Prasetyo menambahkan, selain menggandeng aktivis HAM, peran dari DPR, Jajaran Komnas HAM, dan pihak pengadilan, juga sangat diperlukan dalam rangka menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia. "Ini bukan hanya tanggung jawab Kejaksaan, tetapi tanggung jawab kita semua," ucap Prasetyo. (sumber:kompas.com)
Perlawanan dari Prabowo juga sudah terlihat secara nyata usai dilantiknya HM Prasetyo. Simak saja pernyataan Prabowo yang mendukung Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum Golkar. Seperti yang saya tuliskan di artikel berjudul 'Otak KMP, Ical Tidak Terbendung di Munas Golkar', Partai Golkar dan Ical adalah kunci penting menjaga solidnya KMP.
Upaya penggalangan dukungan dan kekuatan politik Prabowo juga terlihat dengan pembentukan KMP di DPRD beberapa provinsi. Bahkan di deklarasi KMP DIY, pendukung Prabowo dengan keras meneriakan 'turunkan Jokowi, ganti Prabowo. Memang, KMP tidak hanya menjadi kekuatan Prabowo, partai-partai dalam KMP juga memiliki kepentingan tersendiri dengan kekuatan politi di KMP. Tentunya kerjasama yang saling menguntungkan.
Dari pemaparan diatas, sudah jelas terbaca mengapa Jokowi lebih memilih HM Prasetyo dibanding tokoh lain yang layak menjadi Jaksa Agung. Namun tidak mudah menyimpulkan, apakah tujuan Jokowi menyeret Prabowo itu karena persoalan politik sebagai rival Pilpres atau karena murni karena aspirasi rakyat yang meminta penuntasan pelanggaran HAM yang salah satunya mengarah ke Prabowo.
Yang jelas, tugas HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung sangat berat dan menghadapi banyak perlawanan secara politik. Perlawanan itu tidak hanya mengancam Prasetyo, tetapi juga mengancam kedudukan Jokowi. Apalagi masalah HAM juga berkaitan dengan petinggi partai pendukung Jokowi sendiri.
Jika Wiranto, Luhut Panjaitan AM Hendropriono bergabung dengan kekuatan Prabowo tentunya penuntasan pelanggaran HAM kian berat. Bukan tidak mungkin, Jokowi berkompromi dengan pelanggar HAM dan pada akhirnya HM Prasetyo dikorbankan. Dan muaranya, keluarga korban dan pejuang HAM akan kembali gigit jari.
Akhir kata, berhasil tidaknya penuntasan kasus HAM tergantung dari kemampuan politik HM Prasetyo untuk menggalang kekuatan. Jika Prasetyo bisa menggalang kekuatan politik di DPR dan rakyat Indonesia maka kasus HAM masa lalu bisa dituntaskan dan begitu juga sebaliknya. Makanya bukan hal aneh jika posisi Jaksa Agung diberikan kepada seorang politisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H