Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Gerakan Politik Radikal Sayap Kanan, Sebuah Ancaman Peradaban NKRI

13 Januari 2019   19:09 Diperbarui: 13 Januari 2019   19:17 1679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya, Kementerian Agama tahun 2018 pada laporan 4 tahun pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla menyimpulkan Indeks Kerukunan Beragama di Indonesia turun dibandingkan tahun - tahun sebelumnya. Penyebabnya, menurut laporan itu antara lain 2 (dua) yaitu, pertama: pengaruh Pilkada serentak tahun 2017, kedua: pengaruh perkembangan informasi HOAX dan Kebencian di media sosial.

Tak berlebihan bila Kemenag RI berkesimpulan seperti itu, drama politik pada Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2017 telah membuka secaranya nyata keberhasilan gerakan politik sayap kanan dalam menyemai bibit radikalisme yang melahirkan sikap intoleransi sosial dan politik.

Tak berlebihan bila hasil penelitian Setara Institut menempatkan DKI Jakarta dalam 10 kota dengan Indeks Tolenransi Rendah, secara tidak langsung merupakan cerminan dari peristiwa politik penuh haru biru kebencian Agama dan Ras pada Pilkada 2017 di DKI Jakarta

Gerakan politik radikal sayap kanan dan politik identitas mendapat angin segar untuk berkembang setelah 10 tahun rezim SBY memelihara kelompok ini untuk mendukung mendukung eksistensi politiknya. Tercatat, Hizbut Tahir Indonesia (HTI) adalah gerakan politik radikal sayap kanan yang berkembang pesat pada era SBY, cabang - cabang berada di seluruh Indonesia dan sukses membangun jaringan efektif untuk mendukung gerakan politik mereka.

HTI dalam retorikanya selalu menyatakan organisasinya tidak membahayakan NKRI, faktanya dalam manifesto politiknya tersurat ingin menggantikan ideologi Pancasila dangan ideologi mereka. Artinya HTI tidak akan mentoleransi kelompok - kelompok berbeda pandangan politik, apalagi terhadap pemerintah sebagai penjaga ideologi pemersatu bangsa, yaitu Pancasila.

Bila saat ini HTI terlihat bisa bekerjasama dengan kelompok di luar garis ideologinya sebatas aksi taktis untuk bertahan dan berlindung dari pihak - pihak yang mengancamnya. Ketika pemerintah JKW-JK tak lagi memperlakukan HTI secara istimewa seperti pemerintah SBY, HTI kehilangan patron politik meski mempunyai massa signifikan tapi kehilangan daya tawar politik.

Dalam kontestasi politik Pemilu 2019, aliran politik terbelah ke dalam dua kubu Paslon 01 dan Paslon 02, secara kasat mata JKW - Amien didukung oleh kelompok nasionalis, sayap kanan moderat dan masyarakat sipil (civil society), di pihak Paslon 02 berkumpul bersatu juga kelompok - kelompok politik aliran sayap kanan yang dulu pernah menjadi peliharaan pemerintahan SBY dan patron Prabowo dalam membangun kepentingan politiknya sejak jaman Orde Baru.

Kubu Paslon 02 terus membantah pihaknya didukung kelompok sayap kanan radikal dan menuduh pihak Paslon 01 didukung radikalis, seperti diungkapkan Hidayat Nur Wahid salah satu timses Paslon 02. Pentolan PKS ini adalah pembela sejati kelompok politik sayap kanan radikal, bahkan ketika BIN merilis ulama-ulama bergaris politik radikal, Hidayat berusaha mengaburkannya dan menuduh BIN sembarangan mengumbar data rahasia ke masyarakat.

Sebenarnya tak mengherankan, PKS tempat bernaung Hidayat menolak Pancasila sebagai asas tunggal dalam RUU Ormas. Sikap ini aneh,  PKS berdiri dibawah ranah hukum positif NKRI tapi tak mengakui Pancasila dengan segala alasannya. Bahkan pihak PKS menawarkan klausul asas lain yang tidak bertentangan dengan Pancasila, tentu saja usulan PKS ditentang kelompok Islam tradisional yaitu PKB. Lewat Wakil Sekjen PBNU Sulton Fatoni pernah mempertanyakan niat politik PKS ini.

"Kalau tidak mau Pancasila sebagai asas berbangsa dan bernegara, agenda apa lagi yang sedang disusun untuk masa depan negara ini?" ucap Fatoni kepada duta.co (8 Mei 2917)

Faktanya, aksi radikal di pihak Paslon 01 masih dalam tataran untuk membangun NKRI lebih baik, bukan bertujuan untuk meruntuhkannya dan membangunnya dengan ideologi baru. Masyarakat umum pasti akan bingung dengan perdebatan soal gerakan radikal politik sayap kanan ini, sebab memang dibuat membingungkan oleh mereka agar mudah disamarkan aksinya dalam meruntuhkan peradaban NKRI yang sedang giat kita bangun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun