Sahabat saya yang merupakan guru senior pernah sharing dengan saya terkait program guru penggerak yang diskriminatif terhadap guru karena ada batasan usia dalam mengikutinya.
Memang sih sebenarnya secara usia sahabat saya tersebut seumuran dengan saya yaitu sekira 45 tahun, dan Alhamdulillah tahun 2023 kemarin dirinya berhasil lulus dan lolos program guru penggerak.
Hanya saja dirinya merasa adanya gap yang terjadi di lingkup kerjanya terkait adanya status guru penggerak dan bukan guru penggerak.Â
Apalagi ketika dirinya belum lulus program guru penggerak, terasa sekali gap nya, mereka yang statusnya bukan guru penggerak merasa tersisihkan dan merasa diremehkan oleh mereka yang sudah mengenyam lebih dahulu ikut program guru penggerak. Termasuk guru senior yang usianya 50 tahunan keatas yang pasti enggak bisa ikut program tersebut.
"Mentang-mentang mereka sudah lulus guru penggerak tapi kok kelihatan banget sih songongnya dan jaga jarak serta memandang status membedakan bagi yang bukan guru penggerak", begitu katanya kepada saya.
"Lebih miris lagi adalah guru senior yang usianya 50 tahunan keatas, kasihan sekali mereka seperti dianak tirikan alias didiskriminasi, padahal mereka semestinya kalau mau adil ya diberikan kesempatan yang sama untuk diperbolehkan ikut program guru penggerak", tandasnya lagi kepada saya.
"Bukankah ini yang namanya ageisme, karena guru senior berusia 50 tahun keatas tidak dapat mengikuti program guru penggerak, kalau begini hapus saja program guru penggerak kalau dampaknya malah kayak gini", jelasnya lagi kepada saya.
Saya hanya bisa memberinya masukan, "yang pentingkan kamu sudah lulus guru penggerak bro, jadi jalanin aja, tapi ya aku ingetin, kamu ya jangan ikutan juga melakukan gap dan ageisme, ya enggak sih", kata saya.
Ya, kurang lebih begitulah sekilas sharing sahabat saya soal progam guru penggerak ini yang menurut saya sih memang patut dievaluasi kedepannya agar tidak menimbulkan pro dan kontra di antara sesama guru.
Namun ternyata pucuk dicinta ulam pun tiba, akhirnya Mahkamah Agung mencabut batas usia guru penggerak dan memberi harapan kepada guru senior yang usianya 50 tahun keatas untuk bisa ikut program guru penggerak.
Jelas dengan dicabutnya batas usia guru penggerak ini sangatlah memberi harapan bagi guru senior yang usianya 50 tahunan keatas untuk bisa ikut program guru penggerak yang didambakan tersebut.
Saya rasa keputusan MA ini sangat tepat ya, karena bisa menjadi harapan baik bagi kedepannya untuk mengikis perilaku gap dan ageisme antar guru.
Asa tidak ada lagi gap antara yang bukan guru penggerak dan yang guru penggerak bisa terwujud dengan perlahan tapi pasti, karena diskriminatif soal batasan usia guru penggerak yang terjadi sudah dihapuskan.
Diharapkan kedepan tidak ada lagi gap antara guru junior dan senior, semuanya berkolaborasi bersama menyukseskan program guru penggerak. Tidak ada lagi ageisme antar sesama guru.
Namun demikian, dengan dicabutnya batasan usia guru penggerak ini, diharapkan juga kepada guru senior yang usianya 50 tahunan keatas dapat beradaptasi untuk semakin meningkatkan kemampuan agar bisa lulus dan lolos program guru penggerak.
Kalau enggak dapat beradaptasi, tentu saja akan semakin jauh tertinggal dengan dinamika pergerakan program guru penggerak, sehingga guru senior yang usianya 50 tahunan keatas wajib meningkatkan kemampuannya untuk fleksibel dan beradaptasi dengan program guru penggerak.
Jadi, dengan dicabutnya batasan usia guru penggerak oleh MA ini, semoga menjadi asa bagi kedepannya untuk secara perlahan tapi pasti dapat mengikis gap dan ageisme antar guru soal program guru penggerak.
Demikian artikel singkat ini, semoga dapat bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H