[caption id="" align="aligncenter" width="512" caption="Foto 1"][/caption]
Segarnya udara pagi, suara jangkrik dan kicauan burung. Persis seperti di film-film Indonesia yang mengisahkan suasana desa di tahun perjuangan. Itulah sekilas gambaran desaku. Di Desa Margototo perbatasan antara Kota Metro dan Kabupaten Lampung Timur. Kira-kira 24 tahun lalu seorang anak dilahirkan di desa ini. Tumbuh besar di sebuah keluarga petani sederhana.
Anak ini tumbuh dengan segala keterbatasan dan ketidakmampuan sebuah kelurga kecil petani. Berbekal tekad dan keras kepala yang nampaknya memang penyakit turunan, anak ini tumbuh tidak seperti anak-anak lainnya. Sifat keras kepalanya membawanya ke sebuah petualangan hidup yang mengesankan. Keliling Indonesia, bahkan sempat juga menikmati suasana Eropa di Singapura. Namun tak sedikit penyakit keturunan ini mendatangkan masalah. Sebut saja S, guru di SD tempatnya mengeyam pendidikan dasar pernah menjadikannya murid teladan tapi juga sekaligus menyematkan gelar sebagai murid dengan perangai terburuk karena berani menentang guru. Akibatnya segenggam permen melayang dengan mulus di pipi kanan si anak. Tulisan ini tentu tidak akan membahas mengenai si anak. Saat ini si anak telah berubah menjadi orang yang lebih baik, Insyaallah. Setelah 12 jam menempuh perjalanan dari Jakarta ke Metro, bus Damri yang saat ini sangat popular menjadi sarana angkutan dari Metro ke Jakarta menghentikan lajunya di sudut kota kecil bernama Metro. Begitu turun dari bus mewah itu, aroma segar udara pagi khas campuran air sawah dan tanaman hijau padi yang baru berusia kira-kira 40 hari menyegarkan jantungku. Jalanan ramai anak sekolah dan petani yang menuju ke tempatnya masing-masing, dan lalu lalang kendaraan dari dan ke pasar terdekat membuat rindu dengan kampung halamanku semakin menjadi. Ini sebagian dari suasana Metro. Kota kecil. Agrarisnya terlihat dari banyaknya sawah yang mengelilingi kota ini. Di sudut lain berdiri kokoh gedung-gedung tinggi hingga 10 lantai. Rumah burung Walet. Metro memang dikenal dengan ternak Waletnya yang konon bisa menghasilkan duit ratusan juta rupiah untuk per kilogram sarangnya. [caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="Foto 2"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H