"Nana, apakah ketika lambungmu kosong maka perutmu keroncongan? dan disaat begitu kau masuk angin. Apa yang terjadi?" Pertanyaan sekaligus jawaban buatku.
" Jika kita bisa mengantisipasi hal ini, bukan tidak mungkin beberapa gelembung yang telah lahir bisa kita tanggulangi juga." Katsumoto berujar optimis.
" Aku tidak yakin, dengan apa? apakah mungkin kita menyelam ke dasar laut lalu menutup lubang itu?" Mungkin, wajar pemikiran ini keluar dariku yang hanya mengerti bagaimana menanam dan melestarikan pepohonan hijau.
"Tidak ada yang tidak mustahil bukan"
" Jadi kau benar akan menyelam?" kataku tak percaya.
" Aku tidak bilang begitu, percuma Profesor Nakajima mati dengan cara memenggal lehernya sendiri jika kita harus menyelam ke dasar laut, Nana."
" Apa kau bilang? Paman- mmh.. maksudku Profesor Nakajima memenggal lehernya?" Aku terkejut seketika, pun Katsumoto seolah tersadar akan perkataannya. " Kau bilang dia mengidap penyakit Greust... greust.. apa itu, ah, aku tidak tahu. Lalu sekarang kau bilang dia memenggal kepalanya?" lanjutku masih dengan emosi yang menggelegak.
" Nana, aku maaf, aku tidak bermaksud menyembunyikan ini darimu." Dia berhenti melangkahkan kakinya di lorong yang mengarah ke ruangan kontrol di laboratorium itu.
"KALAU BEGITU JELASKAN!" Suaraku menggema, diikuti bunyi derit pintu yang terbuka di ujung lorong. Siniji yang mendahului kami tadi keluar, berjalan mendekat.
" Levelnya sudah bahaya." lapornya.
bersambung...