Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Guys....
Back to my kompasiana channel,,
Oke kali ini saya akan membuat suatu tulisan yang sedikit berbeda dengan yang biasanya, yang biasanya tentunya materi yang sedikit saya fahami mengenai ekonometrika, yaitu mata kuliah saya. Namun kali ini berbeda, yaitu pengalaman saya sendiri mengenai Indonesia. Berhubung karena saya sendiri orang Indonesia, hehehe....
Namun yang jelas, saya merasa sedih dengan tulisan yang akan saya buat kali ini,bagaimana tidak sedih? Cerita ini bukan sekedar fiktif belaka, namun realita dari penilaian teman-teman saya dari Negara lain,eits dari Negara lain ya, bukan Dunia lain :-p . bukan berarti saya pernah berkunjung ke luar negeri ya, tapi Karena mereka pelajar luar negeri yang sedang menuntut ilmu di Indonesia, khususnya kota Medan. Dan mereka berkewarganegaraan Thailand, namun pernah menimba ilmu juga di Negara Malaysia.
Oke, jadi begini kronologis ceritanya........
Dihari selasa tanggal 12 Desember 2017,berhubung Karena saya sedang menjalani semester 5, jadi dosen pembimbing menyatakan untuk melakukan study tour sekalian untuk observasi mengenai perusahaan besar dari asing yang membuat usahanya di Indonesia. Dan Perusahaan nya adalah PT Coca Cola Amatil Indonesia yang berada di Jln Yos Sudarso simpang Martubung. Disitu kami di kasih Informasi mengenai perusahaan, baik Asal usul nya, proses pembuatannya, proses pengelolahan limbahnya, proses distribusinya, system marketingnya, dan bahkan diluar layar bagaimana PT Coca Cola memberikan bantuan untuk warga sekitar yang ada dekat dengan perusahaan tersebut dan bahkan sesi Tanya jawab yang dirasa sangat bermanfaat. Dimana biasanya, saya hanya tahu produk Coca Cola yang dibeli dari minimarket saja, sekarang saya berkesempatan untuk melihat proses pembuatannya, saya merasa beruntung mengikuti acara ini.
Ketika acara study tour sudah selesai dilaksanakan, para peserta pun mulai meninggalkan lokasi satu persatu. Karena kami mau mengisi waktu, kami berniat untuk mengunjungi rumah teman yang lokasinya dekat dengan perusahaan tersebut yaitu di Belawan, sambil menyambung silaturahmi yang terjalin. Setelah 1-2 jam disana,akhirnya acara makan-makan pun selesai sampai pukul 4 sore, dan kami pun berniat untuk pulang kerumah masing-masing Karena waktu untuk menempuh rumah masing-masing hampir 1,5 Â jam'an, akhirnya kami pamit untuk pulang, dan ketika itu kami pergi dengan 4 orang mahasiswi Thailand tersebut. Kami pulang menggunakan angkutan kota, yang biasanya dipanggil angkot.
Sesampainya di angkot, saya tepatnya duduk berhadapan dengan mahasiswi Thailand tersebut. Dan dia berkata kepada saya, " Di Medan kotor ya, banyak sampah" dengan logat Melayu nya yang kental, disitu saya terdiam.terus mengatakan, "iya, orang Medan jorok, gak sadar sama kebersihan, trus kalau di Thailand gimana, ada macam ni tak?" sambungku yang sedikt berbahasa seperti Upin Ipin. Dan dia melanjutkan pembicaraan "tak, di Thailand bersih, tak  ade sampah, di Malaysia pun same,tak ada sampah walau sekecil pun,ada ranting kayu sikit langsung dikutip, saye 2 tahun di Malaysia, di semua daerahnya same, taka de sampah , taka de sampah menumpuk-numpuk macam tu( menunjuk sampah yang terperangkap di pinggiran rel yang ada percis di Pelabuhan Belawan)"
Dari perkataan nya itu bagaikan menampar saya sebagai warga Indonesia, Â saya malu. Walaupun bukan saya yang melakukan, tapi yang dia katakan itu Negara saya, tanah air saya, saya lahir disini, hidup disini,belajar disini, bekerja disini, dan mungkin akan mati disini. Bagaimana bisa, warga Negara asing menilai seperti itu ke Negara Indonesia, saya bukan benci mereka, yang saya kesalkan adalah kenapa Indonesia ini tak sadar akan negaranya sendiri, tidak peka akan lingkungannya, sampai warga asing pun miris untuk melihatnya.
Awalnya saya melakukan pembelaan terhadap Indonesia, dan saya mengatakan, "iya memang, Indonesia ni luas, masyarakatnya banyak, di Medan saje, mungkin rakyatnya sama macam masyarakat yang di Thailand, sama macam di Malaysia, tapi memang iya, mereka jorok, tak menjaga lingkungan" lantas dia mengatakan, "iya, tak salah masyarakatnya, salah pemerintahnya yang tak mengatasi permaasalahan di Negara nya." Kata-kata itu yang terakhir ku dengar, sebelum aku berpura-pura mengatakan kepada nya " kak, saya ngantuk lah, tidur kejab yee?". Padahal saya tidak benar-benar tidur,angan-angan saya melayang memikirksn nasib Indonesia ini, bagaimana nasibnya 5 atau 10 tahun lagi.?
