembangunan manusia (www.indonesiabaik.id). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, angka stunting berhasil ditekan 3,1% dari tahun sebelumnya.

Berbicara mengenai utang, mayoritas negara di dunia bahkan negara maju juga memiliki utang. Contoh ekstrim justru Jepang yang memiliki rasio utang lebih dari 200%. Jepang tidak khawatir karena mayoritas krediturnya merupakan penduduk dalam negeri. Dengan demikian, risiko nilai tukar lebih terjaga. Selain itu isu 'kedaulatan' menjadi tidak relevan.

Bagaimana dengan utang Indonesia, total surat berharga negara non valas ditambah dengan pinjaman dalam negeri sebesar kurang lebih 67,7 persen jika dibandingkan dengan keseluruhan posisi utang Indonesia per akhir Juli 2021. 

Dengan demikian, kontribusi investor dalam negeri perannya semakin tinggi. Diharapkan nantinya investor dalam negeri ini dapat lebih mendominasi pembiayaan utang Indonesia. Oleh karena itu, investasi masyarakat pada Surat Berharga Negara Ritel sangat penting perannya dalam pembangunan. Saat ini Pemerintah sedang membuka masa penawaran Sukuk Ritel SR015. Untuk lebih jelasnya kita lihat pada tautan berikut.

Namun, di masa depan kontribusi dari sektor perpajakan perlu ditingkatkan. Hal ini seiring dengan pemulihan pertumbuhan ekonomi dan semakin meratanya pembangunan dan distribusi pendapatan. 

Kita tentu saja tidak bisa terus menerus bergantung pada utang terlebih saat kemampuan ekonomi Indonesia sudah semakin baik nantinya. Oleh karena itu, reformasi pajak yang saat ini terus berlangsung perlu didukung. Tentu saja masukan dari berbagai kalangan agar pajak mencapai tujuannya yakni mewujudkan Indonesia adil dan makmur secara inklusif dapat tercapai.

Siko Dian Sigit Wiyanto
Pranata HumasAhli Pertama
Kementerian Keuangan

Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun