Tak lama, ada seorang senior saya memutuskan untuk resign. Dia yang selama ini banyak membantu, walaupun memang saya akui semangat kerjanya tidak stabil. Rasa bersalah menghingapi dalam diri saya, menyesalkan atas semua yang terjadi.Â
Terkadang saking seganya saya untuk meminta tolong menyelesaikan suatu pekerjaan, mengingat orang yang saya mintai sudah sepuh, saya mengirim e-mail atau menulis beberapa memo di atas laptop sebagai pesan. Tidak sopan sebenarnya, tapi saya lebih segan kalau harus langsung meminta tolong untuk mengerjakannya. Memang tidak semua cara penyampaiannya dilakukan dengan cara demikian.
Saya merasa terjebak dalam ketidakberdayaan, walaupun banyak yang memberi support agar tetap semangat dalam menghadapi situasi yang seperti itu. Dunia kerja otomotif memang terkadang keras, beberapa kondisi pekerjaan memang harus mempunyai perlakuan berbeda agar tidak ada hambatan dalam proses dilapangan.Â
Banyak cara yang sudah saya lakukan, berbagai pendekatan juga telah diterapkan. Tapi inilah permasalahan yang rumit, bagaimana senior harus diatur oleh juniornya yang dulu dibimbing dan diarahkan untuk bisa mengenal dan bekerja dengan baik.
Di situlah terkadang saya menyalahkan diri saya sendiri, coba saja jabatan yang di amanah-kan tidak saya ambil pasti keadaannya tidak seperti ini. Mungkin mereka kecewa dan hilang semangat, tapi jujur saya tidak menghendaki jabatan tsb.Â
Sangat tidak baik membiarkan iklim kerja seperti itu, akan ada dampak yang terjadi tentunya. Ada niatan saya untuk pindah saja, daripada harus bekerja di lingkungan yang tidak bisa menerima kenyataan.
Sampai akhirnya, saya benar-benar yakin memutuskan untuk resign dari pekerjaan. Dan alhamdulilah kuliah saya saat itu juga sudah hampir kelar, saya coba mengirimkan currilucum vitae ke beberapa konsultan kerja.Â
Tak butuh waktu lama menunggu, saya diterima kerja disebuah perusahaan yang sangat tergolong baru. Ada rasa gembira, namun juga sedih mengapa di kondisi seperti ini saya harus meninggalkan perusahaan dan orang-orang yang sangat saya cintai.
Saya hanya berharap kondisi perusahaan bisa kembali seperti dulu, mungkin juga saat-saat itu tidak akan pernah kembali. Tekad sudah bulat, hanya itu jalan satu-satunya untuk bisa keluar dari kondisi yang tidak mengenakan untuk bekerja. Mungkin saja di luar sana saya bisa lebih mengembangkan apa yang saya miliki.
Surat resign beberapa kali gagal saya berikan kepada atasan, maklum saja selama bekerja diperusahaan, saya mempunyai tiga orang atasan, satu seorang manager lokal dan 2 orang expatriat. Terkadang pekerjaan datang silih berganti, sehingga harus pintar-pintar memanage waktu yang ada.
Sungguh dengan berat hati akhirnya saya serahkan juga surat pengunduran diri berbekal alasan klasik. Para atasan menyayangkan keputusan yang saya ambil, karena hanya butuh beberapa langkah lagi saya bisa berada diposisi yang diimpikan banyak orang. Dan sayang keputusan sudah final dan tidak akan saya rubah lagi.