Mengetahui kebenaran bahwa Indonesia akan mengalami kebanjiran yang tidak selesai-selesai di berbagai wilayah .Karena sedang menghadapi musim hujan, dan kebanyakan mereka justru mengutuk-ngutuk nikmat dari Allah .padahal tanpa disadari justru mereka lah yang menyebabkan masalah itu terjadi. Masyarakatnya membuang sampah sembarangan, terutama dipinggiran sungai, Pemerintahnya hanya memberikan dana APBN di akhir Tahun, dengan alasan menutupi belanja tahunan,entah memang benar atau tidak.
Yang jelas pembangunan Parit terasa sia-sia mengingat pembuatannya terhalang oleh banjir yang sedang melanda. Belum lagi di daerah pedesaan. Mereka mengeluh banjir terjadi Karena kiriman dari puncak, sedangkan di puncaknya sendiri tak merasa diguyur hujan,lantas dari mana air datang? Mereka tak sadar bahwa ulah tangan nya yang menebang pohon sembarangan yang menyebabkan tanah tak bisa menampung air hujan yang biasanya air hujan ditahan oleh akar pepohonan. Lantas kalau seperti ini mereka juga tak sadar akan perbuatannya?
Sedangkan ditelevisi, masyarakat disuguhi dengan tontonan tidak mendidik, seperti gossip terbaru para artis, dan itu menjadi rating pertama yang disukai penonton, padahal, gak ada hubungannya kita dengan kehidupan mereka, dan masyarakat pun terlalu sibuk mengurusi dunia keartisan , padahal urusan di lingkungannya sendiri pun amburadul.
Yang kedua masyarakat terlihat jenuh, Karena berita yang dilihat hanya berita pejabat yang korupsi dana APBN lah, masalah kekerasan rumah tangga, masalah begal motor,masalah narkoba,utang luar Negeri,permasalahan pangan, masalah pembunuhan, masalah pemerkosaan,masalah demo mahasiswa,yang lebih parah lagi adalah adanya provokator yang membuat penontonnya membenci suatu agama dan permasalahan-permasalahan yang terjadi seperti itu itu saja yang membuat penontonnya enggan lagi untuk mengikuti.
Oh Indonesia ku, sebenarnya masalah-masalah itu kebiasaan atau penyakit di Indonesia sih? Kenapa dari dulu tak ada habis-habisnya, dan terkesan semakin parah. Kenapa di Indonesia remaja-remaja nya cendrung disuguhi tontonan negative, pikiran negative yang pada akhirnya mereka akan melakukan perbuatan yang negative juga.
Saya akui di Indonesia memang bukan Negara Islam, tapi tak bisakah di Indonesia bisa menghormati aturan di agama masing-masing, dan bukankah dari setiap agama diajarkan bagaimana cara menjaga lingkungan, menjaga ketoleransian, menjaga keseteraan,menjaga NKRI? Kenapa di Indonesia cendrung merasa bangga atas kesalahan yang dikerjakan? Menciptakan suasana kondusif di Negara, mengutamakan kepentingan golongan di bandingkan kepentingan pribadi? Kemana Indonesia dengan tingkat solidaritasnya? Kemana Indonesia yang diperjuangkan para pahlawan yang mengorbankan jiwa, raga dan hartanya?
Perkataan teman saya dari Thailand itu seperti tamparan kepada kita semua, seharusnya kita intropeksi kepada jiwa masing-masing, untuk mengesampingkan ego masing-masing untuk dapat membuat Indonesia kedepannya jauh lebih baik lagi, agar tak ada lagi korupsi,tak ada kriminalitas,tak ada permasalahan-permasalahan akibat ulah manusia lagi.
72 tahun Indonesia merdeka justru terasa semakin parah. Berhenti menyalahkan orang lain, seharusnya perbaikan dimulai dari diri sendiri agar kedepannya menjadi pribadi dan Negara yang lebih baik lagi. Berani berkata seperti ini bukan berarti saya menyalahkan salah satu pihak atau golongan, yukk kita rubah Indonesia bersama-sama. Agar para pahlawan di alam sana tidak kecewa dengan perbuatan kita yang seolah tidak menghargai balas jasanya yang sudah dipertaruhkan bertahun-tahun melawan penjajah dan ego pribadi.
HIDUP INDONESIA
Atas nama mahasiswa yang merasa malu dengan pribadi manusia yang ada di Indonesia. Semoga tulisan ini membuat kita semua sadar akan kelakuan dan perbuatan kita. Mungkin sampai sini aja tulisan saya. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H