Petama, independensi. Independensi atau kemandirian adalah karakteristik pesantren yang dibangun atas dasar kesadaran dan cita-cita kyai. Independensi hadir sejak perjuangan mendirikan pesantren yang terus melahirkan cabang kemandirian baru, seperti independensi finansial, kurikulum, metodelogi, dan ekonomi. Dalam era pandemi independensi harus ditingkatkan, itulah yang dilakukan oleh pesantren Cipasung, khususnya asrama Selamet, mereka membangun independensi ekonomi --kantin-, dengan modal awal dari pengusrus sebesar Rp 1,5 juta kemudian hasilnya untuk kesejahteraan santri. Sama halnya dengan pesantren Cipasung, pesantren As-Shulahaa Kabupaten Tasikmalaya selama pandemi santri di pesantren tersebut dilatih budidaya ikan di sawah, ternak domba, dan menanam bibit albasia.
Kedua, internalisasi atau penguatan. Internalisasi dalam konteks ini adalah internalisasi yang berhubungan dalam berbagai hal pengajaran (pengajian), metodologi, tradisi, dan esensi pesantren. Realisasi kegiatannya adalah diadakan pengajian kilat --posonan atau pasaran-, jam pengajian, kajian kitab, dzikir rutinanan bertambah. Dengan kegiatan tersebut otomatis produktivitas santri meningkat.
Ketiga, integrasi atau pembauran. Pembauran dalam konteks ini adalah pembauran tradisi, cara, media, dan metodologi yang akan membentuk sebuah tatanan tradisi baru yang disesuaikan dengan keadaan zaman. Tradisi santri tradisional yang notabene menutup diri terhadap teknologi tetapi dalam kajian kuningnya masif dan santri revisionis dengan keadaan terbalik dapat diambil jalan tengah dengan melaksanakan kegiatan kajian kitab kuning via sosial media, penulisan intisari kitab kuning yang di publish di internet dan sosial media.
KESIMPULAN
Pemaparan di atas merupakan telaah atas pesantren yang berbasis pembaruan dan kekinian dengan berfokus pada realita dan potensi santri baik santri tradisionalis dan rivisionis. Angka yang tidak sedikit menunjukan potensi yang dimiliki cukup baik sebagai pengembangan dan ketahanan di tengah-tengah situasi dan keadaan sekarang. Dualisme santri dipandang mengalami dikotomi padahal tidak demikian, realitasnya dualisme tersebut dapat berjalan dengan trilogi kompromistis pesantren. Yaitu sebuah pengembangan trilogi untuk menghadapi era pandemi. Trilogi kompromistis harus dijalankan bersamaan untuk menghasilkan tujuan yang maksimal; independensi dipandang sebagai hakikat pesantren, internalisasi untuk tradisi dan metodologi, dan integrasi sebagai kemajuan hakikat, tradisi, dan metodologi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H