Dari dua tema HAM dan Terorisme, pernyataan Prabowo juga senada, terorisme di Indonesia bisa diatas apabila pemerintah melakukan investasi besar-besaran untuk mendeteksi ancaman teror dari luar.
Apa arti pernyataan tersebut? Pemerintah membeli alat-alat canggih saja atau dibarengi dengan wewenang tanpa batas seperti Kopkamtib di era Orde Baru.
Dalam bayangan saya, Prabowo berniat kembali mengembalikan lembaga Kopkamtib seperti jaman sang mertua mengingat Prabowo ingin investasi besar untuk mencegah terorisme. Apakah artinya punya tehnologi canggih untuk memantau ancaman teror bila tak memilik wewenang hukum?
Saya lebih tertarik dengan jawaban Kyai Ma'ruf Amin, kyai NU ini dengan tenang menjawab bahwa untuk mengatasi terorisme perlu dilakukan pendekatan-pendekatan persuasif dan manusiawi terhadap kelompok-kelompok teroris itu. Deradikalisasi dengan pendekatan non-militer menjadi perhatian Kyai Amin, berlawanan dengan cara Prabowo dengan pendekatan militer.
Saya yakin bila Prabowo mendapatkan kesempatan menjadi Presiden, hutang RI bakal melejit berlipat-lipat, namun tak jelas peruntukan. Bisa jadi hanya untuk menaikan gaji dan memberikan fasilitas lebih ASN tanpa melakukan pengawasan kinerja mereka.
Boleh jadi ASN bakal disiplin, toh menurut mereka disiplin saja gampang kalau gaji sudah tinggi, namun untuk produkitif belum tentu. Buat apa capek-capek, kalau tidak produktif digaji tinggi.Â
Kedua soal terorisme, Prabowo membanggakan dirinya adalah pendiri satuan Penanggulangan Teroris (Gultor), apa yang dibanggakan apabila ujung-ujung menghilang orang yang dicurigai tanpa proses pengadilan fair.
Bila seperti itu sama hal mengembalikan era otoriterisme seperti jaman Orde Baru. Saya pribadi tidak rela bila Indonesia kembali seperti masa lalu dimana hukum hanya menjadi alat penguasa untuk menindas kebebasan demokrasi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H