Hal ketiga yang saya tatap sebagai unsur penyebab lain adalah sumber dari segala yang diajarkan di sekolah, yaitu kurikulum. Sebagai gambaran, saya pernah mengajar Bahasa Indonesia menggunakan kurikulum pemerintah New South Wales, Australia selama lebih dari 10 tahun, lalu saya mengajar Bahasa Indonesia menggunakan KTSP dan Kurikulum 2013. Perbandingannya begini: di Australia, pelajaran bahasa selama 2 tahun para siswa dituntut menguasai sekitar 15 Kompetensi Dasar dan waktu yang diberikan adalah 6 Jam Pelajaran per minggu. Sementara KTSP menuntut sekitar 35 Kompetensi Dasar dikuasi murid selama 1 tahun dengan waktu yang diberikan 4 Jam Pelajaran per minggu. Memang ada perubahan di Kurikulum 2013, tapi Kompetensi yang harus dikuasai masih terlalu banyak.
4. Sekolah Terjebak dan Terkungkung oleh Buku Teks Pelajaran
Hal keempat yang saya pelototi sebagai salah satu sebab yang sebenarnya merupakan akibat dari kurikulum dan kemampuan guru, yaitu bahwa pelajaran di kelas kita saat ini terkungkung oleh kehadiran Buku Teks. Proses belajar menjadi kaku, formal, dan normatif saja sifatnya. Bayangkan, begitu masuk kelas, anak-anak kita langsung diarahkan pikirannya pada Pelajaran Pertama atau Bab Pertama, seterusnya sampai Bab Terakhir dari Buku Teks. Guru takut melangkah keluar dari jebakan dan kungkungan buku teks.
Bukan hanya guru yang terjebak buku teks pelajaran. Para orangtua pun demikian. Saya sangat familiar dengan orang tua yang datang kepada guru dan menanyakan, "Kok, tidak ada buku teksnya, Pak? Anak belajar dari mana?"
Jelas sekali bahwa sebenarnya guru diarahkan pada mengajarkan Buku Teks, bukan mengajarkan Ilmu Pengetahuan, apalagi mengajarkan bagaimana cara berpikir.Â
Nah, coba saja sekarang di sekolah dibebaskan dari buku teks. Guru tentu akan panik, bingung, atau marah karena harus bekerja keras mencari materi dan mengajak anak untuk berpetualang dalam ilmu pengetahuan dan pemikiran yang dirinya sendiri tidak kuasai. Jangan-jangan, memang kita sebenarnya enggan untuk perpetualang dalam dunia ilmu pengetahuan.
Rekomendasi
Izinkan saya untuk urun rembug di sini bagi para orangtua dan para guru. Untuk para orangtua sekalian, oleh karena kondisi institusi sekolah yang tidak memungkinkan mempromosikan buku bacaan untuk dibaca dan di-asyik-i oleh anak kita, maka jangan sungkan untuk membelikan novel bagi anak-anak kita. Mengapa novel?Â
Studi yang dilansir CNN beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa jika ingin sukses di masa depan, anak kita perlu memahami manusia seutuhnya. Emosinya, mentalnya, karakternya, tingkah laku, tutur kata, keinginan, dan sebagainya itu terangkum dalam teks narasi yang bagus. Salah satunya adalah novel. Tidak heran, CNN merekomendasikan: jika Anda ingin menjadi programer robotik yang hebat, singkirkan gadget, baca novel!
Demikianlah. Meskipun kita belum mampu membaca buku secara utuh, setidaknya gerakan membaca perlu lebih ditingkatkan lagi.