KBBI:
Asumsi (n) 1. dugaan yang diterima sebagai dasar; 2. landasan berpikir karena dianggap benar;
Mengasumsikan (v)Â menduga; memperkirakan; memperhitungkan; meramalkan.
Â
Pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) di atas sengaja saya beri untuk memudahkan anda dalam mengartikan asumsi. Hal yang akan saya coba bahas kali ini memang adalah kata itu, asumsi. Saya mencoba melihat dari perspektif hal-hal konyol dalam kehidupan karena asumsi-asumsi tak mendasar dari orang.
Banyak hal dalam kehidupan yang kita asumsikan. Asumsi itu jauh lebih berpengaruh dari pada ilmu pengetahuan yang jelas dan benar sekalipun. Asumsi sifatnya berbahaya jika tidak dilandasi dengan ilmu pengetahuan.Â
Keilmuan yang berbeda juga dapat memunculkan asumsi yang berbeda pula dalam kasus-kasus tertentu. Semisal keilmuan sains bertentangan dengan keilmuan sosial apalagi keilmuan mistik (seperti yang dimiliki dukun). Asumsi lahir karena ada kasus baru yang belum memiliki teori kebenaran. Meski dianggap benar, nilai kebenaran asumsi masih tergolong lemah.
Berikut hal-hal yang unik dan bagi saya konyol tentang asumsi orang Indonesia terhadap satu kasus:
1. Batu AkikÂ
 Berbicara batu akik berarti berbicara selera, jenis dan "isi" batunya. Coba anda tanya ke pecinta batu akik apa yang membuatnya suka terhadap satu jenis batu akik. Jawaban terbanyak adalah selera (motifnya), jenis batunya, dan isi batunya (efek ketika dipakai oleh orang).
Banyak sekali buku tentang batu yang gampang dijumpai di toko-toko buku sekarang ini. Jika tahun lalu batu akik merupakan hal yang agak kurang populer dan hanya sedikit referensi pengetahuan mengenai perbatuan. Kini batu-batu dengan bukunya menjamur dengan bahasan yang berbeda-beda. Namun semuanya menuju ke pembahasan masalah budaya.
Hingga kini meski banyak buku tentang batu akik dikeluarkan masih belum saya temui buku yang membicarakan mengenai batu akik jenis tertentu yang baik dengan penjelasan ilmiahnya. Semua bersifat asumsi dan asumsi. Dan memang di pasaran batu akik jenis tertentu memiliki pencintanya sendiri-sendiri dengan tingkat keindahannya sendiri-sendiri.
Belum lagi efek ketika orang memakai batu akik jenis tertentu itu masih berupa asumsi adanya. Belum ada penjelasan ilmiah setahu saya yang dapat menjelaskan manfaat menggunakan batu-batu jenis tertentu. Jika pun ada itu masih berupa asumsi-asumsi saja.
2. Mitos Banyaknya Orang Terbunuh di Suatu Tempat
 "Wah disana tempatnya angker, banyak orang mati disana!", pernahkah anda diperingatkan begitu dengan orang? Jika iya dan anda percaya maka anda telah termakan oleh asumsi orang tersebut. Banyak penjelasan ilmiah mengenai kenpa suatu tempat itu berbahaya dan bahkan bisa memakan korban.
Saya percaya adanya makhluk lain selain manusia, namun saya tidak yakin sesuatu itu terjadi karena hal gaib semata. Pastinya harus ada penjelasan ilmiah terhadap sesuatu itu. Ya memang, selama belum ada keilmuan yang mampu menjawab hal-hal aneh biarlah menjadi asumsi dengan penjelasan gaib.
Namun meski hal-hal gaib atau mitos itu mampu dijawab oleh ilmu pengetahuan toh juga asumsi sudah merasuk ke masyarakat dan susah untuk dihilangkan. Masyarakat Indonesia sudah sangat terbiasa dengan penjelasan gaib (mitos) terhadap suatu kejadian, meski itu sifatnya asumsi dan bahaya.
3. Dukun
 Dukun di Indonesia sudah eksis dari jaman dulu. Berbekal alat-alat pemanggil setan, para dukun dengan pastinya meramal, mengobati, bahkan dapat membunuh orang dengan perantara setan (contoh santet).
Nilai asumsi dari si dukun sebenarnya terletak di ramalan dan mengobatinya. Jika membunuh atau menyiksa orang dengan perantara setan saya tidak akan terlalu membahas itu asumsi atau bukan. Alasannya karena itu belum ada di pengetahuan dan pengalaman saya, sehingga saya tidak bisa mengomentari hal tersebut.
Namun pengobatan dan ramalan yang dilakukan oleh dukun boleh saya bilang itu asumsi. Dukun berbeda dengan orang yang memang memiliki kelebihan khusus (memiliki indra ke enam) yang tidak menggunakan hal magis (setan) sebagai perantara.
Keeksisan dukun bagi saya tidak lain karena asumsi orang Indonesia yang menganalogikan dukun dengan orang pintar.Â
4. Berdebat dengan asumsi, bukan fakta dan ilmu
 Pernahkan anda berdebat dengan seseorang? Jika pernah dalam forum dan konteks apa anda berdiskusi? Pernahkah anda menyadari bahwa dalam berdebat kebanyakan dari kita lebih menghadirkan asumsi dari pada fakta dan ilmu yang ada?Â
Di tahun 2013 lalu saya pernah dalam kompetisi debat tingkat universitas. Acaranya sungguh membosankan karena memang banyak peserta yang lebih mengedepankan asumsi dari pada fakta dan ilmu. Mereka banyak menggunakan kata-kata praduga (asumsi) terhadap mosi yang diberikan oleh panitia.
Hingga pemenangnya pun bagi penilaian saya banyak memberi kata-kata yang berupa asumsi daripada fakta dan keilmuan. Padahal sebagai civitas akademika menurut saya tidak pantas untuk mengedepankan asumsi dari pada fakta dan ilmu itu sendiri.
Â
Masih banyak sebenarnya hal-hal yang sering kita lakukan yang mengandung asumsi-asumsi atau mengasumsikan sesuatu. Karena baterai laptop sudah mulai menipis maka saya putuskan untuk menyudahi tulisan kali ini. (AWI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H