Negeri ini dibangun oleh daerah, bukan oleh Partai Politik! Itulah fakta sejarah. Fakta filosofis dan historis. Â Â Â Â
Diperlukan puluhan tahun untuk menyadarkan para politisi bahwa pembangunan bukan dilakukan oleh pusat untuk kemajuan daerah, tapi justru orientasi pembangunan di daerah harus lebih diutamakan untuk memajukan Indonesia.
Ingat pemberontakan PRRI Permesta? Itu juga ekspresi daerah untuk menuntut haknya. Cara menuntut hak berbagai rupa, bisa juga berujung pada separatisme. Maka segala hal ihwal mengenai daerah harus diperhatikan. Tanpa daerah tak ada Indonesia!
Tapi partai politik selalu mengklaim. Harus politisi yang mengatur, mengendalikan dan lama kelamaan jadi pemburu rente. Lihat saja; berdasar Survei oleh Global Corruption Barometer (GCB) yang disusun Transparency International April-Juni 2016, DPR RI dipandang masyarakat Indonesia sebagai lembaga negara paling korup. Maka tak heran jika anggota DPR RI bergantian naik panggung pengadilan hadir sebagai saksi atau tersangka.
Ayo sadarlah, daerah itu penting dan karena itulah DPD RI sebagai lembaga keterwakilannya dibentuk melalui Amandemen Ketiga UUD 1945. Supremasi MPR digeser dalam parlemen dua kamar (bikameral); lembaga perwakilan politik yaitu DPR dan lembaga perwakilan teritorial adalah DPD RI.
Sayangnya semangat pengakuan akan eksistensi daerah ternyata tak lama. Parpol unjuk gigi lagi menganggap diri paling penting. Agaknya ada gejala ‘dimensi politik,’ lupa pada hakekat. UU MD3 dilahirkan, dan kepemimpinan dirampok dari pemenang Pemilu. Kepemimpinan di DPD RI agaknya juga refleksi dari kepemimpinan di DPR RI. Hanya menjaga status quo.
Kelemahan DPD RI seakan dipelihara. Sistem bikameral yang banci malah dipaksa seolah henti. Posisi tawar DPD RI tak berusaha dinaikkan; hanya bisa mengajukan Rancangan Undang Undang, ikut membahas Rancangan UU tanpa boleh ikut dalam menetapkan atau memutuskan, memberi pertimbangan, dan dapat melakukan pengawasan.
Posisi tawar DPD RI rendah, kurang bertaji atau tidak bertaring. Itulah sebabnya hasil kerja DPD RI dianggap kurang efektif. Â Pemerintah Pusat tak mengabaikan, dan Pemerintah Daerah hanya melihat sebelah mata. Anggota DPD RI sulit memposisikan dirinya dalam politik pembangunan daerah. Survey pada LSIN menyebutkan bahwa kinerja DPD RI tidak efektif.
Terlepas dari polemik hukum atas keluarnya Keputusan Mahkamah Agung, tapi sebagian besar anggota DPD RI membutuhkan profil pemimpin yang bisa memiliki daya dobrak menembus kebuntuan. Mereka membutuhkan DPD RI kuat melalui kepemimpinan baru yang kuat, berwibawa, produktif, bermartabat.
Apa yang sebaiknya dilakukan untuk keluar dari kebuntuan politik ini? Yang segera diperlukan adalah bagaimana mengimplementasikan dan menindaklanjuti Keputusan MK No. 92/PUU-X/2012 tentang Tugas dan  Wewenang DPD RI pada Undang Undang MD3 dan UU PPP.
Hal berikutnya adalah mengefektifkan komunikasi politik antara DPD RI – DPR RI dan Pemerintah. Komunikasi politik memerlukan posisi kesetaraan supaya ada posisi tawar yang kuat. Hubungan tripatrit DPD RI – DPR RI – Pemerintah saat ini ibarat tungku tiga kaki yang tidak sama sisi. Tiga kaki tungku yang pincang.
Orang boleh memandang sebelah mata pada Oesman Sapta Odang (OSO) Anggota DPD RI Senator Kalimantan Barat. Tapi ternyata sosok kontroversial ini yang mereka butuhkan untuk memimpin DPD RI sd 2019. OSO memang suka menyeruduk, menubruk kemapanan dan status quo.
OSO memiliki hubungan alamiah dengan Jokowi, relasi saling dukung tanpa syarat. OSO juga bukan kebetulan adalah Ketua Umum Partai Hanura. Partai bisa digunakan sebagai ‘pemukul’ jika diperlukan, bukan untuk egoisme partai semata tapi supaya sistem bikameral menjadi nyata.
Maka peran OSO penting sebagai figur pemersatu melalui dialog dengan semua pihak. Jadi jangan terlalu khawatir gaduh saat kocok ulang pimpinan DPD RI. Tampaknya yang begituan terpaksa harus dilalui, siapa tahu begitu jalannya supaya transformasi Anggota DPD RI menjadi senator nasional bisa diwujudkan.
Kepemimpinan baru DPD RI memang sedang diuji. Tapi tak usah putus berpengharapan. Masih ada asa dibalik OSO. (#)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI