Bagaimana kolaborasi yang terjalin antara karyawan old talent dan young talent di lingkungan kerja Anda?
Apakah karyawan old talent susah diajak kerja sama? Apakah mereka selalu merasa superior?
Apakah karyawan old talent kerap bertindak sementang-mentang itu karena merasa senior secara usia?
Apalagi ketika pada saatnya para karyawan old talent dipimpin oleh atasan yang lebih muda atau dari generasi young talent, tetap saja mereka merasa paling superior atau sulit mengikuti sistem hierarki.
Ya, begitulah kurang lebihnya dinamika kerja ketika generasi young talent bermitra kerja bareng generasi old talent.
Clash ataupun konflik bahkan office politic kerap terjadi, apalagi kekinian justru karyawan old talent yang malah sering ngambekan karena enggak bisa menerima eksistensi young talent.
Padahal sebetulnya, karyawan old talent harusnya mengayomi dan bersikap dewasa, bukannya malah kekanak-kanakan. Iya kan.
Karyawan old talent mestinya bisa legowo ketika pada waktunya yang muda jadi atasannya, bukan malah mutung dan baper serta enggak menerima dengan dewasa.
Tapi, apakah iya karyawan old talent se-ngerepotin itu?
Tidak bisakah karyawan old talent menerima perubahan yang dinamis?
Tidak bisakah karyawan old talent mengedepankan kolaborasi kerja yang bijak?
Nah, inilah yang amat perlu jadi perhatian penting bagi para user perusahaan termasuk manajemen perusahaan khususnya divisi HR untuk bagaimana caranya antara karyawan old talent dan young talent dapat kompak dan solid. Sehingga harus punya strategi dalam men- chemistry-kan mereka.
Sebenarnya juga, generasi old talent itu enggak bakal kolot dan enggak akan merasa sesuperior itu kalau ada sistem yang terpola dalam mempekerjakan mereka.
Kesalahan paling mendasar yang sering ditemui adalah manajemen kantor kurang peka dalam membina karier para karyawan old talent atau kerap mengecilkan peran dan menganggap ketinggalan zaman para karyawan old talent apalagi bila mereka sudah jelang purna tugas.
Apalagi bila strata para karyawan old talent dalam suatu kantor adalah berada pada unsur staf, bawahan atau bukan menjabat pada unsur leader.
Sehingga karena perannya merasa dikecilkan ini jadi berdampak pula pada sikapnya. Inilah yang menyebabkan para old talent merasa superior dan mengabaikan hirarki ketika jadi bawahan young talent atau masih merasa jadi senior si junior meski sebenarnya sudah jadi bawahan si junior.
Para karyawan old talent jadi bersikap ingin selalu diakui dan mendapat pengakuan bahwasanya mereka masih punya pengaruh. Di sinilah yang pada akhirnya menyebabkan terjadi kasus-kasus praktik ageisme hingga gap usia.
Oleh karenanya berkaitan dengan itu juga, ada beberapa yang bisa penulis sarankan agar old talent dapat beradaptasi dengan dinamisnya perubahan keadaan.
1. Pihak manajemen harus bisa memberdayakan karyawan old talent dengan bijak agar tetap produktif.
Jangan kecilkan peran karyawan old talent dengan anggapan bahwa mereka sudah ketinggalan zaman dan memasuki masa penurunan produktivitas kerja. Apalagi bagi mereka yang jelang purna tugas, jangan distigma mereka sudah enggak produktif. Â
Di sinilah yang harus jadi perhatian penting manajemen perusahaan. Selama mereka masih menjadi bagian dari tim, maka jangan kecilkan peran dan keberadaan mereka.
Sebaiknya tetap perhatian dan memberdayakan mereka sesuai porsi pekerjaan mereka masing-masing. Sampai tiba nantinya mereka purna tugas, dengan begini mereka akan sangat merasa dihargai.
2. Pihak manajemen harus menyetarakan kesempatan pelatihan dan pendidikan yang memadai atas kemajuan teknologi.
Ya, ketidakadilan perlakuan dan kesenjangan terhadap kesempatan memperoleh diklat jangan sampai terjadi dalam sistem pengembangan SDM.
Selama karyawan old talent masih mengabdi di kantor atau belum pensiun, maka pemerataan diklat harus tetap diutamakan. Jangan diskriminasi dengan sering mengutamakan talenta muda.
3. Jangan tutup peluang karier old talent hanya karena usianya dianggap sudah enggak produktif.
Karier yang stuck karena sedikitnya kesempatan karyawan old talent menduduki jabatan-jabatan karena terbentur usia yang dianggap terlalu tua untuk dijabat.
Inilah sebenarnya yang juga jadi penyebab menurunnya produktivitas mereka, ini karena mereka dikondisikan seperti itulah.
Oleh karenanya, jangan tutup kesempatan pengembangan karier karyawan old talent, selama masih aktif jadi bagian tim, maka tetap buka peluang seluas-luasnya bagi karier mereka.
Nah, bagaimana kira-kira kalau tiga hal di atas diterapkan dengan bijak, para karyawan old talent pasti akan tetap mempertahankan loyalitasnya pada kantor.
Mereka pasti akan bekerja profesional dan mau dengan senang hati kerja sama dan kolaborasi dengan karyawan young talent.
Mereka pasti akan menerima dengan legowo meskipun pada suatu saat mereka jadi bawahan dari mereka yang lebih muda.
Karena apa, ini karena mereka dianggap, mereka dihargai, dan mereka di manusiawikan, bahwa mereka masih bagian penting dalam teamwork.
Jadi, bagaimana?
Kerja bareng karyawan old talent, apa iya sengerepotin itu?
Enggak, bukan?
Demikian kiranya artikel ini, semoga bermanfaat.
Artikel ke 172 tahun 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H