Sebuah siang di hari Sabtu
Kita berbincang pada suatu pertemuan yang direstui semesta
Di cafetaria ujung taman itu kita saling berhadapan
Memesan dua mangkuk sup hangat dan dua gelas minuman dingin kesukaanmu
Hari yang sedikit lengang
Di langit jauh matahari terkadang sembunyi dalam arak-arakan awan yang datang dari utara
Di cafetaria yang tak terlalu sibuk itu hal-hal bersamamu adalah sesuatu yang manis yang aku catat dalam kepalaku
Perlahan kau sesap air dingin di depanmu
"Terimakasih, kau selalu tahu kesukaanku," katamu pelan
Dan kau tersenyum
Aku menikmati senyummu seperti halnya aku menghidu aroma siang yang mendung
Teduh, menenangkan
"Apa yang akan kau kenang sekiranya takdir tak lagi mengantar kita dalam kebersamaan? Saling melupakan atau kah saling mengingat?" tanyamu
"Entahlah. Aku tak tahu seperti apa warna hariku tanpa mu," kataku pelan
Di selatan langit perlahan berwarna pekat
Barangkali hujan telah siap mengantarkan basah dan irama kesunyian
Dua sup hangat telah kita habiskan
Hanya tertinggal dua mangkok kosong yang diam
"Semoga bukan kepedihan yang kita catatkan," katamu pelan
"Aku akan mengekalkanmu dalam segala hal yang pernah. Kita yang pernah bersama, dan segala mu yang pernah tinggal di ingatanku."
Gerimis telah turun
Kita menyudahi percakapan hari itu dengan saling menggenggam
Sebelum akhirnya waktu mengantarmu berlalu dari hadapanku
Membawa onggok rindu yang tetap merimbun dalam segala adamu
Jogja, 05082017
10:25
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H