Karena suatu ketika, iklim kerja bisa saja berubah, dan standar jadi anak emas bos berubah, apalagi ketika sudah jadi anak emas bos tapi enggak sesuai ekspektasi bos. Sewaktu-waktu bos bisa berpaling kepada yang lain untuk dijadikan anak emas.Â
Oleh karenanya, lebih baik fokus saja kepada hal-hal yang fundamental seperti kualitas kerja, skill, networking. Jadi anak emas bukanlah haram, sah-sah saja sih, tapi jadikan strategi yang terakhir.
Tapi gimana kalau bos yang menerapkannya kepada kita?
Ya, terima saja sih, jangan juga menolak dan mengecewakan bos. Tapi penting jadi catatan adalah, kita harus bisa menjaga sikap kita dan perasaan kepada yang lain dengan tidak menonjolkannya dan jangan juga jadi anti kritik.
Kedua, berkontribusi kepada rekan kerja yang lain.
Ketika kita misalnya dipandang ekslusif atau jadi anak emas bos, jangan lupa daratan, tapi bantu bos untuk meluaskan pandangan apresiatifnya kepada rekan kerja yang lain.
Jadilah bijak untuk juga saling memberi kesempatan kepada yang lain untuk mendapat apresiasi dari bos, jadilah bajik untuk saling berkontribusi dengan rekan kerja.
Ketiga, fokus mengembangkan diri.
Tetap fokus mengembangkan diri adalah jalan yang bijaksana dalam berkarier, nilai mutu dan kualitas tidaklah semata berdasar jadi anak emas bos, tapi nilai mutu dan kualitas lah dalam mengabdi dan berdedikasi lah yang jadi kartu truf kita sebagai tolok ukur berhasil atau tidaknya kita mengemban jobdesc masing-masing.
------
Nah, inilah yang dapat penulis bagikan soal bagaimana dampak jadi anak emas bos, dan terkait bagaimana sebaiknya menyikapinya.
Jadi, gimana menurut kamu?Â
Mau jadi anak emas bos, atau lebih mengedepankan sikap positif dengan mengedepankan mutu dan kualitas diri?