Padahal, hanya waduk-waduk itulah penyangga kebutuhan air untuk seluruh wilayah Batam. Jika hujan, air masuk membawa sampah, persediaan yang terbatas itu akan tercemar. Dampaknya, mungkin akan sangat merugikan masyarakat.
Idealnya, BP Batam tidak dibiarkan sendirian mengurus persoalan air baku. Meskipun konsesi atas air dipegang Adya Tirta Batam (ATB) dari BP Batam, namun menjamin air baku tetap tersedia menjadi tanggung jawab bersama.
Pemerintah Kota Batam mestinya mendukung dengan wewenangnya untuk mengurangi faktor resiko dan cemaran penampungan air baku akibat banjir. Persoalan paling mencolok adalah gagalnya sistem persampahan kota.
Benang kusut persoalan sampah yang tidak diurai membuat banyak warga kemudian memilih melemparkan sampah ke saluran air. Saat hujan tiba, gorong-gorong mampet dan diikuti oleh luapan air. Kondisi tak jauh berbeda juga terjadi di wilayah pesisir.
Di kawasan Bengkong, Sekupang, Telagapunggur, bahkan di Tanjungpiayu dan Nongsa, sejumlah kanal penghubung daratan ke laut kerap dipenuhi sampah kota.
Ke depan, seluruh pemangku kepentingan mestinya dapat duduk bersama, mencari solusi dan berbagi tugas. Bukan hanya untuk mengatasi banjir saat hujan tiba, namun juga dalam rangka menjamin sumber air baku yang terbatas jumlahnya tidak tercemar.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H